Bumantara dengan ribuan Tara yang menemani Atala dalam kesunyian.
Dia menatap bumantara itu dengan sendu, perasaan kosong dan penuh tanya. Atala tak mengerti apa yang sedang terjadi dalam hidupnya. Dia selalu berharap bahwa hari-harinya dimasa putih abu-abu akan berubah menjadi cerah dan penuh warna, namun justru semakin membuatnya terjebak dalam dilema dan bertanya-tanya tanpa jawaban."Tuhan, kenapa semua ini terjadi padaku?" Atala berbicara pelan pada dirinya sendiri, menatap langit yang kelabu. "Aku dibenci oleh semua orang, dan tadi di sekolah, seorang perempuan... tiba-tiba menyiramkan air kotor padaku. Aku tak mengenalnya, tapi dia seperti mengenalku dan dari tatatpanya dia melihatku dengan penuh kebencian. Lalu, apakah aku akan bisa menjalani hari-hariku di sekolah dengan tenang?, meskipun aku terbiasa selalu dibenci sejak dulu, tapi ini sangat berbeda. seingatku memang belum pernah aku mengenalnya, lalu apa masalahnya denganku?"
Atala menunduk, terus bergumul dengan pikirannya. Meski tak ada jawaban yang muncul, ia tetap memegang teguh keyakinannya bahwa Tuhan memiliki rencana yang indah untuk hidupnya. Namun satu pertanyaan tetap menghantuinya: siapa perempuan itu? Apa yang telah dilakukannya sehingga membuat perempuan itu begitu membencinya?
POV: Aleta
Sementara itu, Aleta merasa cemas mendengar kabar bahwa anak dari perempuan yang pernah menyelamatkan nyawanya, kini berencana untuk membalas dendam atas kematian ibunya. Aleta merasa dirinya tak akan bisa hidup tenang. Bagaimana mungkin kejadian yang terjadi bertahun-tahun lalu sekarang menjadi bumerang yang menyiksa hidupnya?"Sialan perempuan itu, ngapain dia harus ngincar gue?" Aleta merasa marah, tapi di dalam hatinya ada kekhawatiran yang tak bisa ia hilangkan. "Lagipula siapa suruh ibunya mengorbankan diri? Tapi kalau nggak juga, mana mungkin gue bisa hidup sekarang. Tapi kan bukan gue yang minta untuk orang itu nabrak ibunya, bahkan hampir gue yan hampir jadi korban saat itu. Kenapa dia harus balas dendam? Gua nggak pernah minta ibunya mengorbankan dirinya, dan gue juga nggak pernah mau hampir tertabrak. Semua itu terjadi di luar kendali gue."
Aleta merebahkan tubuhnya di atas kasur, bingung harus bagaimana, dan tiba-tiba handphone-nya bergetar. Dengan cepat, Aleta mengangkatnya.
"Aletaaa, lo harus tahu," suara Aurel terdengar cemas di ujung telepon.
"Lho, kenapa Au? Langsung aja ceritain," Aleta merespons dengan rasa penasaran yang mendalam.
"Anak dari ibu hamil yang pernah nyelamatin lo, mau balas dendam sama lo.ternyata dulu ibu itu meninggal dan bayi yang diakndungya juga nggak bisa diselamatin. Maka dari itu dia nggak terima ibunya meninggal karena nyelamatin lo," jelas Aurel dengan nada penuh kecemasan.
"Astaga, Aurel, gue juga udah tahu. Makanya gue bingung harus ngapain," jawab Aleta dengan sedikit ketakutan.
"Tapi ya Aleta, dia kan seumuran kita, dia sekolah di SMANSA Bandung. Kalau dia mau balas dendam, kenapa nggak satu sekolah sama kita?" Aurel melanjutkan, mencoba mencari penjelasan.
"Iya, bener juga, ya," Aleta mengiyakan.
"Astaga, kalau gitu, mungkin yang dia kira itu Atala, bukan lho, lho sama Atala kan mirip banget, dan Atala sekarang sekolahnya di SMANSA Bandung kan?"
"eh iya juga sih, kalau emang bener, ya udah, terserah dia mau ngapain sama Atala, gue nggak perlu pusing lagi mikirin masalah ini," jawab Aleta sambil tersenyum.
Aurel merasa sedikit lega, tapi tak bisa menahan tanya. "Aleta, kok malah senang sih? Atala kan kembara lho."
Aleta tertawa kecil. "Astaga, Au, siapa yang bakal peduli sama Atala? Gue aja nggak peduli sama dia."
Aurel terdiam sejenak, dan kemudian mengiyakan. "Iya juga, sih. Oke deh, kalau gitu, gue tidur dulu, ya."
"Selamat tidur, sahabat." Aleta memutuskan panggilan, merasa sedikit lebih tenang. "Kalau gini sih, gue aman. Maaf ya, adik kembarku, tapi gue nggak peduli."
Dengan perasaan ringan, Aleta mematikan lampu dan berbaring di tempat tidur, menunggu tidur yang datang.
Hari Pertama KBM
Setelah seminggu mengikuti kegiatan MPLS, akhirnya Atala bisa mengikuti kegiatan KBM secara aktif. Namun, dia merasa cemas karena biasanya minggu pertama di kelas hanya diisi dengan perkenalan. Atala tidak satu kelas dengan Bella, sahabatnya, dan itu membuatnya takut. Atala takut tidk ada yang mau berteman dengannya, apalagi di kelas X Mia 4, yang jauh dari Bella di kelas X Mia 1.Semua siswa sudah duduk di tempatnya masing-masing, dan Atala masih bingung, hanya ada kursi di ujung belakang. Tiga orang lainnya belum datang.
"Semoga teman sebangkuku mau berteman baik," harap Atala dalam hati, mencoba menyemangati diri.
Tak lama setelah itu, dua siswi dan satu siswa masuk ke kelas X Mia 4. Atala terkejut melihat bahwa perempuan yang seminggu lalu menyiramnya dengan air kotor, kini menjadi teman sekelasnya. Ini bukanlah keberuntungan, sebaliknya, justru semakin menambah ketakutannya. meskipun selama SMP dia tidak pernah takut pada siapapun, itu karena sahabat-sahabatnya tidak pernah membiarkan siapapun mengganggu dirinya. kini Atala masih belum begitu yakin dengan teman barunya. Meskipun Bela keliatanya anak yang baik, bagi Atala ia tetap belum bisa menggantikan sahabat-sahabatnya.
Bianka, perempuan yang menyiramnya, tersenyum sinis saat melihat Atala duduk di tempat yang jauh di belakang. Sepertinya ini akan mempermudah rencananya untuk membalas dendam.
"Ah, semesta memang mendukungku," pikir Bianka dengan tatapan penuh kebencian. "Kau harus merasakan penderitaanku, Atala. Kau tak tahu bagaimana rasanya dibesarkan tanpa sosok ibu. Semua itu karena kau, Atala Pratama."
Bianka duduk bersama sahabatnya, Arista, sedangkan Atala akan duduk dengan Chandra, seorang cowok yang dikenal sangat cool dan jarang berbicara.
Chandra hanya sekilas melihat Atala, kemudian kembali fokus pada handphonenya, seakan tidak tertarik. Atala merasa sedikit takut untuk mengajaknya berkenalan, mengingat sikap Chandra yang cuek, namun dia juga mengakui bahwa Chandra sangat tampan.
Perkenalan Diri
Pa Herman, wali kelas X Mia 4, memulai sesi perkenalan dengan memanggil siswa yang duduk di belakang."Baik, kita mulai dari yang paling belakang, nona manis, silakan maju."
Bianka maju dengan percaya diri. "Selamat pagi, semua. Perkenalkan, gue Bianka Putri Fernandez, asli Bandung, tapi dibesarkan di Jakarta. Panggil aja gue Bianka."
"Sepertinya dari nama sudah bisa diketahui bahwa keluarga kamu adalah keluarga Fernandez, pengusaha sukses di Jakarta," kata Pa Herman, sambil tersenyum. Bianka hanya tersenyum tipis, tampaknya sudah terbiasa dengan perhatian ini.
Arista, sahabat Bianka, juga maju setelahnya. "Selamat pagi, semuanya. Nama gue Arista Swastamita Lazuardi. Gue asli Jakarta, dan sekarang ikut pindah ke Bandung karena bisnis keluarga. Panggil aja gue Arista."
Semua mata kini tertuju pada Chandra, yang tidak terlihat terburu-buru untuk memperkenalkan diri.
"Selamat pagi, Pa, teman-teman. Gue Chandra Putra Pranata. Panggil aja Chandra." Chandra hanya memberikan senyum tipis, kemudian kembali menatap handphonenya.
Semua cewek di kelas histeris. "Wah, Chandra!" seru mereka, terkagum-kagum dengan ketampanannya.
Akhirnya, giliran Atala. Meskipun sedikit gugup karena tatapan tajam Bianka yang terus mengawasinya, Atala memberanikan diri untuk maju.
"Hai, semuanya. Selamat pagi, perkenalkan nama aku Marazeta Atala Putri Pratama. Kalian bisa panggil aku Atala. Aku asli Bandung. Semoga kita bisa berteman baik." Atala mencoba untuk tersenyum, meskipun dalam hatinya masih ada perasaan takut.
Chandra yang duduk di belakangnya, diam-diam memandangi Atala dengan tatapan yang tak bisa ia sembunyikan. Cantik, dan berbeda dari yang lain, pikir Chandra. Sepertinya ada sesuatu dalam diri Atala yang menarik perhatian Chandra.
Namun, Atala tak tahu bahwa perkenalan ini akan menjadi awal dari perjalanan yang penuh tantangan dan konflik di sekolahnya.
Bersambung..
Sampai berjumpa di part selanjutnya 🤭
Nanti diusahakan biar cerita setiap part-nya itu panjang yahh guyssss
Aku juga masih belajar nihhh
Jgn lupa komen and vote kalau kalian suka cerita ini😚Alurnya mungkin sedikit membingungkan tapi nanti selesai sampai akhir baru dehh jelas 😭
Segitu dulu yahh guys
Semangat.....

KAMU SEDANG MEMBACA
Atala [ REVISI ]
أدب المراهقينkisah Atala yang hidupnya penuh luka Apa rasanya dikhianati oleh mereka yang kita anggap rumah? Bagaimana jika suara hatimu justru menjadi alasan untuk disalahkan? Aku hidup dalam bayang-bayang kehilangan-disalahkan atas kepergian sosok yang bahkan...