42. Menunggu Sedikit Lebih Lama

930 174 10
                                    

Part 42 Menunggu Sedikit Lebih Lama

Berbanding terbalik dengan wajah Aleta yang seketika memucat. Kepalanya bergerak naik, menatap mobil yang berhenti tepat di depan mereka. Ya, itu mobil Bastian.

“Tetap di tempatmu,” ucap Leon sebelum melompat turun dan mengunci pintu mobil. 

Aleta berusaha membuka pintu mobil dengan sia melihat Bastian yang juga turun dari mobil. Pandangan Bastian sejenak menatap ke tempatnya sebelum kembali pada Leon dengan penuh amarah.

Keduanya pria itu saling berhadap-hadapan. Bastian yang penuh ketegangan, berbanding terbalik dengan Leon yang bersikap sangat tenang.

Satu-satunya yang Aleta cemaskan hanyalah satu, Leon akan mengatakan tentang hubungan kedua pria itu pada Bastian.

*** 

“Ck, lagi-lagi kau merusak kesenanganku, Bastian,” gerutu Leon dengan nada kesal yang dibuat-buat. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku.

“Lepaskan Aleta, Leon. Kau sudah mendapatkan semua keinginanmu, kan? Apalagi yang kau mau darinya?” Suara Bastian dipenuhi emosi yang memburu.

“Jadi kau sudah tahu?” Leon mendecakkan lidahnya. “Bukan kau yang menyerahkan sendiri posisi itu padaku? Atau … kau tahu kau sudah kalah, itulah sebabnya kau melarikan diri dengan dalih menyerahkan posisimu padaku?”

Bastian menggeram, maju satu langkah dan tangannya hendak mendorong dada Leon. Tapi lagi-lagi dengan mudah Leon menangkisnya.

“Ada kau atau tidak, semua itu tak mempengaruhi pencapaianku, Bastian. Aku mendapatkan semua ini atas kerja kerasku sendiri. Kau masih butuh bukti apalagi? Untuk memperjelas ketidakbecusanmu menjaga posisimu?”

Wajah Bastian merah padam. Kemarahan membakar dadanya.

“Aleta atau kursi tertinggi Thobias, keduanya tak ada yang bisa kau pertahankan. Dan sekarang kau merengek seperti anak kecil hanya karena aku mengambilnya? Bersikap seolah aku yang merebutnya darimu?”

“Kau memang merebutnya.”

“Karena ketidak becusanmu sendiri.”

“Berengsek kau, Leon!” Bastian menghambur ke arah Leon. Kali ini pukulannya yang didorong oleh amarah berhasil mendarat di hidung Leon.

Tubuh Leon terhuyung dua langkah ke belakang, segera mendapatkan keseimbangannya dengan cepat sebelum kemudian membalas pukulan tersebut, hingga Bastian jatuh tersungkur ke lantai dengan punggung lebih dulu.

Kaki Leon sudah terangkat, hendak meneruskan baku hantam tersebut, ketika suara gedoran dari dalam mobil menghentikannya. Kepalanya berputar ke arah mobilnya. Bahkan dari jarak sejauh ini, ia bisa melihat wajah sang istri diselimuti air mata.

Mendesah pelan, Leon menatap Bastian yang berusaha bangun dari lantai. “Jika kau ingin mendapatkan keduanya kembali, setidaknya kau harus bisa menerima semuanya dengan lapang dada, Bastian,” ucapnya kemudian berjalan mendekati mobil dan membukakan pintu untuk Aleta.

“Hapus air matamu.” Leon mengulurkan sapu tangannya pada Aleta. Setelah memastikan tak ada jejak basah di wajah sang istri, barulah ia menarik tubuh Aleta turun dari mobil. 

Dengan kedua lengan yang melingkari pinggang Aleta, Leon berjalan membawa gadis itu melewati Bastian yang berkutik di tempat pria berdiri. Wajah Aleta tertunduk dalam, tak sanggup menahan desakan air matanya jika harus menyaksikan kepedihan di mata pria itu.

“Jadi sampai kapan aku harus terganggu dengan kerepotan masa lalumu?” dengus Leon saat keduanya berada di dalam lift. 

Aleta tak menjawab. Dan beruntung Leon tak bertanya-tanya lagi. Saat sampai di apartemen, pria itu kembali meluapkan gairah pada tubuhnya. Aleta tak menolak, daripada jika Leon menyudutkannya dengan pertanyaan tentang Bastian.

Bukan Sang PewarisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang