Never Stop Loving You (1)

1.4K 11 0
                                    

Never Stop Loving You
Rian-Mari After Story

Chapter 1

---

Rian berlari menyusuri koridor rumah sakit dengan tergesa-gesa. Suara derap langkahnya mendadak membuat suasana hening di tempat yang didominasi warna putih dengan desain modern itu terdistract.

Rambut pendek berwarna oranye dengan poni samping berombak yang menutupi dahinya terkibas berbarengan dengan gerakan tubuhnya. Wajahnya yang manis sekaligus tampan dibasahi oleh keringat dingin. Ekspresi cemas memenuhi air mukanya.

Sempat ada beberapa orang yang menegur pemuda yang beberapa hari lagi genap berusia 29 tahun itu agar lebih menjaga ketenangan. Berjalan lebih pelan dan hati-hati supaya tidak membahayakan orang lain dan dirinya sendiri. Bahkan di suatu waktu, Rian hampir saja menabrak seseorang yang akan berpapasan dengannya di depan ruang apotik yang ada di dalam rumah sakit tersebut.

"Hey, Mas. Ini rumah sakit, jalan yang hati-hati dong!" sentak seorang suster. Ia tampak membantu seseorang yang ditabrak Rian untuk berdiri.

Buru-buru Rian meminta maaf.

"Maaf, Sus. Maaf, Pak. Istri saya sedang dalam kondisi kritis. Jadi saya harus cepat-cepat." Pemuda itu membungkukkan badannya.

Sang suster masih memperhatikan penampilan Rian. Baju hitam model tak biasa serta riasan wajah yang dikenakan Rian membuat wanita itu teringat akan sesuatu. Seorang penyanyi di konser charity show yang sempat ditontonnya secara live beberapa waktu lalu.

"Eh? Mas ini-" Sebelum sempat menyelesaikan ucapannya, lawan bicara suster tersebut berbalik badan dan segera kembali berlalu pergi. Perawat rumah sakit berambut coklat muda itu menatap Rian sambil terheran.

Di saat bersamaan, Laras yang baru saja keluar dari apotik rumah sakit memperhatikan suster yang sejak tadi menemaninya mengambil obat untuk Mari.

"Suster Reni, kenapa berdiri di sini sambil melamun?" sapanya lembut.

"Tadi ada pria berbaju hitam-hitam yang hampir menabrak Bapak ini. Tapi orangnya sudah pergi ke arah sana sih, Bu," jawab wanita berusia 23 tahun itu sambil menunjuk ke arah depan.

Laras melihat dari kejauhan, tampak seorang laki-laki berbaju hitam dengan rambut oranye pendek sedang berlari lalu menghilang di ujung belokan yang mengarah ke tangga lantai 3. Mata Laras membundar. Ia mengenali dengan baik perawakan putranya sekalipun saat ini yang dilihatnya hanyalah punggung dan bagian belakang badan anak semata wayangnya itu.

"Kasihan, dia bilang istrinya kritis jadi buru-buru begitu. Semoga istrinya baik-baik saja ya," ucap Suster Reni penuh simpati.

Dalam hati, Laras merasa bersalah karena sudah membohongi Rian perihal kesehatan menantunya. Tapi, di sisi lain perempuan berusia kepala 5 itu merasa lega. Rencana cerdiknya rupanya berhasil memaksa Rian pulang dan menemani istrinya.

"Bu Laras kok kelihatan senang?" tanya Suster Reni penasaran.

Laras menoleh.

"Saya akan segera kembali ke kamar putri saya. Suster Reni tidak perlu ikut. Vitamin putri saya ini, saya sendiri yang akan memastikan dia meminumnya tepat waktu." Laras menunjukkan 3 kantong plastik kecil berwarna biru pada Suster Reni.

Suster Reni mengangguk. "Baik, Bu. Kalau begitu saya mau lanjut kontrol pasien lain dulu ya, Bu. Kalau butuh apa-apa langsung panggil saja." Suster Reni tersenyum.

-

"Kamar 3-12-A Kelas Ruby. Harusnya ada disini 'kan. Lantai 3. Aku harus cepat." Dengan cekatan, Rian masih setengah berlari membaca papan nomor yang ada di depan pintu setiap kamar di lantai 3 rumah sakit tersebut.

No More Tears For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang