Never Stop Loving You (2)

536 8 0
                                    

Never Stop Loving You
Rian-Mari After Story

Chapter 2

-

Di pukul setengah tiga hari itu, tepatnya di kamar rumah sakit nomor 3-12-A tempat Mari sebelumnya dirawat inap. Rian terlihat mondar-mandir di depan sofa sambil mengutak-atik layar handphonenya.

Setelah menekan-nekan layar sentuh ponselnya, pemuda berusia 28 tahun itu menempelkan alat komunikasi yang ia pegang ke telinganya. Berharap mendapat jawaban dari seberang, namun sayang yang terdengar justru suara operator layanan pesan masuk. Beberapa kali dicobanya tetap tak ada perubahan dengan hasilnya.

Mari yang baru saja keluar dari kamar mandi memperhatikan suaminya sambil tersenyum.

"Papa dan Mama sudah bisa dihubungi?" tanyanya singkat.

Rian berbalik badan, menoleh ke arah Mari yang sudah mengganti outfitnya dengan daster terusan selutut berwarna putih bermotif floral biru muda yang sebelumnya memang diberikan pihak rumah sakit. Rambutnya yang diikat samping membuat Mari terlihat sangat mirip dengan Laras. Rian terpesona.

Mari mengerutkan alisnya, memperhatikan ekspresi suaminya. Tak berselang lama, wanita manis itu menarik pelan pakaian yang ada di tubuhnya. "Kelihatan aneh ya?"

Rian kembali tersadar. Ia mengedipkan matanya beberapa kali. "Ah, nggak kok. Kalo Lina sih, mau pakai baju apa juga tetep keliatan cantik. Hehe.." jawab Rian sambil tersenyum kagum dan bertepuk tangan pelan.

"Rian, jangan gitu ah." Mari tersipu malu sambil memegangi pipinya.

Beberapa saat kemudian, Mari kembali mengerutkan alisnya. Ia berucap dalam hati.

"Kok aku jadi bersikap kekanakan begini." Wajah manisnya berubah masam. Setelah menggelengkan kepala, Mari kembali bertanya.

"Jadi gimana, Rian? Papa dan Mama sudah bisa dihubungi?"

Rian menghela nafas. Ia menunjukkan layar ponsel androidnya. Terpampang deretan pemberitahuan panggilan tak terjawab berulang kali ke nomor Reed dan Laras.

"Mungkin hpnya mati. Sejak kemarin malam memang Papa dan Mama begitu sibuk mengurusiku. Seingatku belum sekalipun aku lihat ada yang pakai charger di samping tv sana."

Wanita berambut coklat pastel itu menunjuk ke arah lemari tempat televisi. Tampak ada 3 buah kabel charger masih tergulung rapi. Ketiganya milik Mari, Reed dan Laras.

Mari menghampiri Rian, menepuk-nepuk bahu pria bertubuh setinggi 189 cm tersebut. "Papa dan Mama pasti kembali lagi ke sini. Rian tenang saja."

Rian mengangguk dan tersenyum. Ucapan istrinya benar. Daripada mencari, memang jauh lebih bijak menunggu di sini.

Mari meregangkan badannya, sesekali mengelus pinggangnya yang terasa pegal.

"Aku mau jalan-jalan sebentar ya, Sayang. Dari kemarin sama sekali belum keluar kamar. Bosan, ingin lihat pemandangan di luar sana. Rian istirahat saja dulu, pasti lelah 'kan seharian ini." Wanita berusia 28 tahun itu berjalan ke arah pintu.

Tepat saat Mari memutar kenop pintu Rian memegangi tangannya. "Memang boleh jalan-jalan gitu? Nanti kalau kecapekan terus drop gimana?"

Mari tertawa geli. "Oh, nggak apa-apa. Dokter bilang kalau tensi darah, suhu badan dan denyut jantung sudah kembali normal, aku boleh jalan-jalan. Katanya supaya proses lahirannya lancar."

Rian menganggukkan kepalanya.

"Aku jalan di dekat sini kok. Keliling lantai 3. Di sekitar sini juga selalu ada suster jaga yang hilir mudik. Rian jangan khawatir." Mari menutup kalimatnya dengan sebuah senyuman manis. Tapi setelah menunggu agak lama, Rian masih juga belum melepaskan tangannya.

No More Tears For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang