Our Little Girl : Princess Of Heaven (2)

456 5 0
                                    

Our Little Girl : Princess Of Heaven
Dylan-Rina After Story

---

Chapter 2

---

Dahi Liana berkerut ketika melihat jarum suntik yang sedang dipegang oleh Dokter Andi. Jarumnya sih memang dibuat khusus untuk anak-anak. Jarum suntik ukuran 26, atau yang lebih familiar dengan sebutan jarum suntik bayi.

"Nah, Liana. Om Dokter pinjam lengannya, boleh ya?" tanya dokter laki-laki berusia 29 tahun itu.

Liana menoleh ke arah Dylan dan Rina yang sekarang berdiri di kedua sisinya. Gadis kecil itu menghela nafas sebelum kemudian kembali memandangi jarum suntik yang dipegang Dokter Andi. "Pasti sakit deh. Kayak waktu itu."

Memang bukan sekali ini Liana berhadapan dengan benda berujung tajam di hadapannya. Tapi pengalaman buruk terakhir saat seorang perawat kurang hati-hati menusukkan jarum ke tubuh mungilnya hingga membuat si gadis kecil kesakitan setengah mati masih belum bisa dilupakan oleh Liana.

Dokter Andi tersenyum, ia mengatakan jawaban template. "Kayak digigit semut kok. Sedetik aja, habis itu hilang. Nggak lagi berasa." Di sebelah sang dokter, Suster Reni juga ikut mengangguk beberapa kali seakan mengamini perkataan atasannya.

Sungguh respon itu tidak membuat Liana terhibur. Liana pun kembali menatap Rina. Tatapan memelasnya membuat Rina iba dan merasa tak tega. Tapi bahkan Rina tak bisa berbuat apa-apa sekarang. Pengambilan sampel darah ini sangat penting guna persiapan cangkok sumsum tulang belakang Liana.

Rina pun tersenyum. "Nggak apa-apa, Liana. Tahan sedikit ya. Katanya kemarin mau ketemu dan main sama Dedek?"

Lagi-lagi, kalimat penghiburan itu tak cukup membuat Liana puas. Liana memang masih tetap memiliki keinginan yang kuat untuk bisa sembuh. Tapi ditembus jarum suntik itu persoalan lain.

Dylan menyentul bahu Liana beberapa kali dan membuat Liana sontak mengalihkan tatapan penasaran padanya.

"Nona Kecil, mau taruhan sama Om nggak?" tanya Dylan.

"Taruhan?" balas Liana bingung sambil memiringkan kepalanya.

Dylan mengangguk. "Kita mainin sebuah permainan, siapapun yang kalah harus nurutin semua perkataan pemenang. Gimana? Liana berani nggak?"

Wajah Liana berubah sumringah. "Kalo Liana menang boleh minta nggak disuntik?"

"Yap!" jawab Dylan.

"Tapi ada syaratnya. Liana cuma boleh pake satu tangan. Biar nggak curang, sebelah tangan Liana biar dipegang sama Mama dulu ya."

Tanpa keberatan, Liana pun meminta Rina memegang tangannya. Setelahnya, Dylan tersenyum ke arah Rina. Ia mengangguk dan memberi kode. Seakan mengerti Rina membalas senyuman pria tampan berambut biru lembut itu.

"Ayo, Om. Kita mau mainin apa?" tanya Liana antusias, tidak sabar.

"Main ini. Coba ya."

Dylan mengeluarkan sebuah manisan yang masih terbungkus plastik dari saku kemejanya. Dan ketika tatapan Liana terfokus padanya, Dylan melempar manisan itu ke atas. Saat manisan itu meluncur ke bawah, Dylan menangkapnya dengan kedua tangannya. Kini kedua tangan Dylan yang sedang mengepal ada di hadapan Liana.

"Nah, yang mana?" tanya Dylan.

Liana tersenyum penuh percaya diri. "Yang kiri!"

Dylan membuka tangan kirinya. "Dih, kok tau sih?"

"Yes, Liana menang. Berarti Liana nggak jadi disuntik ya, Om," sahut Liana kegirangan.

Dylan berpura-pura kecewa sambil memprotes. "Eits! Belum, tadi itu masih pemanasan. Permainan sesungguhnya, kita mulai sekarang," ucap Dylan tak kalah percaya diri.

No More Tears For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang