Never Stop Loving You
Rian-Mari After StoryChapter 3
---
Jarum jam sudah menunjuk tepat ke angka empat sore hari itu, Dokter Sara kembali ke kamar Mari dan Rian.
Setelah memasuki ruangan, terlihat olehnya pasien wanitanya sedang tertidur. Sementara di sampingnya, terlihat seorang pria juga ikut tertidur dengan posisi duduk di kursi dan kepala bersandar di pinggir ranjang. Tangan kedua pasangan muda itu saling berpegangan satu sama lain.
Tak berselang lama, si laki-laki terlihat membuka matanya. Dengan cepat ia mengangkat kepala dan menegakkan tubuhnya di tempat duduk. Rian melihat Dokter Sara memasuki ruangan. Pelan-pelan dilepaskannya pegangan tangan istrinya.
Pria yang berasal dari Kota Malang itu berdiri, menyambut kedatangan dokter yang hendak melakukan kontrol terhadap kondisi istrinya. "Maaf, saya ketiduran, Dok."
Dokter perempuan berdarah Jawa itu tersenyum. "Tidak apa-apa, Pak. Memang seharusnya Bapak juga beristirahat selagi ada waktu. Beberapa menit juga lumayan untuk mengembalikan energi yang terkuras."
Rian menemani Dokter Sara memeriksa Mari. "Apa tadi Ibu sempat merasakan kontraksi lagi, Pak?"
Rian mengangguk. "Iya Dok. 5 kali sejak terakhir kali dokter ke sini."
"Intervalnya berapa lama, Pak?"
Rian mengambil catatan yang ditaruhnya di atas meja dekat ranjang Mari. Rian memang menyempatkan diri untuk menulis pukul berapa saja istrinya mengalami kontraksi. Semua untuk berjaga-jaga jika ia melupakan detail penting. "Beda-beda, Dok. Antara 5 sampai 10 menit. Yang terakhir 4 menit lalu. Jam 15.56. Apa istri saya mau diperiksa lagi pembukaannya, Dok?"
Dokter Sara menggeleng. "Biar Ibu istirahat dulu, Pak. Saya datang lagi nanti ketika beliau sudah bangun. Sambil menunggu saya mau ke kamar sebelah dulu."
Rian menganggukkan kepalanya. Setelah mengantar Dokter Sara keluar kamar dan menutup pintu, dia kembali duduk di samping istrinya. Menggenggam tangan Mari, sesekali menyeka dahi wanita kesayangannya yang basah oleh keringat.
Mari mengernyitkan alisnya. Rasa sakit yang kembali muncul di pinggangnya membuatnya terbangun. Spontan, ia meremas tangan suaminya yang sedang digenggamnya. Kali ini cukup keras hingga tangan Rian tampak kemerahan.
Rian segera bangun dari tempat duduknya. Ia menekan tombol bel yang ada di atas meja di samping ranjang. "Sabar ya, Lina."
Mari hanya menjawab dengan anggukan, ia memejamkan mata dan berbaring menyamping menghadap Rian. Dari tempatnya berdiri, Rian mengelus punggung istrinya. Dirasa tidak membawa hasil, tangannya beralih turun, memijat pelan pinggang Mari.
Berbeda dengan sebelumnya. Jika tadi saat Rian melakukannya genggaman tangan istrinya sedikit melonggar pertanda rasa ngilunya berkurang. Sekarang justru sebaliknya, remasan tangan istrinya justru semakin kuat. Rian panik.
"Ini sama sekali tidak membantu. Apa yang bisa kulakukan?" ucap Rian dalam hati. Bila saja memungkinkan, ia rela jika harus bertukar posisi dengan istrinya saat ini.
Rian mengubah posisinya. Kali ini dia duduk di samping ranjang. Pelan-pelan, mengangkat tubuh Mari dan memintanya untuk duduk.
Mari hanya menurut, tidak melawan, marah atau berteriak. Tanpa banyak berpikir, Rian memeluk tubuh Mari dari depan. Jemarinya yang lembut mengusap-usap sepanjang punggung dan pinggang Mari.
Bisa dirasakannya, nafas istrinya yang terengah-engah kembali stabil. Otot perut Mari yang tadinya mengencang agak sedikit longgar. "Udah baikan belum, Lina?"
KAMU SEDANG MEMBACA
No More Tears For Us
عاطفية-Terinspirasi dari Pregnancy Trope Story- STORY 2 NOW UPDATE!!! Lagi cari cerita bertema Keluarga, Romansa tapi yang No Drama? Nah, ini bacaan yang pas. Hangat, seringan kapas, plus manis kayak gulali. Boleh yuk langsung dicek. Kumpulan cerita pende...