Never Stop Loving You
Rian-Mari After StoryChapter 5 (End)
---
Sudah 30 menit berjalan sejak Mari memasuki fase pembukaan sepuluh. Meskipun ia sudah berusaha mendorong dengan sekuat tenaganya, sepertinya proses persalinannya hanya memperlihatkan sedikit kemajuan. Masih belum ada tanda-tanda bayinya akan segera keluar.
Masih sama seperti sebelumnya, Rian menyeka keringat yang membasahi wajah istrinya sambil terus membisikkan kata-kata penyemangat. Terlihat sesekali Mari menoleh ke arah pria berusia 28 tahun tersebut, sebuah senyuman yang agak dipaksakan melengkung dengan indah di sana. Sekalipun Mari kesakitan, namun sejak dokter menginstruksikan agar ia mulai mendorong, tak sekalipun wanita asal Jogja itu mengeluh.
"Lina, mau suntik epidural aja ya?" tanya Rian ketika senyuman tipis di wajah istrinya memudar. Sangat jelas Mari begitu tersiksa saat ini, hal ini membuat Rian ikut menderita.
Mari menggelengkan kepalanya. "Belum, aku masih bisa. Rian jangan khawatir," jawab Mari singkat sebelum ia menggigit bibir bagian bawahnya.
Jika dihitung-hitung, sejak setengah jam lalu Rian sudah menanyakan perihal suntik epidural itu sebanyak 12 kali. Reed yang saat ini berada di sisi lain menantunya hanya menghela nafas panjang.
"Rian, kamu harus menghormati pilihan istrimu. Jika Lina sudah tidak kuat dia pasti akan mengatakannya. Kamu tidak perlu mengulang pertanyaan yang sama setiap saat."
"Iya, Pa. Aku tahu, aku cuma mengingatkan, kok." Rian melirik ke arah ayahnya sambil memajukan bibirnya ke depan.
Perilaku Rian membuat Reed merasa kesal dan geli di saat bersamaan. Reed berusaha mati-matian agar ia tidak kelepasan tertawa.
"Sudah, sudah. Kamu ambilkan sesuatu untuk digigit istrimu. Dia bisa terluka jika terus menerus menggigit bibirnya seperti itu." Reed mengusapkan jarinya ke dahi Mari, merapikan helaian-helaian rambut menantunya yang mulai kembali teracak dan menutupi wajah pucatnya yang masih tampak anggun.
Rian memperhatikan keadaan Mari. Seperti yang dikatakan ayahnya, ia bisa melihat istrinya itu sedang mengatupkan mulutnya kuat-kuat menahan sakit. Pria yang kini berprofesi sebagai vokalis band tersebut terlihat panik. Ia melihat kesana kemari, mencari-cari benda yang dapat digunakan untuk mengganjal rongga mulut wanita yang sangat dicintainya.
"Lina, buka mulutmu sebentar," bisik Rian pada istrinya.
Dengan mata terpejam, Mari menuruti perintah suaminya tanpa ragu. Mari merasakan sesuatu yang lembut dan hangat berada di antara kedua rahangnya. Ketika kontraksi di perutnya kembali datang, Mari menarik nafas dalam-dalam. Dan saat ia kembali mendorong, spontan, Mari menggigit benda yang ada di depan mulutnya kuat-kuat.
"Iya, kayak gitu. Lina, kamu bisa melakukannya." Rian kembali menyemangati istrinya. "Sekali lagi, Lina. Kamu bisa. Tarik nafas, lalu hembuskan."
Mari yang masih menahan ngilu dan nyeri saat ini hanya mencoba fokus pada proses persalinan yang sedang dihadapinya. Ia menuruti setiap tuntunan kata suaminya. Suara Rian berdesir begitu lembut di telinganya. Tak berapa lama, suara Dokter Sara membuyarkan konsentrasinya.
"Sedikit lagi, Bu. Saya sudah bisa melihat kepala bayinya. Ayo dorong sedikit lagi."
Mari membuka matanya sedikit, berusaha melihat ke depan. Namun, ia tak melihat bisa melihat apapun selain selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya. Pada akhirnya, ia memilih untuk menutup matanya dan kembali fokus.
"Papa, bisa tolong seka wajah Lina? Aku tidak bisa melakukannya dengan posisi seperti ini." Rian memandangi ayahnya yang melamun sejak beberapa waktu lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
No More Tears For Us
Romance-Terinspirasi dari Pregnancy Trope Story- STORY 2 NOW UPDATE!!! Lagi cari cerita bertema Keluarga, Romansa tapi yang No Drama? Nah, ini bacaan yang pas. Hangat, seringan kapas, plus manis kayak gulali. Boleh yuk langsung dicek. Kumpulan cerita pende...