Bab 2

242 39 0
                                    

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Apabila bisa memutar waktu, maka Wita berharap dapat kembali ke saat dia memilihkan batik untuk suami pesoleknya dan menggantinya dengan kaos kutang. Kini, gadis itu merutuki keputusannya sambil melirik kesal ke merak jantan yang sejak pagi hari menyebabkan pintu ruangan mereka selalu diketuk seseorang.

"Permisi, Mbak." Ratna dengan wajah bebal dari kata malu, untuk ketiga kalinya, kembali menjulurkan kepala ke sela pintu yang terbuka hanya agar bisa mengintip ke dalam dan berkata, "Yusuf, bisa minta tolong lagi? Tombol keyboard Mbak susah ditekan, kayanya rusak lagi."

Pria yang mengenakan batik hitam sutra motif sepasang burung emas pilihan istrinya itu mengangkat kepala dari tumpukan berkas yang sedang dia persiapkan dan menjawab santun. "Iya, Mbak."

Akan tetapi, sebelum Yusuf menggeser roda kursinya, Wita sudah menatap tajam ke salah satu pengunjung tanpa tiket yang ingin membawa lari merak gadis itu dan menyalak tanpa henti. "Mbak Ratna, kalo keyboard rusak minta tolongnya ke Pak Opar, ya. Yusuf lagi sibuk siapin berkas limpah pengadilan. Mbak udah beberapa kali manggil-manggil dia untuk urusan enggak penting. Kalo Mbak ganggu dia terus dan telat limpah, saya akan bilang ke Bu Fernie dan Pak Boss."

Wajah cerah Ratna berangsur mendung. Perempuan itu mengerucutkan dan memainkan bibir merahnya sambil menutup pintu dengan sedikit keras.

Dasar centil! Mata Wita menyipit ketika menatap pintunya yang sudah belasan kali dibuka tutup hari ini. Dia kembali menunduk, memeriksa dua tumpukan bon yang menjadi bukti kasus pemalsuan. Hmm, calon klien bilang nota ini asli, tetapi sedikit beda cetakannya di seri tertentu karena salah percetakan.

Wita membalik-balik beberapa lembar kertas berwarna kuning itu kemudian mengambil kaca pembesar dari laci. Dia sedang memeriksa jenis huruf yang dipakai oleh kedua tumpukan sebelum seseorang memanggilnya.

"Ma."

"Ya? Kena--" Wita terlambat mengatupkan bibirnya yang refleks menjawab. Gadis itu sontak menoleh ke arah suaminya dan memekik marah. "Yusuf!"

Sayang sekali, pria itu bukannya bertobat, tetapi kini malah menampilkan ekspresi polos dan tetap meneruskan tingkahnya. "Ya, Ma?"

Dasar resek! Rona malu pasti tercetak jelas pada wajah Wita, sebab sekarang, ujung bibir Yusuf malah terangkat naik dan mata pria itu berbinar jenaka.

Gadis langsung melengos. Dia kembali kepada kaca pembesarnya sambil menggerutu di dalam hati. Cuekin aja, Wita. Nanti dia juga diam sendiri. Cuekin.

"Ma."

Cuekin. Wita meraih pulpen di sisi kertas putih yang sudah dibagi tiga kolom: keterangan; bon asli; bon diduga palsu, kemudian mulai menggoreskan tinta hitam di permukaannya. Jenis tulisan, untuk kop, bon asli ....

Gadis itu lalu menarik lembaran kertas yang berjudul jenis tulisan dengan berbagai ukuran dan mencari tulisan yang paling mendekati. Kayanya san serif ....

Sayangnya, Yusuf tidak menyerah begitu saja. Pria itu terdiam beberapa saat sebelum lagi-lagi berujar, "Ma, nanti Papa setelah limpah berkas pulangnya lewat supermarket. Susu Keisha hampir habis, apa mau Papa beliin sekalian?"

"Oh, iya, nanti sekalian beli odol sama si--" Wita meletakkan kasar kaca pembesarnya ke atas meja. 

Dia melotot galak ke suaminya yang tersenyum santun, kemudian gadis itu memekik nyaring. "Yusuf! Berhenti gangguin saya!"

"Wita, kau kenapa jerit-jerit?"

Suara Pak Siregar yang terdengar setelah pintu terbuka lebar membuat keduanya terkejut. Wita segera memperbaiki ekspresi wajah juga intonasi suaranya hingga masuk kadar kesopanan. "Enggak, Pak. Enggak ada apa-apa."

Miss Lawyer's FAKE Husband: Sekretaris Simpanan Nona PengacaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang