Bab 11

165 26 4
                                    


Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

"Menurut kami, tuduhan dari Pihak Penuntut tidak berdasar ...."

Suara Bu Fernie yang terdengar jernih dari pengeras suara masuk secara samar ke pendengaran Wita. Gadis itu mengedipkan mata, berusaha berkonsentrasi, tetapi gagal.

Dua hari berturut-turut menghabiskan waktu dalam kemacetan di jalan Jakarta Selatan-Jakarta Barat membuat tubuhnya terasa penat, belum lagi Keisha tadi subuh terbangun tiba-tiba dan sulit untuk tidur.

"... maaf, Bu Hakim, saya tidak sependapat dengan ucapan dari Tim Pengacara ...."

Ngantuk ....

Rasa gatal pada hidung membuat Wita refleks menutup wajah dengan tisu yang dia pegang sedari tadi sebelum gadis itu bersin untuk ketiga kalinya sore ini. Pak Dodi yang berada di sebelahnya pun langsung berbisik, "Mbak Wita, mukanya agak pucat. Pulang aja langsung habis ini, biar nanti saya bantu absenin."

"Terima kasih, Pak." Wita berhasil menyelesaikan kalimatnya sebelum kembali bersin. Mata gadis itu kini juga terasa gatal. "Tapi, Yusuf juga harus absen. Nanti biar sekalian dia aja yang absenin saya."

Raut kecewa terlihat pada wajah Pak Dodi. Namun, kepala Wita terlalu pening untuk berpikir. Kelopak matanya meminta beristirahat.

"... sidang dilanjutkan pada minggu depan ...."

Helaan napas lega langsung diembuskan Wita. Gadis itu membuka toga secara terburu-buru saat Yusuf tiba-tiba sudah berada di sebelahnya dan bertanya dengan nada kawatir. "Mbak enggak apa-apa? Muka Mbak pucat."

"Saya sudah lihat dari tadi, memang pucat," sahut Pak Dodi tanpa ditanya. "Yusuf kamu balik aja ke kantor, biar Mbak Wita saya yang antar pulang. Sekalian absenin kami."

Eh? Mata Wita yang sudah berair sontak menatap rekannya dengan kebingungan. Memang dia tau alamat apartemenku?

"Maaf, Pak, tapi, kan, tugas aku yang nganter Mbak Wita." Yusuf tanpa permisi langsung mengambil tas istrinya. "Nanti habis antar, aku balik lagi ke kantor."

Kini, kepala Wita menoleh ke supirnya yang setia dan kernyit bingung terlihat pada keningnya. Eng, kenapa muka Yusuf bergelombang?

"Buat apa balik lagi ke kantor? Udah hampir jam pulang." Bu Fernie tiba-tiba ikut bicara. "Udah betul kok tadi. Biar Pak Dodi aja yang antar Mbak Wita pulang. Kamu absenin mereka. Kamu, kan, masih magang, gaji dipotong kalo absen enggak ada, beda sama Pak Dodi yang udah main komisi."

Wita cepat-cepat menggelengkan kepala ketika sekarang lantai yang dipijaknya pun terasa naik turun.

Pusing.

Mereka lagi ngomongin apa sih, kok enggak kelar-kelar?

"Kalo gitu, aku titip absen aja, Bu," potong Yusuf tiba-tiba. "Tapi, kalo Ibu enggak bisa, enggak apa-apa aku hari ini dianggap enggak masuk."

Mau tidur ....

Wita tidak berniat bergabung dalam pembicaraan. Gadis itu bahkan langsung berjalan pergi tanpa tahu siapa pria yang berhasil memenangkan adu debat, siapa yang absen, siapa yang ngantar, tujuannya hanya satu ... pulang.

*****

Mobil BMW berjalan dalam kecepatan sedang ketika Wita bersandar pada kursi samping supir dengan mata terpejam. Dia mengabaikan sorot cemas Yusuf atau telapak tangan pria itu yang sempat menempel pada keningnya untuk memeriksa suhu.

Miss Lawyer's FAKE Husband: Sekretaris Simpanan Nona PengacaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang