Bab 6

223 36 4
                                    

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Pagi itu, di ruang kerja, Wita mengawali hari dengan mencuri pandang ke arah pria berkemeja hitam lengan panjang yang sibuk mengetik di mejanya sendiri. Yusuf kini sudah beradaptasi dengan tugas yang dia peroleh dan semakin jarang bertanya.

Aman, ya, simpul Wita saat pandangan Yusuf hanya berfokus pada tumpukan kertas di sebelah kanan dan layar laptop di hadapannya. Gadis itu pun menunduk, mengamati layar gawai yang dia genggam di bawah meja.

Sepasang ibu jari gadis yang memadankan blus biru keabu-abuan lengan 3/4 dengan celana panjang kain putih itu bergerak lincah. Dia membaca artikel keenam pada sebuah situs populer sambil menggigit bibir dan mengeluh.

Kenapa banyak banget modelnya?

Ekor mata Wita lagi-lagi refleks melirik ke Yusuf yang seperti belum juga sadar akan aktivitas ilegal yang dilakukan dirinya secara sembunyi-sembunyi. Dia telah menyalakan laptopnya sendiri sebagai kamuflase, meski sedari tadi hanya gambar segitiga yang terlihat melayang dari segala arah, menunggu untuk digunakan.

Wita mencoba peruntungannya dengan menekan situs lain. Namun, kening gadis itu mengerut samar saat melihat beberapa gambar serupa, tetapi tak sama. Dia bahkan menyipitkan mata untuk mencari sepuluh perbedaan dari setiap foto yang ada.

Yang ini, sih, enggak mungkin .... Wita mengeliminasi delapan dari sebelas gambar hingga menyisakan tiga nominator. Jadi, ini yang ma--

"Ma."

Hah?!

Panggilan Yusuf membuat Wita hampir terlonjak dari kursinya sendiri. Dia buru-buru mematikan layar gawai kemudian menatap tajam pria itu dan menyahut galak. "Apa?! Berhenti panggil saya dengan sebutan itu!"

Dia enggak sadar, 'kan? Jantung Wita berdebar was-was. Gadis itu bahkan menelan saliva secara gugup.

Sayang sekali, gerak-gerik ganjil Wita malah mengundang kecurigaan pria itu. Yusuf tidak langsung menjawab dan malah mengamati istrinya dengan sorot kebingungan.

"Ada apa? Jangan panggil-panggil kalo enggak ada perlu," omel Wita saat gadis itu mulai merasa tidak nyaman dengan tatapan menyelidik sekretarisnya. Yusuf bego! Berhenti gangguin, dong!

Kernyit tidak puas terlihat sejenak pada kening Yusuf. Pria itu sepertinya belum dapat menebak kegiatan rahasia yang sedang berlangsung. Namun, dia memutuskan untuk melanjutkan pertanyaannya.

"Ada kasus sengketa hak paten perusahaan. Bu Fernie nanya apa Mama mau ikut atau enggak?"

Dasar bebal! Manggil Mama melulu! Wita melotot kesal, membalas tatapan jenaka pria itu. Capek ngasih taunya!

Bibir Wita sontak terbuka untuk mengeluarkan protes, tetapi dia membatalkannya dan hanya menghela napas. "Memang siapa aja anggota timnya?"

Dibentak juga enggak mempan. Dasar bebal.Yusuf bego! Bego! Bego!

Wita meraih tetikus kemudian menggerakan secara asal. Dia dengan tidak berminat membuka salah satu fail kasus sambil melirik cepat ke suaminya yang terlihat terkejut dengan reaksi gadis itu.

Mata Yusuf mengedip dua kali saat sadar bahwa dia belum menjawab. Pria itu kemudian menunduk untuk membaca catatannya. "Ketua Tim, Bu Fernie, anggota yang sudah bersedia Mbak Agnes dan Pak Gultom, kurang satu orang lagi."

Hmm, dia makin sering disuruh bantuin Bu Fernie, ya.

"Boleh aja," balas Wita sambil membaca ulang kasus lama yang pernah dia tangani satu tahun silam. Seberkas sinar matahari yang berhasil menerobos dari antara horizontal blind kayu sontak menyinari rambutnya yang dicepol rapi. "Kasih aja nanti jadwal rapatnya."

Miss Lawyer's FAKE Husband: Sekretaris Simpanan Nona PengacaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang