Bab 8

146 32 1
                                    

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Lengkingan tawa terdengar bersahut-sahutan dari meja suami sah Wita, di mana pria itu tidak mampu mengendalikan ketiga selirnya saat sang istri sibuk membaca hasil laporan forensik.

Jadi, ada luka lebam di daerah rusuk kanan .... Kening Wita sedikit mengerut ketika mencoba membayangkan kejadian. Tinggi klien hanya se--

"Ya, ampun! Mas Yusuf! Sebentar lagi dong udah bisa PKPA!"

Jeritan riang Ajeng membuat jantung Wita hampir melompat. Gadis itu pun refleks mendesis sinis ke arah ketiga gundik, yang belum juga keluar ruangan, meski waktu istirahat sudah selesai setengah jam silam. "Saya tidak tahu kalo jam istirahat hari ini diperpanjang karena Mas Yusuf lulus sidang skripsi, kapan pengumumannya?"

Wajah Yusuf memucat. Pria itu langsung berdiri sambil merapikan empat dus kosong, bekas nasi kotak, hadiah dari ketiga fans beratnya, yang dibantu oleh Ajeng dan Desi dengan bibir maju beberapa milimeter ke depan.

Bu Ratna yang lebih tua dari keduanya pun ikut berdiri, tetapi hanya untuk berpindah duduk di kursi tamu beroda, berhadapan dengan Wita hingga membuat kening gadis itu mengernyit saat mengamati penampilannya.

Beberapa kerutan terlihat di lokasi-lokasi tertentu akibat perempuan itu memakai kemeja putih dan celana hitam yang terlalu ketat. Wita bahkan tidak kesulitan untuk menebak warna pakaian dalam Bu Ratna yang saat ini mirip zebra betina bersurai cokelat.

"Mbak Wita." Sang zebra tiba-tiba tersenyum dan membuat Wita menatapi perempuan itu dengan sorot curiga.

"Mbak, nanti pas pulang kerja, Yusuf dipinjam dulu, ya. Anak-anak pengen ngajakin dia karokean, ngerayain udah lulus sidang," bisik Bu Ratna sambil menutupi sisi bibir bagian kiri dengan telapak tangan.

Eh? Mata Wita sontak mengedip saat jantungnya berdegup tidak nyaman.

"Kasihan, kan, Mbak, kerja melulu. Biarin senang-senang sesekali," bujuk perempuan bergincu merah terang itu sambil tersenyum merayu. "Anggap aja hadiah dari Mbak, kasih dia libur nyupirin nanti pulang."

Wita pun refleks menoleh ke meja sekretarisnya dan mengamati mereka. Ajeng kini sudah selesai menumpuk kotak bekas nasi, sedangkan Yusuf dan Desi masih melipat kursi untuk dibawa keluar.

Pantas saja dandanan mereka lebih mewah dari biasanya, simpul Wita ketika mengamati anting panjang yang ikut berayun saat Desi merunduk sehingga menampilkan sedikit belahan dada dari sela kerah kemeja biru muda yang dipadu dengan celana kain hitam.

Tatapan Wita kemudian beralih ke Ajeng. Perempuan itu memakai rok hitam ketat dengan kemeja pastel. Dia sepertinya baru mengecat kuku menjadi merah muda, senada dengan warna bibir tipisnya.

Pantas aja hari ini Yusuf betah ngobrol sama mereka.

"Siapa aja memang yang ikut?" tanya Wita dengan nada pelan setelah ketiga sosok lainnya tidak lagi terlihat."

"Banyak, kok, Mbak. Aku, Ajeng, Desi, sama yang lain juga ada." Aroma manis seketika tercium ketika perempuan itu mengibaskan rambut bergelombang sepanjang bahu yang sepertinya baru saja disemir ulang.

Banyak? Kok, nama yang disebut cuma itu-itu aja? Debaran tidak nyaman itu kini membuat Wita sedikit sesak.

Obrolan-obrolan samar dari luar menjadi menjadi satu-satunya suara saat Wita masih juga tidak menjawab. Firasat tidak enak lagi-lagi menyapa gadis itu.

Kalo di kantor aja udah colek-colek, gimana pas di sana?

Akan tetapi, sayang sekali, Bu Ratna yang memang memiliki tekad tidak mulia, kali ini, tidak berniat menyerah. Dia memajukan punggung, memperpendek jarak, untuk berbisik, "Mbak jangan bilang-bilang, ya. Yusuf tadi udah mau diajakin jalan. Dia cuma takut minta izin aja."

Miss Lawyer's FAKE Husband: Sekretaris Simpanan Nona PengacaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang