Bab 12

191 20 0
                                    


Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Diari Kuning,

Hari ini aku ke kamar Kak Ayu.
Kamar Kak Ayu lebih besar dari kamarku.

Tapi, aku enggak cemburu. Karena barang-barang Kak Ayu lebih banyak, kamarnya harus lebih besar.

Kak Ayu suka menggambar. Di dindingnya banyak gambar ditempel.
Tapi, aku takut kalau sendirian di sana. Gambar Kak Ayu seram-seram.
Kak Ayu suka gambar darah.

Tadi, pas aku masuk, Kak Ayu lagi nulis diari. Warna bukunya sama kaya diari aku karena memang Kak Ayu selalu beli kembar. Satu untuk aku, satu untuk Kak Ayu.
Aku penasaran sama isi buku Kak Ayu, karena pas nulis tadi, Kak Ayu nangis.

Tapi, aku enggak boleh lihat, karena kata Kak Ayu buku diari itu pripaci.

Wita

*****

Penampilan Wita hari ini sangat berbeda dari biasanya. Rambut panjang gadis itu dibiarkan terurai dan sebuah masker khusus bedah berwarna hijau sedari tadi dia kenakan untuk menyembunyikan bukti-bukti pelecehan yang terjadi tadi pagi.

Di ruangan yang kini hanya diisi oleh dua orang, Wita mengabaikan sang pelaku kejahatan dan lebih memilih untuk meneruskan pekerjaannya dengan wajah sekecut jeruk asam. Dasar Yusuf bego! Bego! Bego! Bego! Bego! Bego! Bego! ....

Kesepuluh jari Wita mengetik lincah, membuat tabel perbandingan harga cetak dari tiga percetakan terdekat lengkap dengan perbedaan bahan, kualitas cetak, dan jenis mesin cetak mereka.

... Bego! Bego! Bego! Bego! Bego! ....

"Ma."

"Apa?!" salak Wita dengan mata melotot marah. Sudah tiga jam lewat, tetapi sisa kebiruan pada bibir dan kemerahan di leher gadis itu belum juga hilang.

Kilat bersalah terlihat pada mata Yusuf. Pria itu mengusap tengkuk sambil berkata, "Maaf, ya, Ma. Lain kali Papa lebih hati-hati .... "

Hah?!

Wita menarik napas cepat. Mata gadis itu memicing ganas sebelum menjelaskan syarat dan ketentuan yang berlaku menurut dirinya.

"Yusuf, sekali lagi kamu macam-macam, saya akan telepon ibu kamu," ancam Wita dengan nada serius. "Saya akan bilang kalau sudah dua kali kamu membuat saya ditegur petugas keamanan; mengganggu saya setiap rapat; dan membuat saya harus membatalkan pertemuan dengan klien hari ini. Apa kamu paham?"

Wajah Yusuf memucat. Pria itu langsung menunduk dan menyibukkan diri dengan membalik-balik kertas yang ada di atas meja.

Wita mendengkus kesal. Dia menekan tombol enter kemudian melanjutkan ketikan juga omelan dalam hati.

... Bego! Bego! Bego! Bego! ....

Tiga buah ketukan tiba-tiba masuk ke pendengaran sebelum pintu terbuka dan sosok Pak Dodi muncul dari baliknya. Penampilan pria berahang tegas itu sama seperti biasa, rambut disisir ke belakang dan bibirnya tidak alpa melengkungkan senyum.

"Udah mendingan, Mbak?" tanya pengacara itu saat berjalan masuk dan duduk di kursi tamu. Dia dengan sengaja tidak menyapa pria lain yang ada di sana. "Kalau masih enggak enak badan harusnya enggak usah maksain diri."

"Saya udah sehat kok, Pak. Memang kenapa?" jawab Wita dengan ekspresi bertanya-tanya. "Kemarin kecapean aja."

Embusan pendingin ruangan yang terpasang pada dinding di belakang Wita membawa aroma cedar dari pria itu. Pak Dodi menyeringai. Dia melipat kedua lengan di atas meja kemudian bergurau, "Terus buat apa pakai masker, Mbak? Cantiknya jadi ketutup, 'kan?"

Miss Lawyer's FAKE Husband: Sekretaris Simpanan Nona PengacaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang