Bab 4

194 38 3
                                    


Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Langit di luar mulai menggelap. Namun, tamu yang seharusnya sudah pulang dari tadi, kini malah masih sibuk mondar-mandir antara kulkas dan kompor, membantu pemilik tempat itu.

"Rere, kamu harusnya ikut Yusuf dan Keisha ke mini market. Saya bisa masak sendiri," usir Wita halus. Gadis itu sudah kembali segar setelah mandi sore dan rasa canggung ke adik Yusuf sedikit berkurang, mungkin karena Rere sama sekali tidak mempertanyakan sikap anehnya tadi.

Sayang sekali, perempuan ceriwis itu memiliki sifat seperti kakaknya, tidak mempan diusir meski sudah diberitahu secara terang-terangan. Rere malah dengan cekatan mengambil potongan ayam yang baru dikeluarkan Wita dari kulkas dan langsung mencucinya di wastafel. "Ya, ngak boleh gitu, dong, Mbakyu. Masa aku santai-santai, Mbakyu kerja?"

Mata Wita seketika mengedip saat melihat jatah pekerjaannya hilang begitu saja dan lagi-lagi dia mengeluh di dalam hati. Kenapa reseknya persis Yusuf?

Wita menghela napas. Dia kembali membuka pintu kulkas dan berjongkok untuk mengambil bahan-bahan membuat sop. Seledri, wortel, kentang ....

Akan tetapi, belum juga Wita berdiri, Rere yang bahkan belum selesai mencuci ayam dan membiarkan air keran terus mengalir, kini sudah ikut-ikutan berjongkok di sebelah iparnya untuk mengintip isi kulkas. Kening perempuan itu sedikit berkerut dan spontan bertanya, "Ngak ada tempe, Mbakyu?"

Hah? Wita sontak menoleh sambil menggerutu dalam hati. Udah bertamu malah milih-milih makanan? Memangnya ini rumah makan, apa?

Untungnya, belum sempat Wita melontarkan protes, Rere sudah keburu melanjutkan ucapannya. "Mas Yusuf itu suka sekali sama tempe goreng, loh, Mbakyu. Kalo lagi di rumah, dia bisa habis satu papan sendirian, sampe harus kami umpetin kalo habis masak."

Tempe? Ekspresi kesal Wita perlahan menyurut ketika tangan iparnya tanpa permisi ikut membongkar persediaan makanan. Kok, Yusuf enggak pernah bilang?

"Apalagi kalo ada sayur asem, sambal terasi, dan ikan goreng, pasti Mas makannya lahap." Rere dengan seenaknya mengambil bumbu dapur dan terus berceloteh tanpa henti. "Kalo pagi Ibu suka gorengin pisang tanduk. Mas Yusuf juga suka, Mbakyu. Nanti minumnya teh manis atau kopi."

Wita bergeming di tempat. Otak gadis itu kebingungan dengan setumpuk informasi yang diberikan secara cuma-cuma. Namun, sama seperti biasa, belum juga dia berkata-kata, Rere yang menyadari kelalaiannya langsung menumpahkan seluruh bahan bumbu ke pelukan iparnya kemudian berlari ke wastafel sambil berseru panik. "Aduh! Maaf, ya, Mbakyu! Aku lupa lagi nyuci ayam!"

Ceroboh sekali. Kening Wita seketika mengerut ketika pantry bersihnya kini sedikit digenangi air. Gadis itu kemudian menunduk dan mengamati setumpuk bahan-bahan yang belum pernah dia racik secara bersamaan ada di sana. Ini semua digabung?

"Mbakyu, ini kain lap, 'kan? Aku pakai, ya," ucap Rere yang langsung menggunakan kain putih kotak-kotak merah untuk mengeringkan area yang basah.

Wita bangkit berdiri kemudian menutup pintu kulkas. Dia meletakkan bahan-bahan di atas meja pantry tanpa bicara dan berjalan menuju potongan ayam yang masih dilumuri darah untuk melanjutkan pekerjaan iparnya yang jauh dari kata selesai.

"Kita mau buat sop ayam, kan, Mbakyu?" simpul Rere setelah melihat jenis sayuran yang ada di meja. Perempuan itu dengan lancang pun langsung membuat keributan di rak piring untuk mencari panci. "Kalo di rumah, Ibu selalu tambahin sedikit gula. Jadi, rasanya agak manis."

Suara kelontang terdengar memekakkan telinga saat tutup panci besi jatuh ke atas lantai dan membuat kerutan pada kening Wita semakin menjadi-jadi saat benda itu menggelinding dan terus berputar hingga tewas tengkurap di dekat kakinya.

Miss Lawyer's FAKE Husband: Sekretaris Simpanan Nona PengacaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang