3

4.8K 162 1
                                    

Sembari mengemudikan stir mobilnya, sesekali Felicia bersenandung. Mengikuti lirik lagu yang ia putar demi menemani perjalanannya malam ini. Dia baru pulang dari rumah sakit dan sekarang sudah pukul sembilan malam.

Jalanan memang lumayan lenggang. Tidak macet seperti biasa saat Felicia pulang pukul tujuh malam. Biasanya dia akan terjebak macet. Felicia melirik kaca spion. Memutar stir saat yakin jika tidak ada mobil di belakangnya. Baru saja hendak menginjak gas lebih dalam. Felicia seketika memekik saat tiba-tiba dari arah depan muncul mobil tiba-tiba. Mobil itu cukup lumayan kencang hingga Felicia yakin jika kap depannya pasti rusak atau bahkan rusak.

Felicia memegang stir kemudi dengan kuat. Berusaha mereda debar jantungnya yang mendadak hampir turun hingga kelambung. Belum cukup di sana keterkejutan Felicia, dia kembali di kejutkan dengan bunyi kelakson yang memekakkan telinga.

Lama bunyi kelakson itu terdegar. Hingga suara berisik pun ikut terdengar di belakang mobil itu. Membuat Felicia pun segera turun dari mobil dan menutup pintu mobil kuat. Dengan tergesa dia pun melangkah ke arah mobil yang benar-benar membuat Felicia kesal karna kap mobilnya benar-benar rusak. Semua itu karna ulah mobil yang dengan tidak punya aturan menabraknya.

"Heh! Keluar!" Tegur Felicia. Menggedor pintu mobil di depannya kasar hingga kaca mobil di depannya itu pun terbuka. Terlihat siapa sosok manusia yang membuat darah Felicia kian terasa mendidih.

"Lo!" Tunjuk Felicia tepat di depan wajah pria-yang demi Tuhan. Apa dunia ini sangat sempit hingga membuat dia harus bertemu dengan pria ini?

"Kamu kenal saya?"

Seakan tersadar. "Lo yang nambrak mobil gue!"

Satu alis pria itu terangkat tinggi. Lalu. "Kamu yang salah tapi malah menyalahkan saya?" Tanya pria itu yang seketika semakin mematik api emosi Felicia.

"Turun lo!"

"Dengar, Nona! Jangan salahkan saya jika mobil kamu hancur. Salakan kebodohanmu yang tidak menghidupkan lampu sein saat hendak berbelok."

"Apa lo bilang?!"

Gerakan dagu yang tapang angkuh itu membuat Felicia menoleh. Dan... benar saja. Mobilnya tidak menghidupkan lampu sein.

"Jadi, Nona. Tahu dimana kesalahanmu bukan?"

Kembali menoleh ke depan. Felicia hendak mengomel saat dengan santai mobil itu berlalu. Ada lemparah uang dari pria itu yang di lemparkan dengan kasarnya ke hadapan Felicia. Yang seketika membuat Felicia serasa ingin menelan orang hidup-hidup. Terutama saat dengan tidak sopannya pria itu melemparnya dengan uang ratusan ribuan. Membuat Felicia mengepalkan tangannya erat. Jangan lupakan juga bagaimana seringai pria itu yang terukir lebar. Tampak puas saat menemukan wajah Felicia yang kini sudah memerah padam.

Demi Tuhan, Felicia sangat membenci pria itu!

***


Felicia menatap pantulan dirinya di depan cermin. Tampak puas dengan ndandanannya yang malam ini tampak cantik. Felicia tidak akan berbohong jika dia tidak sabar untuk bertemu dengan Arnanda. Pria yang selama seminggu ini sering diam-diam Felicia amati dari jauh.

Dia hanya ingin memastikan. Ingin menyakinkan jika nanti dia tidak akan menyesal jika harus menikah dengan pria yang akan di jodohkan dengannya itu. Dan selama hampir seminggu mengamati, ternyata tidak ada yang mengecewakan dari pria itu. Pria yang akan menikah dengannya itu ternyata sangat baik dan dermawan. Pria itu bahkan berhasil membuat Felicia tidak menolak dan pasrah saja saat mamanya terus mendesaknya untuk segera mempersiapkan pernikahan.

Dia bahkan ikut memilih EO untuk acara pernikahannya nanti. Satu hal yang membuat mamanya semakin semangat seketika. Mamanya bahkan selalu mewanti-wantinya untuk terlihat cantik malam ini. Yang tentu saja akan Felicia lakukan malam ini.

Meski mereka hanya makan malam sekaligus lamaran keluarga. Belum di resmikan secara besar-besaran. Namun Felicia tidak akan membuang-buang kesempatan. Dia akan membuat pria yang akan menikah dengannya itu terpesona dan tidak akan menyesal karna menikah dengannya. Walau lewat jalur perjodohan.

Memikirkan perjodohan, haruskan Felicia bersyukur lantaran tidak sampai berjodoh dengan pria itu? Pria yang benar-benar memiliki tempramental buruk. Mengingat pria itu, mendadak Felica sangat kesal dan jengkel. Lihat saja, jika bertemu dengan pria itu lagi, Felicia akan membuat perhitungan pada pria itu.

Masih teringat jelas bagaimana saat itu Felicia sangat malu. Dan karna pria itu juga, sekarang mobil Felicia pun berada di bengkel. Dan dia harus naik taksi jika ingin pergi ke mana-mana. Benar-benar sangat menjengkelkan.

"Fel, udah siap belum?"

Felicia menoleh begitu mendengar teguran ibunya dari pintu. Tersenyum, dia pun mengangguk dan berbalik. Membiarkan mamanya menatapnya secara langsung. dan menilai ndandanannya malam ini. Yang secara khusus dia berndandan sedari sore.

"Gimana, Ma? Cantik nggak?" Tanyanya. Yang langsung membuat mamanya memekik semangat dengan kepala mengangguk cepat.

"Cantik banget sih anak mama?"

Felicia ikut tersenyum lebar mendengar pujian mamanya itu. Tak menolak saat mamanya itu menarik tangannya dan mengangkatnya. Meremas telapak tangannya lembut. Terlihat sekali jika mamanya itu tampak begitu senang dengan ndadanannya kali ini.

"Mama senang?"

"Oh, jelas."

Felicia pun terkekeh mendengar ucapan itu. Tak urung dia balik meremas tangan mamanya itu.

"Mama harap kamu akan selalu bahagia, Sayang. Dan mama percaya, kamu pasti sudah mencari tahu tentang calon suami kamu itu, kan?"

"Dia..." Felicia menggigit ujung bibirnya lembut. "Terlihat baik." Ragu ia mengucapkan itu. Yang dibalas mamanya dengan senyum senang.

"Papamu nggak mungkin memberikan putri kesayangannya ini pada pria yang nggak baik, kan?"

Felicia mengangguk setuju. Ya, dia percaya pada papanya itu. Dan berharap jika dia akan benar-benar bahagia seperti apa yang ia mimpikan selama ini.

"Sekarang kita keluar. Mama yakin para tamu kita itu pasti sudah datang. Kamu juga pasti udah nggak sabar buat ketemu calon mantu mama, kan? Ayo, kita keluar sekarang."

Felicia hanya tersenyum, lalu menurut saat mamanya menariknya keluar kamar. Benar saja, suara seseorang yang saling timpa-tindih dengan suara yang terdengar begitu seru langsung masuk ke indra pendengarannya. Yang seketika membuat jantung Felicia pun berdebar tak karuan.

Senyum Felicia masih terukir menghiasi bibirnya. Pun saat ia berada di depan satu pria yang kini memunggunginya. Hanya papa dan om Bram lah yang kini menghadap ke arahnya.

"Nah, ini dia putri Om."

Pria itu berbalik-yang seketika menyurutkan senyum Felicia. Bukan hanya senyumnya yang surut. Tapi detak jantungnya bahkan terasa berhenti berdetak begitu melihat siapa orang yang kini membalik tubuhnya dan menatapnya lurus. Jangan lupakan bagaimana pria itu menatapnya dari atas hingga bawah-dengan pandangan menilai bercampur ... tidak tertarik? Yang seketika membuat dunia Feli yang aman dan terasa nyaman lnyap. Terganti dengan segala ketakutan dan segala macam hal yang mengerikan. Yang seketika membuat kepala Felicia terasa pusing sebelum berangsur-angsur pandangannya menggelap.

Demi Tuhan, Felicia ingin mati saja saat ini. Kenapa pula yang berdiri di depannya ini pria gila itu? Bukan Arnanda?

"Feli?"

Pekikkan mamanya itu adalah hal terakhir sebelum kesadaran Feli benar-benar hilang.

****

Hanya Tentang Waktu (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang