Rumah Mahesa.
Pertengahan Juni, 2010.
Kedewasaan itu bukan tentang usia. Benarkah itu? Tentu saja benar. Terkadang seseorang harus dipaksa dewasa karena suatu keadaan yang terjadi kepadanya.
Tidak sedikit orang yang bilang kalau gua itu dewasa dalam menyikapi suatu hal. Padahal yang sebenarnya gua bukan dewasa, tapi gua terbiasa.
"Esa bantuin Mbok cuci piring gih, kamu dari tadi diem aja." Esa itu gua, Mahesa Aldebaran. Mami selalu panggil gua Esa. Jelek banget, sama Kakak bilangnya Kakak, sama Adik juga bilangnya Adik.
"Kakak juga diem sama kaya Mahesa." Mami itu selalu nyuruh-nyuruh gua. Sebenernya nggak cuman Mami, Papi sama Kakak juga sama, harapan Mahesa itu cuman Adik, Adik baik-baik ya sama Abang.
"Kakak itu lagi jagain Adik kamu." Jagain? Kakak dari tadi main vs. Sendiri, nggak ngajakin Mahesa. Kakak nggak suka main sama Mahesa.
"Udah sana lu bantuin Mbok." Kakak nyuruhnya sambil nendang-nendang.
"Iya, iya, Mahesa bantuin Mbok." Sebenernya gua nggak mau, tapi dari pada nanti dipukulin Mami, yaudahlah.
"Mbok, Mahesa mau bantu." Mbok itu pembantu dirumah Mahesa.
"Tuh kamu cuci piring sana, Mbok mau masak. Awas aja kalau sampai piringnya pecah lagi."
Kemaren Mahesa bantuin Mbok, Sama Mbok disuruh cuci piring. Cuci piring harus pakai sabun, jadinya tangan Mahesa licin. Piring yang Mahesa pegang jatuh, piringnya pecah. Mahesa di marahin deh sama Mbok, telinga Mahesa dijewer sama kaki Mahesa dipukul pake sapu.
Rumah Mahesa.
Pertengahan Juni, 2016.
Sekarang Adik udah sekolah. Gua udah masuk SMA dan Kakak udah kuliah semester 3, Mami sama Papi masih kerja.
Tadi sore, gua lagi ngerjain tugas di halaman belakang rumah gua, tugas kelompok yang harus gua selesain besok. Gatau kenapa adik nggak mau diem, udah gua bilang 'Adik diem Abang lagi belajar.' Tapi Adik tetep nggak mau diem.
Kakak juga malah diem aja waktu Adik nakal, main-main dipinggir kolam, gua takutnya Adik jatuh.
"Kak bantuin jaga Adik dulu dong, tanggung nih bentar lagi selesai." Denger gua ngomong gitu baru deh Kakak nge-iyain apa yang gua bilang. Yah, walaupun cuman bilang 'hmmm' gitu doang.
Gua nggak tau pasti gimana kejadiannya karena gua fokus ke tugas. Tapi, tiba-tiba dua denger suara orang jatuh ke kolam, iya Adik jatuh. Kakak diem aja fokus sama handphonenya. Gua mah udah panik liat Adik kayak gitu. Sialnya Mami sama Papi juga pulang ngeliat Adik yang jatuh.
"Tadi Kakak udah bilangkan, jagain dulu Adiknya, Kakak lagi ngerjain tugas kuliah." Kakak marah-marah ke gua depan Mami sama Papi.
Kalian jangan khawatir ya, yang kayak gini udah sering terjadi. Jadinya gua udah biasa, doain aja biar hukumannya nggak terlalu berat.
Dan sekarang gua lagi ngejalanin hukumannya. Nggak dikasih makan malam dan nggak boleh keluar kamar. Sialnya, dari pagi gua belum makan karena fokus ke tugas gua yang harus dikumpulin besok.
Gua juga sempet cerita ke anak-anak soal kejadian Adik tadi, dan sekarang gua juga yang harus repot bantuin si Rehan buat naik ke kamar gua.
Dulu gua selalu ngeluhin Gazebo yang di taman belakang karena bangunannya ngehalangin pemandangan. Tapi sekarang, gua malah bersyukur karena gazebo itu jadi akses buat si Rehan naik ke kamar gua.
"Lu kera ya." Gua ketawain Rehan yang baru aja masuk ke kamar gua.
"Bukanya makasih lu malah ngetawain gua." Rehan ngasih gua kotak makan.
"Tadi kita lagi dirumah si Jefry waktu lu chat digrup, kebetulan banget si Ziyad lagi masak, jadi dia nyuruh gua buat anterin makanan ini ke lu."
"Bilangin makasih ya sama Ziyad."
"Ke Ziyad aja lu makasih."
"Iya lu juga, makasih ya." Rehan ngangguk.
"Tugas kita gimana?" Rehan nanya sambil ngerebahin dirinya dikasur gua.
"Udah selesai."
"Bagus deh."
"Iya, karena kalau nggak selesai nanti tuan raja ngambek." Rehan ketawa lagi waktu gua bilang Cakra itu tuan raja.
Rumah Jefry.
Akhir November, 2018.
"Kata gua juga apa, belajar biar nggak dongo." Haikal lagi debat tuh sama Jihan, perkara Jihan ngeluhin kisi-kisi buat ujian yang keliatannya susah.
"Emang lu bisa?"
"Seenggaknya gua nggak ngeluh." Denger Haikal ngomong gitu, Ziyad nampol belakang kepalanya.
"Apa, mau marah lu?" Kita yang disana ngetawain Haikal yang nggak bisa bales omongan Ziyad.
"Lu belain aja trus tuh bocah."
"Pasti."
"Kenapa si?"
"Ya, karena lu gangguin dia."
"Kan cuman bercanda."
"Bodo."
"Udah apasi gua leper nih." Rehan ngewakilin gua banget lagi.
"Masak mie aja gih, gua mau keluar." Ziyad ngomong gitu karena emang biasanya dia yang suka masak.
"Mau kemana?" Jihan nanya penasaran, sebenernya gua juga penasaran karena akhir-akhir ini Ziyad selalu keluar sendirian.
"Apotik."
"Siapa yang sakit?" Jefry yang baru dateng jemput Angge sekolah juga ikutan nanya.
"Gua sakit perut." Ziyad jawab sambil ngerentangin tangannya biar Angge bisa peluk dia.
"Kak Ziyad nggak papa." Ziyad nganggukin kepalanya.
"Tadi katanya sakit perut."
"Kak Ziyad doyan pedes makanya sakit perut."
"Beneran nggak papa?"
"Nggak papa kok."
"Kak Ziyad mau beli obat ya." Ziyad ngangguk.
"Suruh kak Ikal beli aja, Angge mau main sama Kakak." Ziyad terkekeh.
"Kakak harus milih-milih obatnya, kalau Kakak nyuruh Kak Ikal nanti Kakak di kasih racun sama dia." Canda Ziyad.
"Gua aja terus."
To be continue....
Hallo Readers, bagaimana kabarnya?
Mukin beberapa dari kalian kebingungan kenapa saya selalu menggunakan waktu dan tempat disetiap perpindahan scane.
Itu semua agar kalian bisa tahu masalalu dan masa kini disetiap adegan yang ada, cerita ini berlatarkan waktu ditahun 2018. Dan, ditahun-tahun sebelumnya itu untuk masalalu para tokoh.
Apa kalian mengerti?
Baiklah sampai bertemu dichapter selanjutnya.
Love you all❤️.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Memories
Teen Fiction"Beban laki-laki itu berat dan nggak akan pernah habis, lelaki memang tidak merasakan sakitnya melahirkan tapi dibalik itu ada ribuan beban dipundaknya". "Laki-laki itu cenderung sering menyembunyikan apa yang dia rasakan, akibatnya beban itu terus...
