Chapter 12 : Ziyad Fathian Bagaskara

4 3 0
                                    

Rumah Nenek.
Pertengahan Desember, 2018.

Pagi ini sama seperti pagi biasanya, bangun pagi, mandi, bangunin Rehan, lalu turun buat bantuin Nenek masak.

"Pagi Nek." Wanita paruh baya yang selalu gua panggil nenek itu, tersenyum mendengar sapaan yang keluar dari mulut gua.

"Ziyad bantu ya." Tanpa menunggu jawaban darinya, gua langsung ngebantu nenek buat nyiapin makanan.

"Gmana, sebentar lagi Jihan ulang tahun, kamu ada rencana apa." Nenek itu selain deket sama gua da Rehan, dia juga deket sama temen-temen gua yang lainya.

"Ziyad udah ada rencana si nek, tinggal ngomong sama anak-anak yang lain, mereka bakal setuju atau nggak ya."

"Rencana apa?" Rehan berjalan menuruni tangga dengan pakaian sekolahnya.

"Re, baju lu pake yang bener napa." Gua selalu kesel liat Rehan yang kalau pakai seragam sekolah nggak pernah rapih.

"Ini juga bener." Jawab Rehan.

"Bajunya masukin kedalem Rehan." Gua liat Rehan dengan terpaksa merapihkan seragamnya.

"Jadi, apa rencana lu buat ultah Jihan."

"Bantuin gua siapin peralatan makan buat kita makan." Di rumah ini ada satu pembantu yang tugasnya cuman beres-beres rumah, dan nyuci pakaian kita.

Soal masak, gua sama nenek yang selalu melakukanya. Nenek bilang masakan sendiri rasanya lebih enak dari pada buatan orang lain.

Dan gua setuju dengan apa yang nenek katakan.

SMAN Jaya Angkasa.
Pertengahan Desember, 2018.

"Jadi gimana?" Rehan terus bertanya soal rencana gua buat nyiapin acara ulang tahun Jihan.

"Nanti gua jelasin Rehan."

"Dari tadi lu bilang nanti-nanti mulu."

"Iya Rehan, maksud gua nantinya itu barengan sama temen-temen yang lain."

"Yaudah si spoiler dikit ke gua."

"Oi." Teriakan yang bikin gendang telinga gua berdengung.

"Masih pagi gua lagi gamau marah-marah." Gua bilang gitu tapi Rehan keburu nampol belakang kepala Cakra.

"Sakit Re." Keluh Cakra.

"Ya sama, gendang telinga gua juga sakit."

"Masih pagi lupada udah berantem aja." Kita bertiga reflek nengok ke arah belakang waktu denger suara Mahesa.

Mahesa, Haikal dan Jefry.

"Tumben lu pada kesiangan."

"Bukan kita yang kesiangan tapi lu berdua yang kepagian." Haikal menanggapi ucapan Rehan.

"Nah, cuman Jihan yang belum nyampekan." Kita semua ngangguk waktu Haikal ngomong gitu. "Gimana, udah ada rencana buat birthday party dia?" Lanjutnya bertanya.

"Gua mau, orang yang ngerayain ultah Jihan yang ke-17 itu cuman kita ber 6, kita sewa vila dan selama 24 jam kita bikin pesta di vila itu gimana?"

"Kayaknya gua ga setuju deh sama ide lu Jef." Ide Jefry nggak disetujui Cakra.

"Tahun lalu kita bikin yang kayak gitu juga buat Haikal." Mahesa juga nggak setuju dengan usul dari Jefry.

"Nah Ziyad, tadi lu bilang lu punya rencana buat ultah Jihan." Mendengar apa yang Rehan katakan, gua langsung jadi pusat perhatian temen-temen gua.

"Gua ragu rencana ini bakalan berhasil, konsepna nggak jauh beda sama konsep Jefry, kita sewa vila buat 2 hari, 1 hari penuh buat kita siapin semuanya, kita hiasi vila itu sebaik mungkin. Siangnya kita rayain, gua mau semua orang datang pada saat siang hari, seperti kita, temen sekelas kita, ataupun pacar Jihan."

"Apa Jihan punya pacar." Kaget Haikal memotong apa yang sedang gua jelaskan.

"Gua belum tau, tapi Rehan curiga."

"Udah lanjutin."

"Acara yang kita adain selesai di sore hari, malamnya gua mau Tante Ratna dan Om Dion yang ngerayain ultah Jihan tanpa ada kita semua." Semua terdiam setelah mendengar apa yang gua katakan.

"Gua akui ide lu bagus Ziyad, cuman ya-."

"Mustahil." Haikal memotong ucapan Rehan.

"Gua tau ini baklan sulit, tapi apa salahnya kalau kita coba." Gua berusaha meyakinkan mereka semua.

"Harapan lu terlalu tinggi Ziyad."

"Cakra, ayolah kita pasti bisa."

"Ziyad, gua tau lu pengen bikin Jihan bahagian tapi hal ini bener-bener mustahil."

"Jefry, kalau kita berusaha gada yang mustahil."

"Gua setuju apa kata Ziyad, kita bakalan coba rencana ziyad, kalau kita gagal dalam waktu 1 Minggu ini kita pake rencana Jefry."

Rumah Jihan.
Pertengahan Desember, 2018.

Ini udah setengah Jam sejak gua sampai di rumah Jihan, mungkin lebih dari 10 kali gua menekan bel rumah Jihan.

"Astaga ni bocah kemana ya." Hari ini Jihan tidak masuk sekolah, terlebih dari kamarin Jihan tidak ada kabar sama sekali.

"Apa gada orang dirumah, tapi kalau ga dirumah Jihan kemana? Apa ke rumah cewenya?" Gua bergumam sendirian di halaman rumah Jihan. 

"Hei de." De, de, de, de, lu pikir gua adik lu.

"Iya Bu kenapa ya."

"Temennya den Jihan ya." Gua cuman ngangguk saat orang yang sedang membersihkan sampah dirumah Jihan itu bertanya.

"Maaf de, tapi tadi sebelum adeknya dateng rumah ini kedengarannya rame, begitu adeknya dateng jadi sepi gada suara."

"Rame." Beo gua.

"Rame gimana bu?"

"Kayak orang yang lagi berantem de, ibu juga denger denger Jihan teriak tadi."

"Teriak." Lagi-lagi gua membeo.

"Yaudah Bu, makasih ya."

"Jie, lu didalem kan?" Tidak ada jawaban.

"Jie, jangan bikin gua khawatir." Mungkin kalau Alea melihat gua yang seperti ini dia bakalan lebih yakin kalau gua gay.

"Jihan jawab gua." Setelah gua teriak, suara pecahan kaca terdengar dari lantai 2.

"Jihan." Tanpa fikir panjang gua berusaha mendobrak pintu rumah Jihan. Berharap semoga apa yang gua denger itu salah. Semoga Jihan hanyalah sedang tertidur.

Setelah berhasil mendobrak pintu, gua nggak lihat apapun disana, rumah Jihan ini kosong.

"Jie, lu dimana?" Berusaha mencari-cari dimana Jihan berada.

Menyusuri tangga, sampai pada akhirnya gua berada didepan pintu kamar Jihan.

Mencoba mengetuk pintu. *Tok* *Tok* *Tok*

"Jihan, lu di dalam?" Gua terlalu takut untuk masuk.

Takut sesuatu yang buruk terjadi kepada Jihan.



































To be continue...

Huhu... Saya jadi tidak sabar dengan acara ulangtahun Jihan.

Readers, terimakasih telah bertahan sampai sejauh ini, ini bahkan belum sampai ditengah-tengah, semoga kalian bisa bertahan sampai akhir cerita ya.

Saya mencintai kalian semua❤️.

The MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang