07

57 3 0
                                    

Happy reading ✨

Semoga kalian suka ya sama cerita author yang ini, buat yang baca sama vote terimakasih banyak ya ♡.
Buat yang baca tapi ga vote, vote dong hehe maksa nih, satu vote dari kalian sangat berharga tau bagi author. Jangan jadi pembaca gelap ya.

Kalau boleh jangan lupa komen juga ya.

Jangan lupa vote ya teman-teman terimakasih 🤍.

"Aji!" seru Fiki menghampiri Fajri yang sedang berjalan menuju perpustakaan.

Fajri kemudian menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Fiki.
Seraya menaikkan satu alisnya, seakan bertanya 'kenapa?'.

"Ji, nongkrong yuk?" Ujar Fiki.

Fajri menghela nafasnya kemudian tersenyum kecut ke arah Fiki.
"Fik, sorry banget ya gue gak bisa" ujar Fajri penuh sesal.

"Kenapa gak bisa? Bukannya sebelumnya kita juga sering nongkrong gini?" Tanya Fiki heran.

"Gue harus pulang lebih awal Fik, soalnya gue ikut olim matematika bulan depan jadi mama sama papa gue nyuruh gue untuk les" ujar Fajri dengan senyumnya, agar Fiki tidak merasa khawatir dengan dirinya.

Fiki yang mendengar itu menganggukkan kepalanya, paham dengan maksud Fajri.
"Ji, Lo gak papa?" Tanya Fiki seraya menepuk pundak Fajri pelan.

Fajri tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.
"Gue gak papa, gue baik-baik aja kok tenang aja" ujarnya disertai dengan kekehan pelan.

Fiki yang mendengar itu hanya bisa menganggukkan kepalanya, tidak enak rasanya memaksa Fajri untuk bercerita sekarang. Sejujurnya Fiki merasa kasian dengan nasib Fajri yang harus di paksa menjadi sempurna oleh orang tuanya terutama dalam bidang akademik.
Fiki tau jika Fajri melakukan itu hanya demi membanggakan kedua orangtuanya, tetapi tidak kah bisa orang tua Fajri melihat apa yang menjadi hobi anaknya dan melihat seberapa pintar dia bermain basket.

Padahal untuk terlihat sempurna tidak harus dalam bidang akademik saja tetapi bisa juga non-akademik, apakah orang tua Fajri tidak berfikir sedemikian rupa? Tidakkah mereka tau bahwa anaknya menjalani semua olimpiade yang ada di sekolah dengan terpaksa? Sungguh Fiki merasa bingung dengan kedua orang tua Fajri.

"Yaudah kalau gitu, gue kesan dulu ya" ujar Fiki.

Fajri menganggukkan kepalanya serta menaikan satu jempolnya. Setelah itu Fiki benar-benar pergi dari hadapannya.

"Gue juga mau bebas kaya mereka, gue bukan robot pencetak piagam dan penghargaan. Gue capek" Guam Fajri. Yang masih berdiri disana.

Reynaldi yang melihat Fajri sedang melamun kemudian menghampiri Fajri, dan menepuk pelan punggung Fajri.
"Bang" panggil Reynaldi.

Fajri yang merasa dipanggil kemudian menoleh ke arah Reynaldi.
"Kenapa? Lo udah mau pulang?"

"Iya bang, gue tadi rencananya mau langsung ke parkir aja setelah itu baru ngabarin Lo. Tapi setelah gue liat Lo ngelamunnya sendirian disini gue langsung nyamperin Lo kesini. Lo oke kan bang?" Tanya Reynaldi pelan di akhir kalimatnya.

Fajri tersenyum samar mendengar ucapan dari sepupunya itu.
"Gue oke kok, Lo tentang aja. Yaudah kita balik sekarang" ujar Fajri kemudian berjalan lebih dahulu di depan Reynaldi.

Reynaldi yang melihat itu kemudian menyusul langkah kakak sepupunya itu.

–——————

"Bang, gue denger Lo mau ikut olim matematika yang bulan depan ya,?" tanya Reynaldi, mencoba memecahkan keheningan yang terjadi di dalam mobil tersebut.

Fajri yang mendengar pertanyaan dari Reynaldi hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya sebagai respon.

"Bang, Lo keren tau gak bisa ikut olimpiade kaya gitu, pasti Tante sama Om bangga banget punya anak yang berprestasi kaya Lo. Lo juga keren tau gak bang, padahal diluar sana banyak anak muda seusia Lo malas-malasan buat belajar, lah Lo malah ikut olimpiade dan selalu menang, gue sebagai adik sepupu Lo bangga banget ngeliatnya" ujar Reynaldi berdecak kagum dengan prestasi yang dimiliki Kaka sepupunya ini.
Bagaimana ia tidak kagum melihat banyaknya mendali, penghargaan, dan piagam yang terpampang jelas di lemari kaca ruang tengah rumah Fajri.

Fajri yang mendengar itu menoleh sebentar ke arah Reynaldi, dilihatnya Adik sepupunya itu seperti menatap dirinya dengan kagum dan bangga.
"Semua gak seindah itu Rey, gue terpaksa bukan karena kemauan gue. Mama sama papa belum bangga sama pencapaian gue Rey, mereka masih merasa kurang dengan apa yang udah gue dapetin selama ini. Mereka masih nuntut gue Rey" batin Reynaldi.

"Yah, malah bengong Lo bang" ujar Reynaldi.
Yang berhasil membuyarkan lamunan Fajri.

"Sorry, semua orang juga bisa kaya gue Rey. Asalkan mereka mau mencoba, dan senang akan apa yang dilakukan itu" ujar Fajri.
Biarlah kali ini ia berbohong dengan sepupunya itu, jika dia mengatakan senang melakukan hal ini.

"Nah ini! Makanya bang jarang ada orang yang seneng belajar kaya Lo. Kebanyakan dari mereka lebih suka nongkrong dan main di luar sama temen-temennya. Pasti Om sama Tante bangga banget punya anak kaya Lo" ujar Reynaldi.

Fajri yang kembali mendengar kata 'Om dan Tante pasti bangga' hanya bisa tersenyum kecut. Andai sepupunya ini tau apa yang terjadi apa masi mungkin dia akan berkata sedemikian rupa?
"Iya, mama sama papa bangga sama gue" ujarnya disertai dengan senyuman yang ia paksa itu.

"Tuh kan gue bilang juga apa mereka pasti bangga" ujar Reynaldi lagi.

Fajri yang mendengar itu hanya tersenyum getir, tanpa menjawab ucapan Reynaldi lagi.

"Terhitung di hari ini gue udah banyak banget bohong sama Lo Rey, maafin gue ya? Gue gak bermaksud untuk bohong kaya gini ke Lo. Tapi mau gimana lagi gue juga gak mau Lo mikir yang enggak-enggak soal mama sama papa" batin Fajri menatap sekilas ke arah Reynaldi.

———————

Hallo, udah lama banget ya author gak up? Maaf banget ya, soalnya kemarin-kemarin tuh kaya sibuk banget rasanya jadi ya gak sempet buat nulis. Terus juga sempet lupa sama alurnya 😭, alhasil author baca ulang dulu cerita ini😭 maaf banget yaa!

Jangan lupa vote sama komen yaa🤎

See you next chapter!✨

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FAJRI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang