Chapter 003.

422 70 9
                                    

Warning; gxg content! bahasa non baku and toxic! also the typos everywhere!













































































































003; Lots of Drama.

Waktu senggang mata pelajaran adalah anugerah terbaik yang selalu dinantikan, apalagi bagi siswa yang menghadapi tahun terakhir mereka di sekolah menengah atas; pusing memikirkan kelanjutan pendidikan yang harus ditempuh lagi nantinya.

Tidak terkecuali, sosok Wigan Purnaman juga ikut merasakan tekanan berat; mulai dari akademik sampai kepada urusan organisasi tempatnya bernaung, dua hal tersebut dibuatnya berjalan bersama.

Akhir kepengurusannya sebagai seorang wakil ketua OSIS sudah dekat, tertinggal ada sekitar dua program kerja yang harus mereka laksakan sebelum menjadi demisioner dan digantikan oleh calon pengurus —adik kelas yang sudah lulus LDK— nantinya.

Riuh meriah terdengar di kelas MIPA 1 begitu mendapatkan info bahwa guru mata pelajaran bahasa Indonesia mereka berhalangan hadir, hanya mendapat penugasan mandiri untuk menyusun demo surat lamaran kerja. Wigan mendengus mendengarnya, batinnya mencebik; dia yakin pasti bahwa gurunya itu sedang mengikuti turnamen badminton lagi, bukan asal menuduh, tetapi pasti status whatsapp pengajarnya akan berisi potret hadiah dari hasil kemenangannya. Sudah Wigan hafal mati.

Dia mendengus karena diberitahu mendadak, dimana kelas bahasa Indonesia telah lewat satu jam yang lalu dan kini waktu tersisa hanya berkisar empat puluh menit. Benar-benar pengajar lawak itu menguji kesabarannya.

Tidak mau ambil pusing, Purnaman sigap mengerjakan penugasan mandiri itu; tak mau menumpuk pekerjaan, takut terbiasa dan berujung kacau nantinya.

Selang tiga puluh menit lebih, dia berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik; memastikan struktur dan unsurnya sudah terpenuhi, memperhatikan setiap penggunaan tanda baca dan posisi huruf kapital serta penempatan tanda tangan, tidak lupa dengan penulisan contoh gelar kelulusan. Aih, batinnya puas, percaya diri akan mendapat nilai sempurna. Dia segera menyerahkan tugasnya kepada sekretaris kelas yang diembani tugas untuk menyatukan seluruh tugas mereka.

"Seperti biasa, sepuh gak ada lawan memang. Gue liat dikit yah gan?"

Wigan tersenyum malas main-main, "Gue bilang enggak juga, bakal tetap lo liatin dah"

Sekretaris itu terbahak, tidak salah juga ucapan wakil ketos itu, mereka berteman akrab saling tahu kebiasaan masing-masing.

"Aww, jadi sayang sama Wigan deh, sini cium" Jiwa —sekretaris itu— berkata main-main yang mana direspon jijik oleh surai pendek.

Tak lama, dialog mereka berdua terdistraksi oleh suara bass yang memanggil wakil ketua itu. Sosok laki-laki setengah tinggi dari sekbid 4, Marvel, nampak berdiri di depan mulut pintu kelas miliknya; segera Wigan berpamit kepada Jiwa, kemudian menghampiri laki-laki itu setelahnya.

Menilik rupa rekan organisasinya yang nampak cemas; Wigan berkerut heran, tidak biasanya anak laki-laki playful dan narsis itu menunjukkan ekspresi tidak mengenakkan.

"Kenapa vel? Ada masalah?" tanyanya segera, tipikal dirinya sekali.

Marvel menunjukkan air muka gundah, "Itu, lo free kan? Duh, ini urgent banget, Jani ribut bareng Nazran di bawah."

"Hampir tonjok-tonjokan, gue sama yang lain udah berusaha tenangin, tapi gak ada yang mau ngalah," imbuhnya lagi ditambah tampang melas mengenaskan.

Bungsu bersurai pendek itu mendengus, batinnya bergemuruh; mengapa tidak pernah ada hari dimana dirinya bisa tenang dan terhindar dari keributan orang-orang. Sepertinya dia salah menilai organisasi intra sekolah ini, suka dan dukanya ada, tetapi duka terasa lebih banyak adanya.

PassionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang