Chapter 007.

363 44 9
                                    

Warning; gxg content! bahasa non baku and toxic! also the typos everywhere!


























































































































































































































































Chapter 007; ???.

"Anjir! Woi, pipi lo kenapa hahaha!"

Tawa mengejek menggelegar di sekitar kuping perempuan bersurai pendek; dia memegangi area mukanya yang sempat ditampar. Wigan – yang rapi dalam balutan almamater – menatap sang pengejek, tidak lain dan tidak bukan adalah Arjuna Renjani, dalang dibalik semua akibat ini.

Wakil ketua ini tidak menunggu waktu lama, dia mendamprat rupawan si Renjani sebab terlanjur kesal, "Gara-gara lo semua ini, sialan!"

"Aduh, aduh! Sakit monyet, kekerasan mulu lo," keluh perempuan maskulin; namun, tidak dihiraukan oleh Wigan.

Renjani mengelus sisi bahunya setelah waketos itu berhenti menyerang; dia mengernyit, "Salah gue apaan, anjing."

Agaknya betul juga pernyataan perempuan itu, akan tetapi Wigan yang kepalang kesal [sebab kesalahannya sendiri] harus melampiaskan hal ini kepada sahabatnya; andaikata dia tidak mengikuti narasi ataupun nasihat ampas sahabatnya itu, ugh!

"Gue di tampar sama tuh cegil! Sialan emang, harusnya gue gak nurut kata lo," cibirnya.

Perlu beberapa detik sebelum tawa lain digaungkan oleh anggota sekbid 4 itu. Demi apapun, dia tertawa puas sampai hampir menitikkan air mata; apa tidak makin emosi Purnaman ini dibuat? Ini masalah serius!

Arjuna berhenti tertawa seketika merasa puas, dia berbatin; temannya ini begitu payah dalam soal percintaan, "Hahaha! Gak kuat gue, anjing."

"Lo emang ngapain sampai ditampar gitu? Pasti lo cabulin yah," timpalnya lagi dibarengi seringai menyebalkan.

Purnaman merotasikan bola matanya, lagi-lagi mulut temannya itu tidak pernah difilter saat hendak beropini; Wigan mengangkat kakinya kemudian menendang sudut belakang bokong sahabatnya, terlanjur kesal.

Rintihan kecil terdengar, tetapi penanggung jawab kegiatan itu masih terkekeh geli, "Buruan cerita anjir. Ini lo ada main pasti makanya di tampar sama cewek lo."

"Bukan cewek gue!" tutur kata sekbid 4 disanggah judes oleh yang bersangkutan; agak kontras dengan rona merah yang menjalar di sekitar tulang pipi sampai ke ujung telinganya, singkat saja, Wigan salah tingkah.

"Najis sama orang denial," cibir Renjani, "Ceritain cepat, babi!"

Yang dicerca menyipit tajam, menghela nafas gusar; kemudian pelan-pelan menceritakan jejak kejadian, tidak dilewatkan perinciannya, mulai darimana dia menuruti kata –Renjani–, lalu memaksa dengan ambisius besar, bahkan posisi dimana dirinya terseok-seok agar naksirnya tidak pergi dan yang terakhir adalah ketika dia mendapatkan buah tangan pedas dari yang tercinta.

Oh, jangan salah; Wigan menceritakan segalanya dengan ekspresif melas dan bagi siapapun yang melihatnya mungkin akan merasa iba sekali.

Akan tetapi, hal ini malah ditangkap lucu oleh putri keluarga Arjuna; dia tidak bisa menahan alat wicaranya untuk memaki, mencela apa yang Wigan lakukan. Sungguh saja, Renjani merasa malu sendiri hanya dengan mendengar ceritanya, bagaimana apabila dia melihatnya langsung?

PassionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang