Orang yang telah meninggal seharusnya tidak akan merasakan sakit lagi, seharusnya orang tersebut telah berada di tempat yang memang ditujukan untuknya. Tapi kenapa ia masih bisa merasakan sakit di tubuhnya? Mungkinkah Tuhan memberinya kesempatan?
Zikri membuka matanya perlahan saat telapak tangannya dapat merasakan kasarnya tanah yang ia duduki, bukan hanya kepalanya yang sakit seperti terakhir kali tapi seluruh tubuhnya terasa pegal-pegal.
"Aduh, astagfirullah!"
Baru saja membuka matanya bahkan kesadarannya belum sepenuhnya terkumpul Zikri sudah dikejutkan dengan seorang anak SMA yang bersiap mengayunkan tongkat bisbol padanya.
Dalam keadaan duduk Zikri berguling ke arah lain untuk menghindari pukulan yang ditujukan padanya. Saat ia melihat jika anak SMA tidak dikenal itu telah mengambil ancang-ancang untuk memukulnya lagi dirinya langsung berdiri, mundur beberapa langkah untuk mencari jarak aman.
Sayangnya Zikri tidak tahu jika gerakan berdiri tiba-tiba itu membuat luka-luka di tubuhnya terasa sakit.
Ya Allah, kenapa badan Zikri sakit semua begini? Terakhir kayaknya cuma dada sama kepala aja yang sakit.
"Sialan lo!" Merasa kesal karena telah gagal beberapa kali untuk memukul Zikri, anak SMA itu mendekat secepat mungkin dengan tangan yang mengayun siap untuk memukul Zikri lagi.
"Eh, eh, sabar Bang jangan main pukul-pukul begitu– Allahuakbar!" Zikri terkejut saat pukulan yang begitu keras menghantam dinding di belakangnya, untungnya Zikri bisa menghindar tepat waktu.
"Ini sebenernya ada apa sih Bang? Kenapa tiba-tiba Abang nyerang saya kayak gitu?" tanya Zikri berusaha mencari jawaban.
"Jangan panggil gue abang! Gue bukan abang lo ya anjing!" sentak anak SMA itu yang tampak tidak senang dengan panggilan yang Zikri gunakan untuknya.
Dia ini siapa sih? Mulutnya kotor banget, jadi gemes pengen tabok mulutnya pakai raket nyamuk punya umi, eh umi!
Tidak peduli dengan anak SMA yang masih emosi itu Zikri mengedarkan pandangan, menoleh ke kanan dan kiri untuk mencari keberadaan keluarganya namun nihil, ia tidak menemukan mereka atau mungkin sekedar orang yang ia kenal.
Di seluruh mata memandang hanya sekumpulan anak remaja yang saling melawan satu sama lain. Lebih tepatnya, anak-anak dengan jaket kulit hitam melawan anak-anak yang mengenakan jaket denim. Situasi ini seperti tawuran antar pelajar yang pernah Zikri lihat di berita yang disiarkan.
"Bang, ini ... kita lagi tawuran ya?" tanya Zikri memastikan, ia berdoa semoga saja dugaannya salah, walau sebenarnya itu mustahil.
Anak SMA itu menaikkan alisnya tampak marah. "Lo gila ya? Menurut lo kita ini lagi ngapain? Main kelereng?" Reflek Zikri menjauh sambil menutup telinganya karena suara anak SMA itu yang sangat tinggi membuatnya terkejut.
Sebuah tongkat telah mengarah tepat pada wajah Zikri, anak SMA itu tampaknya merasa kesal dengan perilaku Zikri. "Cukup main-mainnya Zefran, sekarang saatnya lo mampus di tangan gue," ucapnya dengan seringai yang cukup membuat orang di sekitarnya tidak nyaman.
Zikri mengusap dadanya, cukup terkejut dengan ucapan berani laki-laki di hadapannya. Selama ini ia tidak pernah mendengar ucapan seberani dan selancang itu, rasanya sangat tidak benar.
"Astagfirullahaladzim, enggak seharusnya Abang bilang kayak gitu, Abang tahu sendiri kematian itu bukan di tangan siapa-siapa kecuali di tangan Allah, setiap jalan hidup—"
"Halah bacot lo Fran! Orang busuk kayak elo enggak usah ngomongin Tuhan, enggak pantes!" potong anak SMA itu dengan ucapan yang cukup menghina.
"Maaf? Tolong dijaga ucapannya," Zikri berkata rendah, ia agak kesal dengan anak SMA ini yang menurutnya tidak sopan dan seenaknya padahal mereka tidak saling mengenal.

KAMU SEDANG MEMBACA
ZEFRANO
Teen FictionMuhammad Al-Khalifi Zikri terkejut bukan main saat ia tiba-tiba terbangun di tengah-tengah tawuran dalam keadaan yang cukup parah, padahal terakhir kali dalam ingatannya ia sedang mengantar kakak laki-lakinya ta'aruf bersama kedua orang tua mereka. ...