"Lo ini kenapa, sih? Masa rumah sendiri lupa jalannya, dasar nyusahin."
Sebelum benar-benar ditinggalkan oleh Maman, Zikri meminta tolong pada Maman untuk mengantarnya pulang dan reaksi yang diberikan Maman sesuai dengan yang telah diperkirakan. Tatapan tidak percaya dan pertanyaan soal keadaannya.
"Saya cuma lupa aja, tolong anterin saya, ya? Kali ini aja," mohon Zikri pada Maman yang menyilangkan tangannya.
Beberapa detik terlewati dengan keheningan, lalu suara helaan napas terdengar dari Maman. "Iya deh, kita pakai motor gue aja, gue masukin dulu motor lo."
Seutas senyum terbit dibibir Zikri, ia merasa bersyukur Maman tidak seseram orang-orang yang ia temui sebelumnya, tidak juga sinis seperti Budi. Kalau dipikir-pikir, saat semua orang mementingkan dirinya sendiri ketika polisi datang hanya Maman yang sempat memanggilnya bahkan membantunya kabur.
Kalau enggak ada Maman, aku pasti udah masuk penjara.
"Ayo!" Maman menaiki motornya, yaitu motor yang sama dengan motor yang digunakan Maman untuk membawanya kabur.
Setelah suara motor yang menderu-deru terdengar, Zikri mengangkat kakinya lalu duduk di belakang Maman. Tidak lama setelah itu motor itu melaju, kecepatannya tidak secepat sebelumnya. Motornya melaju dengan kecepatan normal.
Keluar dari wilayah gang di mana gedung–markas–mereka berdiri terlihat warung-warung yang berjejer. Mata Zikri tidak lepas dari orang-orang yang berlalu-lalang, telinganya dapat mendengar suara mesin kendaraan yang silih berganti melewatinya.
Situasi ini tidak ada bedanya dengan yang selama ini ia temui, akan tetapi ia tidak perlu berpikir keras lagi untuk memahami bahwa tempat ini jelas bukan tempatnya tinggal.
Helaan napas yang cukup panjang tidak membuat Maman terganggu, ia tetap memusatkan perhatiannya pada jalan raya yang ramai. Keheningan di antara mereka berdua agak mengganggu Zikri, perasaan canggung yang tidak nyaman memaksa Zikri untuk mencari topik obrolan.
"E— Man," panggil Zikri dengan tangan menyentuh bahu Maman sebentar.
"Apa?"
"Kamu sekolah di mana, Man?" Pertanyaan itu tidak langsung dijawab oleh Maman, keterdiaman Maman membuat Zikri khawatir.
Kayaknya aku salah lagi, aduh.
Tak lama setelah itu terdengar Maman memanggilnya, "Fran." Zikri langsung menanggapi panggilan tersebut dengan sedikit mendekatkan tubuhnya pada punggung Maman.
"Habis gue anter lo pulang, lo minta supir lo buat anterin ketemu psikiater deh, kayaknya lo tambah gila, takutnya lo ngejar," sambung Maman dibarengi dengan laju motor yang semakin cepat.
Zikri membatu setelah mendengarnya. Ini termasuk penghinaan bukan, sih?
***
Mata Zikri tidak bisa berhenti menatap rumah-rumah mewah yang selama ini hanya Zikri lihat di-TV, itu pun hanya saat ada kesempatan. Rumah besar dengan halaman yang luas, memiliki banyak tingkatan lantai, dan dilindungi dengan pagar-pagar tinggi menjulang.
Jadi begini bentuk asli rumah artis-artis, rumahnya orang kaya? Ini cuma rumah, tapi besarnya hampir sebesar pesantren.
Setelah beberapa kali melewati belokan Maman menghentikan motornya di depan gerbang tinggi bercat hitam. "Udah sampai, turun lo!" perintah Maman pada Zikri.
Mendengar perintah dari Maman, Zikri yang tidak ingin membuat Maman kesal segera turun dari motor. "Gue balik." Belum sempat Zikri memastikan bahwa rumah besar ini benar-benar rumahnya Maman sudah menarik gas motornya dan melaju hingga tidak terlihat lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/364913820-288-k230323.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ZEFRANO
Dla nastolatkówMuhammad Al-Khalifi Zikri terkejut bukan main saat ia tiba-tiba terbangun di tengah-tengah tawuran dalam keadaan yang cukup parah, padahal terakhir kali dalam ingatannya ia sedang mengantar kakak laki-lakinya ta'aruf bersama kedua orang tua mereka. ...