Chapter 4 - Permission

165 15 0
                                    

Severus pergi, meninggalkan ruangan kepala sekolah Hogwarts. Ruangan yang hanya pernah diinjaknya sekali, selama menjadi pemimpin sekolah itu untuk waktu yang sangat singkat. Ia bahkan tidak bangga dengan gelarnya. 'Kepala Sekolah Hogwarts'. – ya, sekarang sudah 'mantan' kepala sekolah – Segenap dirinya menolak jabatan terkutuk itu, hampir seperti kebenciannya pada James Potter dan The Marauders lainnya. Ahli ramuan termuda di Eropa itu, tidak pernah bisa menerima jabatan yang diperoleh dari membunuh sekutunya sendiri. Meski pun, tidak bisa dipungkiri, hal itu membuahkan hasil. Ia mendapat kepercayaan Voldemort, dan, semuanya berjalan lancar seperti rencana Albus. Termasuk, ketika seisi sekolah sihir Hogwarts, seketika membenci sosok profesor itu lebih dari yang mereka rasakan sebelumnya. Termasuk Potter. Oh, putra Lily itu benar-benar ingin membunuhnya.

"Pengecut! Dasar pengecut!"

"Ayo lawan aku! Pengecut!"

Teriakan-teriakan itu kembali terlintas di pikirannya. Ia samar-samar mengingat, perkataan itu berasal dari orang-orang yang sama, yang baru saja ditemuinya siang itu. Ia tidak percaya, baru saja menyetujui permintaan – atau mungkin perintah – Minerva untuk mengadopsi anak laki-laki yang mewarisi nama Potter itu.

Severus tidak bisa membayangkan anak laki-laki berusia delapan belas—tidak, delapan tahun itu, berlarian di rumahnya sambil meneriakkan mantra-mantra yang tidak jelas, menghancurkan semua barang-barangnya. Ia tidak bisa berhenti memikirkan. Bagaimana mungkin ia telah menerima permi—perintah itu, hanya beberapa saat yang lalu?! Mungkin, ia telah dihipnotis oleh Minerva atau semacamnya. Atau mungkin ia sedang berada di bawah pengaruh imperio? Tentunya tidak. Ia seorang Occlumens andal. Hal seperti itu sulit untuk terjadi. Atau, ia sudah terlalu dalam memandang sepasang iris mata hijau milik bocah itu, hingga ia berpikir bahwa jiwa Lily benar-benar terkurung di balik daging dan tulang-belulang anak itu.

Severus melesat cepat di koridor. Jubahnya mengepak bagai sayap hitam besar. Tegas seperti kelelawar. Ia segera menuju gerbang, tanpa memedulikan para siswa sekolah itu yang menatapnya dengan sinis dan mulut mencibir. Anak-anak kelas lima ke atas berdiri dengan waspada, memegang tongkat mereka, seiring pria itu berjalan lalu. Sementara anak-anak kelas di bawahnya hanya menunduk dan memberi jalan, tidak berani menatap mantan profesor yang menakutkan itu. Bukan karena hormat, tetapi karena takut dikutuk atau bahkan dibunuh oleh si eks-death eater. Mantan kepala asrama Slytherin itu menjentikkan lidah, berdesis jijik melihat anak-anak itu. Sungguh! Mereka tidak punya rasa hormat pada orang yang lebih tua.

Seluruh dunia sihir masih 'panas' dengan topik peperangan. Dan, kehadiran seorang 'pembunuh' di sana, bukanlah ide yang bagus. Meski pun sekolah telah mendeklarasikan Severus sebagai salah satu pahlawan – di samping Harry – bersama dengan beberapa orang lainnya yang telah gugur, Remus, Tonks, Fred Weasley, dan banyak lagi – yang telah membawa kemenangan bagi Hogwarts. Namun, tetap saja, orang-orang telah mengenal Severus sebagai bagian dari kegelapan, dan salah satu pengikut setia Voldemort, pangeran kegelapan. Hal ini menjelaskan bahwa, tidak mudah bagi mereka untuk kembali memercayainya.

Ya ... kecuali ....

"Profesor Snape!" panggil sebuah suara kecil, jauh di belakang Severus.

Menyadari namanya dipanggil oleh entah–siapa–itu, mantan profesor Hogwarts itu berbalik dan mencari asal suara. Hampir kehabisan nafas, seorang bocah delapan tahun berlari, mengejar Severus yang tengah berdiri tegap itu.

Anak itu memperlambat langkahnya ketika ia semakin dekat pada Severus. "Pro–esor ..., Sna—" Kedua tangannya bertopang pada lutut dengan kaku, sementara nafasnya tersengal-sengal. Kaca mata hampir jatuh dari wajahnya. Namun, anak itu lebih peduli untuk menarik nafas sebanyak yang ia bisa.

"Potter. Apa keperluanmu denganku? Dan demi Merlin! Bernafaslah agak pelan! Kau bisa tersedak. Dan lebih buruk, hiperventilasi akan mengakibatkanmu sesak nafas dan pingsan secara mendadak," ceramah pria itu.

One More Chance [Snape & Harry Fanfiction | Father-Son/Adoption AU] (Indonesia)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang