Severus dan Harry menikmati makan siangnya di sebuah kafe di pinggir jalan. Severus memesan salad dengan secangkir kopi dingin, sementara Harry ... ya, makanan Amerika yang sangat tidak sehat, dengan segelas teh hijau Irlandia. Awalnya, ia merasa kesulitan ketika mengangkat seporsi besar burger untuk memakannya. Mungkin, ia tertekan karena sedang berhadapan dengan seorang pria yang menurutnya sangat menakutkan dan kejam. Hal itu sudah menjadi bawaan sejak ia mengenal Severus sebagai profesor di Hogwarts.
Ya, Severus memang seseorang yang 'kejam' saat itu. Ia terkenal sering menggertak para murid dan memberikan penahanan dengan hukuman-hukuman yang berat, tidak terkecuali Harry. Namun, saat ini, keadaannya berbeda. Severus tidak sedang menggertaknya. Pria itu justru sedang memberinya makan siang yang layak. Tidak seperti yang dilakukan bibi dan pamannya dulu.
Pandangan Harry melayang ke sekeliling ruangan. Sebuah perasaan tidak nyaman muncul ketika ia merasakan banyaknya pasang mata yang sedang menatapnya. Rasanya, ada ribuan orang yang sedang memerhatikan, bahkan mempermalukan dirinya. Situasi 'makan siang' ini, kurang lebih sama dengan yang dialaminya di Hogwarts selama bertahun-tahun. Tanpa Ron, Hermione, dan Ginny yang selalu menemani dan mengalihkan pikirannya dari kekalutan, akan sangat sulit baginya untuk menghabiskan satu porsi makanan di piringnya.
'Lihat dia ....' 'Anak aneh ....' 'Dia tidak seharusnya berada di sini ....' 'Kenapa tidak usir saja dia?' Suara-suara muncul begitu saja dalam pikiran Harry, meski pun ia tidak benar-benar mendengarnya. Bisikan, tawa, dan tatapan orang-orang, semuanya mengganggu pikirannya. Dan ditambah dengan suara-suara itu—
"Potter."
Harry tersadar dari lamunannya. Matanya bertemu dengan milik pria di hadapannya, pemilik suara berat khas yang biasanya membuat Harry takut, ketika mendengar namanya disebutkan olehnya.
"Perhatikan makananmu, Potter."
Harry seketika melihat ke arah makanan di tangannya, mendapati saus tomat yang tadinya memenuhi isi burger, kini tumpah ke atas meja bahkan mengenai celana yang ia kenakan. Harry segera menaruh makanannya di atas meja. Selagi bocah itu panik dengan keadaannya, Severus mendekatkan kotak tisu pada Harry, sehingga anak itu dapat meraihnya, dan membersihkan kekacauan yang ia buat.
Setelah beberapa saat, anak itu hanya diam sambil menatapi makanan di depannya. Sesekali, bocah itu mencicipi teh hijau yang dipesannya. Namun, rasanya yang 'aneh' tentu tidak dapat membangkitkan nafsu makan Harry.
Severus yang baru selesai makan segera menyadari makan siang Harry yang sama sekali tidak tersentuh itu.
"Kupikir, tadi kau bilang bahwa kau sedang lapar." Severus berceloteh. "Ataukah kau punya sihir khusus, yang memungkinkanmu untuk merasa cukup kenyang dan bertenaga, hanya dengan menghirup nafas dan duduk diam selama lima belas menit?" sarkasnya.
Bocah itu menggeleng. Tangannya mulai memain-mainkan besi di tepian meja. Ia menatap makanannya dengan lesu, masih ragu untuk memakannya.
Severus menyeka bibirnya, membersihkannya dari sisa-sisa mayones, dan merapikan peralatan makan di atas meja.
"Ada apa?"
Harry tidak menjawab. Pandangannya kembali beralih ke sekelilingnya. Sekejap, Severus juga ikut melayangkan pandangan pada orang-orang di sekitarnya.
Pria itu kembali menatap putranya. Harry kini tertunduk. Ia masih tidak merespons. Kedua tangan kini terkepal di atas lututnya. Sementara itu, Severus memperhatikan makanan yang ada di hadapannya. Burgernya diletakkan dengan posisi terbalik. Isinya tumpah keluar. Tidak hanya saus, tetapi juga sayur-sayuran dan dagingnya kini merosot dari tempatnya.
"Kalau tidak suka, biar kupesankan roti lapis biasa, supaya kau bisa makan," ucap Severus pelan. Suaranya terdengar berbeda dari sebelumnya. Benar-benar pelan, hampir seperti berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Chance [Snape & Harry Fanfiction | Father-Son/Adoption AU] (Indonesia)
Fiksi Penggemar[On-Going | Upload Kamis/Jumat] Mei tahun 1998 mengukir kenangan kelam dalam sejarah Hogwarts. Terjadi pertumpahan darah, dan hati tak luput dari kesedihan akan hilangnya nyawa orang yang dicintai. Kematian dan pengorbanan membuka jalan bagi kemenan...