;6

15 2 0
                                    

tandai typo

Happy reading..

***


" Tragedi "

"Ra, salam buat ayah sama bunda mu ya," Kalira mengangguk sebagai jawaban.

Ali melajukan motornya menuju rumahnya, angin berhembus Ali nikmati, ia nikmat perjalanan gelap dengan lampu jalanan yang mulai redup.

Seketika keadaan mendadak menegang. Ada beberapa pemotor mencurigakan yang mulai mengikuti Ali. Mereka mulai aksi mereka, memepetkan body motor dengan body motor Ali, lalu ada yang menghentikan pergerakan Ali dengan mengerem tepat didepan Ali. Ali yang kaget langsung mengerem dan body motor mereka tergesek, sesuai dugaan awal Ali terjatuh.

"Woi, bangun!" Seru salah satu pemotor berandal.

Ali hendak bangkit, namun, ia terlebih dulu mendongak menatap siapa yang berada didepannya.

"Alan, inti geng motor Alister, " gumamnya.

"Bangun!, gausa bengong."

Belum benar benar bangkit, ia langsung dihadiahi pukulan.

"Hajar!" seru Alan pada anak buahnya.

"Habis disini juga gapapa," ujarnya lagi.

Bugh.

Dug.

Bugh.

Bugh.

Pukulan demi pukulan diterima Ali namun masih mampu mengimbangi kekuatan mereka sebelum,

Bugh.

Takh.

Sebuah balok kayu di pukulkan pada tengkuk leher Ali.

"Bos, hampir sekarat."

"Buruan tinggal aja," jawab Alan.

Ali ditinggal begitu saja oleh geng motor Alister.

Ali dengan keadaan babak belur dan pandangannya mulai buram, ia masih berusaha bangkit meraih kunci motor yang tak jauh dari tempatnya saat ini. Ia masih berusaha namun, gagal. Ia gagal mengambil kunci motor karena sudah kehilangan kesadarannya.

---


Kalira memasuki mansion Atmaja, ia hendak menuju kamarnya namun,

"Dari mana saja, Kalira Asnara Atmaja!," ujar lelaki tinggi tegap tepat di ruang tengah keluarga, dengan nada dingin namun dengan penekanan.

Kalira menoleh, ia merasa tak asing dengan suara tersebut, Romi. Ya, itu yang Kalira lihat, sang ayah yang berdiri dengan raut wajah merah padam dengan tatapan yang tajam.

"Ayah," lirihnya.

"Jawab ayah, Kalira!" sentakan tersebut membuat Kalira tersentak, bahkan air matanya mendesak untuk keluar.

"Kalira, ayah tanya sekali lagi, dari mana kamu?" ia bertanya, sambil berjalan menuju Kalira.

"A-aak-ku," Kalira hendak berkata, namun rasanya lidah nya kelu untuk berkata.

"A-ku dari kerj-jaa."

Romi mengusap wajahnya gusar, ia merasa gagal mendidik karena anak satu-satunya bekerja agar mendapat pundi-pundi rupiah.

Bahunya melemas mendengar kata kerja terucap oleh putri kesayangannya, bahkan satu-satunya.

"Kenapa?, kenapa kerja sayang, apa uang sekolah kamu kurang?, bilang sama ayah. Ayah gagal jadi orang tua yang baik buat kamu, ayah gagal Kalira," tanya Romi beruntut dengan nada lirih hampir tak terdengar.

"Ga ayah, uang yang ayah kasih cukup, Kalira cuma mau belajar mandiri, Kalira pengen ngerasain kerja. Kalira pengen mandiri, masa nanti Kalira kuliah dan kebutuhan lain minta ayah terus. Ayah juga harus seneng-seneng pake uang ayah sendiri, jangan diem mandangin laptop aja," ujarnya panjang lebar diakhiri sebuah sindiran.

seorang wanita dengan wajah ayu datang menghampiri keduanya, "Ada apa ini?, kenapa Kalira?, Ayah marahin kamu?, Apa—"

"Gapapa, bun," sela Kalira.

"Terus kenapa kamu, mas? berani kamu naikin suara didepan Kalira. HAH!"

"Kamu salah paham Nara, ga seperti yang kamu lihat. Aku memang menaikan suaraku tapi ga ada terbesit untuk memarahi Kalira, aku takut dia kenapa-kenapa. Tau nya dia kerja, aku tanya uang yang aku kasih kurang apa ga, katanya ga. Cuma mau mandiri katanya."

"Kenapa kamu ga larang mas, Kalira gaboleh cape-cape, dia masih sskolah."

"Udah aku bilang barusa-"

"Ya, kamu harus nya lang-" ia menyela ucapan Romi.

"Udah!, kenapa malah kalian yang ribut, Kalira cuma mau mandiri sama cari kesibukan," Sela Kalira.

"Kamu masih sekolah Kalira," ucap Romi dan Nara bersamaan.

"Bunda, Ayah, Kalira tau Kalira masih sekolah. Tapi Kalira ga mau terus bergantung pada kalian. Oh ya, bukannya harus kalian nginep disini besok ya?," tanyanya.

"Kamu ga ngebolehin Ayah sama Bunda nginep?" Romi melemparkan pertanyaan pada sang anak.

"Ga, cuma jarang aja kalian majuin tanggal nginep biasanya juga kebanyakan mundurin bahkan ga jadi."

"Kamu gasuka Bunda sama Ayah nginep dua hari?" tanya sang bunda.

"Yaudah, Nara, kayanya Kalira gasuka kita nginep kemasi barang kamu kita pulang malam ini," Romi berkata namun sambil mengerlingkan mata pada Nara.

"Iya mas, bentar."

Mata Kalira melotot hampir lepas, tidak-tidak Ayah, Bunda harus menginap malam ini, pikirnya.

"AYAAAH!, BUNDAAA!" pekik kan sang anak membuat mereka tertawa pelan.

"Kenapa ga jadii," rengek Kalira. "KALIAN UDAH GA SAYANGG KALIRAA!" teriaknya namun air matanya sudah luruh membasahi pipinya.

"ututuutuu, anak bunda yang manis kok nangiss, udah dong sayang. Ayah cuma bercanda," ujar sang bunda lembut penuh kasih sayang.

"Masuk kamar sekarang, udah malam besok lagi kangen-kangenan sama bunda, ayah, ya" tanya Romi pelan pada sang anak.

Kalira menganggukan kepalanya pelan kemudian beranjak memasuki kamar, ia merasa lelah, namun terbayar karena orang tuanya yang menginap dua hari disana.

Di kamar nya Kalira mengambil benda pipih itu di atas  nakas, ia membuka aplikasi WhatsApp, namun ada 5 panggilan tak terjawab. Ia mencoba menghubungi nomor tersebut.

"Halo, maaf, ini nomor siapa ya?" tanya nya sopan.

"Oh, halo, maaf mbaa saya cuma warga sekitar yang lagi lewat, ini hape mas-mas yang habis dikeroyok, saya nelpon mbanya mungkin kerabat, ya?"

"Hah!, dikeroyok?"

___________________________________________________

Hulaa, gimana??

vote, komen kaka
lup lup buat yang suprot

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KALIH PENGGALIH [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang