Dia Rhangga

26 7 2
                                    

Daenys sudah bisa menebak dari awal bahwa status hubungan asmaranya akan menjadi topik yang akan dikejar oleh Dreas. Bagaimana tidak? Sebagai penyanyi muda misterius yang lagi naik daun tentu semua orang mau tahu siapa laki-laki tambatan hati seorang Daenys Rai. Apalagi sebagai pemilik kanal dengan penonton terbanyak, persoalan romansa begini akan mendatangkan penonton yang banyak juga adsense dan cuan lain yang banyak pula. "Saya rasa dalam hidup ini kita bisa punya rasa hormat, kagum, bahkan sayang pada orang lain yang lawan jenis secara platonik."

"Saya setuju sebenarnya," merasa tamunya agak defensif, Dreas tidak begitu saja menyerah, "Tapi kalau saya sih, ada perempuan yang bagi saya berjasa buat saya gitu ya, dan saya sangat hormat dan sayang sama dia, secara natural perasaan cinta bisa saja terbentuk kan?"

"Buat saya cinta itu lebih dari semua yang tadi Mas Dreas sebutkan," bibir Daenys bergerak namun matanya mendadak kosong, seperti melihat pada sesuatu di kejauhan. "Meskipun pasti cinta berangkat dari perasaan positif yang kita dapatkan dari seseorang, tapi bagaimana cinta bisa lahir dan berkembang menurut saya caranya misteri. Seperti kita main undian saja. Nggak tahu bisa mendarat dan berlabuh dimana."

"Yang kamu maksud dari misteri adalah?"

Dua bahu Daenys terangkat. "Nggak bisa kita atur. Orang yang baik itu kan banyak ya pasti. Nggak mungkin satu. Yang hebat dan bisa membuat kita tertarik juga banyak. Tapi kenapa bisa hati kita memilih seseorang itu secara spesifik menurut saya ya nggak ada yang tahu pasti mengapa dan karenanya."

"Jadi kamu mau bilang bahwa di hidup seorang Daenys Rai, banyak laki-laki hebat yang juga berhati mulia tapi yang ada di hati kamu bukanlah yang paling bisa mencuri perhatian kamu atau yang bisa mengetuk hati kamu, malahan kamu tidak tahu kenapa dan bagaimana bisa hati menentukan dia orangnya?"

Binggo. Akhirnya dari sekian banyak kegamangan dan sekian lama hati dan benaknya berperang, ada juga manusia yang mengerti isi hatinya.

Kali ini pandangan Daenys fokus pada Dreas. Bibirnya membentuk sebuah senyuman yang dipaksakan. "Yah, hidup dan segala misterinya."

"Saya kok jadi penasaran sama laki-laki yang bisa membuat kamu seperti ini, "bersandar pada kursinya, Dreas mengusap dagunya.

"Seperti apa maksudnya?"

"Saya boleh bicara jujur?"

Daenys cukup terkejud dengan permintaan Dreas. Sejenak otaknya mempertimbangkan kemungkinan terburuk yang bisa keluar dari mulut tuan rumah, tetapi hatinya meyakinkan Daenys untuk pasrah.

"Silahkan."

"Dari tadi, Daenys, kita sudah bicara panjang lebar soal masa lalu dan perjalanan karier kamu. Saya merasa kamu berusaha sekali untuk meyakinkan kami kalau dunia kamu ya menyanyi. Musik. Karier kamu."

"Tapi itu benar Mas, buktinya saya masih di sini, berjuang untuk dunia saya," sela Daenys.

"Kok saya yakin ya ada dunia lain di balik itu. Dunia yang kamu nggak bisa, atau masih enggan untuk bagikan kepada orang lain."

Menelan ludahnya, Daenys otomatis menunduk. "Saya nggak ngerti maksudnya Mas Dreas."

"Kamu sedang jatuh cinta. Atau pernah... no, tebakkan saya sih masih."

Daenys menghela napas. Lagi-lagi pertanyaan yang sama dengan wartawan-wartawan yang berusaha mengorek kehidupan pribadinya. "Masih atau nggaknya, tenang aja Mas, saya akan selalu berusaha menjaga privasi saya dan orang-orang tercinta saya di luar urusan pekerjaan."

"Tapi sayangnya saya nggak berminat mengetahui siapa orangnya," senyum Dreas mengembang lebar.  "Kamu pernah dengar? Konon katanya, jatuh cinta itu bisa membuat penyair paling handal sekalipun kehilangan kata-kata. Apakah itu alasan kamu tidak membuat lagu dalam waktu yang lama? Apakah itu yang terjadi pada kamu sekarang ini, Daenys?"

Dunia DaenysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang