Pernah Jatuh, Tapi Belum Pernah Jatuh Cinta

45 6 6
                                    

Kira-kira dua tahun lebih sebelum Daenys hadir di podcast Next Door, dia berdiri di atas panggung suatu mall di bilangan Jakarta Selatan dengan mengenakan gaun berbahan kaus dipadukan dengan ikat pinggang lebar berbahan denim, sepatu boots panjang dari bahan denim, dan juga rambut diikat tinggi di puncak kepala, hendak menyanyikan dua lagu yang sudah terbit di pasaran.

Waktu itu Daenys masih dalam proses produksi lagu ketiganya yang tidak lama lagi akan rampung dan siap release. Mengingat umum kariernya sudah tidak bisa lagi dibilang baru, Daenys mempersiapkan betul performanya hari itu agar bisa tampil maksimal. Itu artinya latian di waktu-waktu senggang ketika tidak ada pekerjaan yang harus dilakukannya, olahraga kecil-kecilan dengan lari keliling area kantor A+, dan juga berlatih untuk berinteraksi dengan penonton. Jelas yang paling sulit dilakukannya adalah yang terakhir. 

"Daenys, ready?" tanya seorang panitia memberikan aba-aba bahwa sebentar lagi waktunya dia untuk naik ke atas panggung. 

Kondisi mall malam itu ramai pengunjung. Total ada tiga bintang tamu yang hadir untuk menyanyi di acara peluncuran mobil terbaru dari merk kendaraan terkenal. Ini merupakan pekerjaan yang tidak boleh diremehkannya karena Daenys mulai banyak mendapat job menyanyi off-air di luar acara musik dan itu bisa menjadi batu loncatannya.

"Selamat malam," suara lembut Daenys menyapa kerumunan orang yang lantas bersorak meneriakan namanya.

Dua tahun sudah berkarier dan Daenys masih belum biasa mendengar namanya dielu-elukan penggemar seperti sekarang. Dadanya selalu terasa penuh, adrenalin sekaligus rasa was-was dan semangat bercampur jadi satu. 

Malam ini dia dijadwalkan menyanyikan tiga lagu, dua lagu buatannya dan satu lagu cover. Begitulah set list lagu yang selalu dibawakannya setiap kali Daenys manggung, untuk tidak lupa membawakan satu lagu milik orang lain. 

Supaya tidak melupakan asalnya sebagai penyanyi kecil-kecilan di Bali dulu, katanya.

Sekalipun sudah berusaha latihan, toh nyatanya di depan kerumunan orang Daenys masih tetap tidak bisa melakukan apapun sekaligus menyanyi. Mulutnya seolah tidak bisa mengucapkan kalimat basa-basi, jadi tanpa basa-basi dia langsung menyanyikan bait-bait lirik dari lagu pertamanya.

Dari atas panggung Daenys bisa melihat barisan depan penonton yang hafal lirik lagu yang dinyanyikannya bahkan itu berdendang bersama. 

Rasanya melihat pemandangan itu cukup menenangkan hatinya dan meneguhkan niatnya untuk terus menjadi musisi karena memang ada orang-orang yang menikmati karyanya.

Mulai masuk lagu kedua, lagu yang cukup populer di tangga musik Indonesia, semakin banyak orang yang akhirnya ikut menyanyikan lirik lagu bersama dengan Daenys. Hal itu menambah kobaran api dalam dirinya yang berusaha menyanyi dengan lebih baik lagi.

Seperti penampilan-penampilannya saat off-air, Daenys selalu mengambil kesempatan untuk berinteraksi dengan penonton meskipun minim dan sebisanya. "Untuk lagu terakhir, seperti biasa, aku akan membawakan lagu dari musisi hebat lain. Ada yang bisa tebak siapa?"

Mas-mas berkemeja kuning gading yang berada di barisan depan meneriakan lagu Jade yang dinyanyikan kembali secara duet Daenys dan Rhangga. Sebetulnya lagu itu adalah pilihan yang baik karena toh dia sekaligus mempromosikan musisi di Midas Records. Permasalahannya pada saat itu Daenys tidak percaya diri menyanyikan lagu itu secara solo tanpa Rhangga. 

"Ah, ide yang bagus. Tapi aku butuh Rhangga di sini untuk bisa nyanyi lagu itu."

Kontan, beberapa penonton histeris mengelu-elukan nama Rhangga. Di titik tersebut, hubungan Rhangga dan Daenys memang sudah jauh lebih baik, namun Daenys masih menjaga agar pertemanan yang terjalin tidak jadi rusak. Jadi, melihat reaksi penonton yang heboh, Daenys beranggapan bahwa itu artinya mereka memang ingin melihat Daenys membawakan lagunya bersama Rhangga.

Dunia DaenysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang