Bab 6 | Satu Hari Bersamanya

77 9 0
                                    

Maura pikir Adit akan mengajaknya berbelanja mutiara karena dia sempat menyinggung soal "mutiara tersembunyi". Apalagi seingat gadis itu, berwisata ke pulau ini tidak akan lengkap kalau tidak berburu oleh-oleh berupa mutiara asli khas Mataram. Sehingga tanpa sadar ia pun kembali bersemangat lagi. Lagipula Maura juga seperti perempuan normal pada umumnya yang menyukai perhiasan cantik, termasuk mutiara.

Namun sayang, nyata Maura salah sangka. Adit malah mengajaknya ke tempat lain. Sebuah tempat di mana terdapat tebing kapur yang menjulang tinggi di sisi kanan mereka. Sedangkan di sisi kiri hanya ada genangan air pantai dan beberapa ikan serta hewan laut lain yang terpaksa terjebak di sana, karena kebetulan keadaan saat ini sedang surut.

Kedua manusia itu terus menyusuri jalan setapak berpasir. Kalau dihitung-hitung, ada mungkin sekitar satu kiloan mereka berjalan kaki. Hingga lama kelamaan hal tersebut membuat salah satunya tampak bosan karena tak kunjung sampai di tempat tujuan.

"Dit," panggil Maura pada laki-laki yang sedang berjalan memimpin di depannya.

Adit menoleh tanpa suara. Kini lelaki itu akhirnya menyadari kalau selisih jarak mereka ternyata cukup jauh. Sepertinya Maura mulai kelelahan dan hendak melayangkan protes kepadanya.

"Sebenarnya kamu mau bawa aku ke mana sih?" gerutu perempuan itu disertai mulut yang tampak mengerucut lucu.

"Sudah jalan aja, nanti kamu pasti gak akan menyesal!"

Dengan wajah tanpa dosa, Adit menyuruh Maura untuk tidak melanjutkan aksi protesnya lagi. Bahkan sebaliknya lelaki itu kini telah membalikan badan dan melanjutkan langkahnya. Sehingga membuat Maura lagi-lagi mendengkus sebal untuk kesekian kali.

"Aku serius, Dit! Kita mau ke mana?" kata Maura setengah berteriak. Dengan susah payah ia kembali menyeimbangi langkah lebar lelaki itu. Meskipun ia harus menggerutu sepanjang jalan.

Oh, ayolah! Bagaimana Maura tidak muak kalau akses jalan setapak berpasir itu kian sempit karena terdapat batu-batu besar yang menghalangi mereka. Sungguh tempat ini sangatlah tidak cocok untuk dia yang saat ini tengah mengenakan sepatu berhak tinggi.

"Akh!" teriak perempuan itu ketika ia tak sengaja hampir membuat kakinya terkilir. Beruntung sensor motoriknya bekerja cukup baik. Sehingga adegan terjatuh dengan tidak elit tak sampai terjadi. Di sisi lain, Adit langsung berlari menghampirinya ketika dia mendengar teriakan cukup melengking dari arah belakang.

"Kamu nggak papa?" tanya lelaki itu dengan raut wajah penuh khawatir. Tanpa sadar kedua tangannya spontan memegang erat bahu perempuan itu.

"Nggak papa," balas Maura cuek dengan ekspresi datar. Kini mereka kembali melanjutkan perjalanan. Namun di tengah kesunyian, sebab hanya mereka berdua saja di tempat ini, tiba-tiba perempuan itu kembali mengeluarkan suara.

"Atau jangan-jangan.."

Adit melempar tatapan bingung saat secara tiba-tiba Maura memicingkan matanya.

"Kamu mau berbuat yang macam-macam sama aku ya?!" seru perempuan itu seraya mengacungkan telunjuk jari kanannya ke depan wajah Adit secara langsung.

Sejenak lelaki itu merotasikan kedua bola matanya malas. Sungguh ia tak habis pikir dengan tuduhan tidak berdasar yang barusan Maura layangkan itu.

"Hah, terserah kamu ajalah," desah Adit seraya membuang napas panjang.

"Hei, tung-"

Baru saja Maura hendak melanjutkan perdebatan mereka, tiba-tiba Adit menghentikan langkahnya.

"Nah, kita sudah sampai."

Maura mengernyitkan alis. Sedetik kemudian ia langsung melempar pandangan mata ke depan mereka.

I Slept with My Office Boy?! | Wonpil Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang