Bab 8 | Kamu Bohong!

69 8 0
                                    

Pada hari terakhir di Pulau Lombok, Maura dan Adit kembali menghabiskan waktu bersama. Keduanya memilih berjalan-jalan di sekitar Pantai Senggigi sekaligus makan siang bersama. Kebetulan ketika keluar dari hotel, matahari tepat berada di atas kepala. Jadi, secara otomatis perut mereka terasa keroncongan karena melewatkan sarapan pagi.

Sedari tadi baik Maura maupun Adit tampak bersikap seperti tidak terjadi apapun. Padahal kejadian semalam terhitung sebagai hal yang tabu untuk dilakukan oleh dua orang yang baru kenal. Sepertinya tak ada yang merasa keberatan dengan hal itu. Termasuk Maura, si paling menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai perempuan. Mungkin keduanya sudah sepakat untuk melupakan kejadian tersebut dan menganggap hal itu dilakukan atas dasar sama-sama mau.

Kini sebaliknya Maura malah merasa sangat senang. Mungkin kejadian kemarin berhasil membuat hormon dopaminnya meningkat, sehingga perempuan itu berhasil melupakan sedikit masalahnya dengan sang tunangan.

Selain perasaan bahagia, ia pun akhirnya tahu bagaimana rasanya diperhatikan oleh orang lain. Meskipun baru bertemu beberapa hari yang lalu, entah mengapa Maura sudah sangat yakin kalau Adit begitu peduli padanya. Lihatlah bagaimana pria itu memperlakukan dia layaknya tuan putri dalam cerita dongeng. Tanpa disuruh, dengan sigap Adit langsung menarik salah satu kursi, lalu menyuruhnya untuk duduk di sana.

Pria itu juga rela bekerja dua kali demi memotong steak daging premium menjadi beberapa potongan-potongan kecil. Bahkan sampai sekarang Maura juga masih terbayang-bayang bagaimana Adit memujinya secara terang-terangan kalau perempuan itu pintar ketika memimpin permainan dalam kegiatan panas mereka kemarin. Membayangkan itu kembali saja sudah membuat pipinya sukses memanas.

"Kamu kenapa?" tanya Adit disela-sela aktivitas mengunyahnya.

"Hm?"

Seketika lamunan nakal perempuan itu langsung buyar seketika.

"Itu," tunjuk Adit menggunakan dagunya. "Wajahmu merah banget."

"Ng-nggak papa," jawabnya dengan suara sekecil mungkin seraya menundukkan kepala. Tampaknya ia sengaja menyembunyi rasa malunya karena tak sengaja tertangkap basah oleh pria itu.

Melihat gelagat aneh yang dipertontonkan Maura, membuat Adit semakin khawatir. Pria itu lantas menatap Maura dengan sebelah alisnya yang terangkat ke atas.

"Apa jangan-jangan kamu kurang nyaman makan di sini?"

"Nggak-"

Belum sempat Maura menyelesaikan ucapannya, Adit buru-buru mengajaknya untuk beranjak dari tempat itu.

"Haruskah kita pindah? Sepertinya sinar matahari membuat kulitmu jadi sensitif."

Secepat mungkin Maura menahan lengan pria itu. "Nggak perlu, aku beneran nggak papa," jelasnya berusaha meyakinkan Adit.

"Beneran?" tanya Adit selembut mungkin.

Maura menganggukkan kepalanya. Hingga akhirnya Adit pun percaya. Kini pria itu kembali melanjutkan acara makannya. Begitu juga dengannya. Sesekali Maura mencuri pandang pada pria yang ada di hadapannya itu. Tergambar jelas kalau raut wajah tampak seperti tengah memikirkan sesuatu.

Perlakuan manis inilah yang alasan mengapa Maura begitu terkesan pada pria itu. Untuk masalah sepele saja, Adit sampai segitunya memikirkan keadaannya. Bagaimana untuk hal yang lain?

Maka tak heran kalau Maura sempat memiliki pikiran untuk mempertimbangkan pria itu. Setelah pulang dari sini, Maura rela melepaskan tunangannya dan mendekati Adit apapun caranya. Lagipula bukankah pria itu sudah mengaku kalau dia memang tidak tertarik pada siapapun untuk saat ini. Jadi, ada kemungkinan kalau Maura mempunyai kesempatan itu.

I Slept with My Office Boy?! | Wonpil Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang