"Woi, sepuluh! Beliin gue makanan, gih!"
"Jangan kaya siput lah, lama banget." Sudah menjadi hal biasa teriakan itu menghiasi kelas XI IPS 2 ketika masuk jam istirahat.
Yang disuruh—lelaki kecil dengan kacamata yang bertengger di hidungnya—beranjak dari kursi dan bergerak menuju kantin dengan pandangan tertunduk. Bukan hal baru jika dirinya menjadi sasaran dari perundung kelas. Tak punya teman, tak punya cukup keberanian, dan bukan terlahir dari kalangan atas sudah menjadi alasan mengapa dirinya yang menjadi objek bully dari preman kelas.
Bahkan ketika ia sudah menuruti semua titah perundung, masih saja ada perlakuan keras dari mereka. Seperti saat ini, ia sudah memberikan makanan yang dibeli dengan uangnya sendiri dan menyodorkannya pada si perundung.
"Apa-apaan makanan murahan begini!"
"Lo mau ngehina kita pake roti busuk ini, hah?" Satu tonjokan mendarat sempurna di rahang Tenzi. Lelaki kecil itu tersungkur dengan tangan yang mencoba menopang tubuh.
Tangan si preman menarik kerah baju Ten, memaksanya untuk berdiri, lalu menyeret lelaki itu untuk mengikuti langkah besarnya. Dua preman kelas itu membawa Ten ke samping gedung, tempat di mana guru tidak bisa mencegah mereka.
"Pukulin gak, nih, Gar?" Yang ditanya memandang Ten dengan jijik. Ia mengangkat dagu, mempersilakan temannya—Hanzo—untuk mendaratkan tinjuan sempurna pada objek rundungannya.
Selain mencoba menahan pukulan demi pukulan pada tubuh ringkihnya, Ten tak bisa melakukan hal lain. Tidak ada gunanya jika dia berteriak, pun jika ia melawan tentu akan kalah dengan tenaga raksasa di hadapannya ini.
"Tolong, jangan pukul lagi ...," rengeknya sudah seperti ingin mati.
Jegar beranjak dari atas meja, lantas berjongkok di hadapan Ten. Dicengkramnya dagu Ten dan menatap tajam pada manik hitam yang berkaca-kaca.
Dia tersenyum miring, tatapan Ten mendorong keinginannya untuk menghantam wajah itu sekali lagi.
"Lo gak berhak mukulin dia." Tangan Jegar berhenti di udara. Tidak ada yang menyadari kehadiran manusia lain di tempat itu sampai dia sendiri yang bersuara dengan suara beratnya.
Jegar menoleh pada orang yang baru saja bicara, lantas berdiri dan menatap angkuh pada lelaki yang berdiri tak jauh dari mereka.
"Lo juga bukan siapa-siapa buat ngatur gue." Jergan tak terima aksinya terganggu.
Lelaki yang entah siapa namanya itu berjalan mendekat. Ia melirik Ten sebelum kembali menatap lurus ke arah Jegar. "Gue gak ngatur lo."
Ten ditarik berdiri oleh si lelaki, dan dengan santainya dia melingkarkan tangan di pinggang Ten, "tapi gue berhak buat melindungi hak asasi manusia," ucapnya sebelum membawa Ten pergi dari hadapan dua preman itu.
***
Semoga suka dengan book baru ini, ya.
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Here || JohnTen
RomanceTenzi yang selalu dirundung, pertama kali merasa dibela oleh si anak pindahan, Joan. Mengapa Joan begitu baik? Mengapa Joan mau memperhatikannya? Ten takut, ini semua akan hilang. ⚠️bxb lokal