07. Rumit

39 9 1
                                    

Joan tak mengerti di mana letak kesalahannya sampai Tenzi sama sekali tak mau berinteraksi dengannya. Tadi pagi ketika dia melongok ke kelas Ten sembari memastikan Jegar sampai dengan selamat, lelaki manis itu sama sekali tidak menatapnya.

Ingin sekali Joan menyeret lelaki itu agar bisa menatap matanya dan mencari celah untuk mendapat penjelasan atas diamnya seorang Ten. 

Dan keinginan itu seketika terwujud.

"Ten," panggil Joan ketika mereka berselisih di koridor.

Melihat Ten yang terus berjalan melewatinya tanpa menoleh sedikitpun, Joan menyusul langkah Ten dan menarik paksa lelaki itu untuk berbalik mengikutinya ke taman di belakang sekolah.

Tak ada siapapun di taman yang dibiarkan tanpa perawatan itu. Kini Joan berhadapan dengan lelaki manis yang cukup lama menolak untuk bertatap mata.

Joan menghela napas sebelum menuntut penjelasan. "Gue punya salah apa sampai lo diem begini? Kasih tau gue, Ten, hal apa yang nggak gue lakuin dengan benar?"

Ten tak bersuara sedikitpun sampai menit berlalu. Jengah melihat mata Ten yang terus bergerak kesana-kemari tanpa menatapnya, Joan meraih kedua pundak lelaki itu, meremasnya perlahan agar Ten mau menatapnya.

"Bicara, Ten. Gue nggak ngerti apa-apa kalo lo diem terus." Seketika nada rendah yang dipakai Joan berhasil menggetarkan jantung Ten, hingga lelaki manis itu ragu-ragu menatap netra Joan.

"Kenapa lo selalu menghindar dari gue?"

"Harusnya emang begitu. Harusnya kita nggak deket, bahkan nggak perlu temenan." Untuk jawaban dari bibir Ten itu sukses membuat Joan mengangkat alisnya tinggi.

Apa-apaan maksud anak ini?

"Lo, oke, Ten? Lo diancem sama siapa buat jauhin gue? Bilang, biar gue yang urus." Joan jelas menatap Tenzi yang menggeleng cepat. Lelaki itu menyingkirkan tangan Joan yang berada di pundaknya.

Dengan berani ditatapnya mata Joan dan berucap tegas, "Gue nggak mau temenan sama lo. Anggap kita nggak pernah dekat."

Ten sudah menghilang dari taman kalau saja dirinya tidak ditahan oleh Joan. Lelaki tinggi itu sama sekali tidak bisa terima dengan apa yang Ten ucapkan. Berhenti berteman katanya? Semudah itukah kalimat itu bagi Ten?

"Semua yang udah pernah kita lalui ... " kalimat Joan menggantung sejenak ketika ia berusaha mencari kebohongan di netra Tenzi, " ... lo anggap semua itu apa, Ten?"

"Nothing. Sesuatu yang nggak berkesan." Joan masih ingin mencari gerak-gerik Ten yang menunjukkan bahwa lelaki itu sedang berbohong, tapi sayangnya Ten lebih dulu melepas paksa genggaman Joan pada pergelangan tangannya.

Lelaki berkacamata itu pergi dengan langkah cepat, menghilang ditelan koridor, menyisakan Joan yang masih mencerna kata demi kata dari seorang Tenzi.

***

"Jo!" Joan menoleh malas pada seseorang yang memanggilnya.

"Kenapa muka lo kusut begitu, Bro?" Yang ditanya tak menjawab apapun, dia terlalu malas untuk berinteraksi setelah apa yang dihadapi hatinya di taman tadi.

Jegar merangkul Joan dengan santai dan berjalan menyusuri koridor yang cukup lengang. Masih ada beberapa siswa yang melihat mereka dan memberikan respon positif akan kedekatan keduanya.

Ditambah hari ini Jegar datang dengan Joan dan mengenakan seragam lelaki itu. Tentu mereka berdua menjadi trending topik hari ini.

"Lebih cocok sama Jegar daripada si culun itu."

"Asli, Jegar jadi kecil kalo di samping Joan gitu!"

"Kok bisa preman sekolah begitu jadi lucu kalo sama Joan?"

Dan banyak komentar lain yang lewat di telinga Jegar. Untuk itu dia tak berusaha menyanggah apapun, karena sebetulnya dia menyukai komentar itu. Dia suka bagaimana orang memandangnya serasi dengan Joan.

Begitu saja dia lupakan perkara menangis di hadapan Joan. Kini, Jegar tak akan memberikan celah sedikitpun untuk Ten bisa dekat dengan lelaki pujaannya. Akan Jegar pastikan bahwa Joan hanya untuknya, selalu, dan bagaimanapun caranya.

"Ikut gue, yok, Jo!" Ajakan itu terlontar dari Jegar ketika bel masuk berbunyi.

"Ke mana? Ngapain?"

"Ada event seru, lo ikut aja, deh." Joan mengangguk sekilas sebelum mereka berpisah karena kelas yang berbeda.

Jegar semangat penuh mengukuti pembelajaran terakhir hari itu. Begitu waktu habis dan bel berbunyi, lelaki itu kilat melompat dari kursinya dan berlari menuju kelas Joan.

"Yok!" Karena semangat berlebih, Joan harus menahan tubuhnya agar tak jatuh ketika Jegar menyeruduk merangkulnya.

Joan sekilas menoleh ke belakang, mencari kehadiran Ten di antara manusia yang berdesakan ingin keluar. Sayangnya, tak dia temukan sosok itu.

Lelaki itu mengikuti langkah Jegar pada akhirnya. Dia masuk ke mobil dan menyamankan posisi duduknya di bangku samping kemudi. Dibiarkannya Jegar mengendarai mobil dan membawanya ke manapun.

Selama dirinya di rumah Joan, Jegar memperhatikan setiap detail yang ada dalam bangunan itu. Dari semua yang ia pandangi, ia ingat kalau Joan adalah seorang streamer game. Jadi, Jegar membawanya ke event Games Week. Sebuah pameran game pertama yang diadakan di ibu kota. Pameran ini menarik atensi para gamers hingga suasana di area sangatlah riuh.

Jegar menoleh pada Joan yang terus berdecak kagum sejak tadi. Lelaki di sampingnya itu antusias sekali, seakan sebelumnya tak pernah berwajah murung.

"Kita bisa liat segala jenis game di sini, bahkan sampai trailer game baru yang bakal rilis," ujar Jegar sembari berjalan mengelilingi area event.

Area event itu tertata rapi. Ada sekat-sekat yang membatasi ruangan, di mana setiap game mendapat ruangnya sendiri. Pada setiap ruang, ada layar lebar yang menampilkan bagaimana game tersebut dimainkan.

"Kok gue bisa nggak tau ada event ini, ya?" Pertanyaan itu lebih ke diri sendiri bagi Joan. Bisa-bisanya seorang streamer game sepertinya ketinggalan informasi. Hal apa lagi yang sudah dilewatkannya?

"Lo terlalu sibuk mikirin yang lain mungkin, makanya nggak tau update terbaru tentang game." Perkataan Jegar tak sepenuhnya salah. Joan mengangguk tipis sebagai validasi atas ucapan Jegar.

"Iya, pikiran gue kebagi belakangan ini."

Jegar menoleh pada Joan, menunggu lelaki itu melanjutkan ucapannya. Dia bisa melihat Joan menghela napas panjang sebelum berkata, "Tenzi menuhin pikiran gue mulu."

Hal itu membuat Jegar menarik sudut bibirnya membentuk senyum miris. Terlihat seperti apa sosoknya sekarang ini? Apa dia hanya badut penghibur Joan yang sedang galau?

"Apa, sih, yang lo liat dari anak itu?" Tanpa sadar Jegar meninggikan nada suaranya, membuat Joan sedikit terkejut dan balik menatap lelaki di sampingnya.

"Apa yang lo suka dari dia?"

"Kenapa lo harus tau?"

Jegar membuang muka dan berdecih. Tak bisakah Joan melihat dirinya? Tak bisakah Joan hanya menatapnya dan bukan Ten?

"Lo nggak tau kalo gue suka lo?" Wajah Joan jelas terkejut dengan fakta itu.

Cukup lama detik berlalu dengan mereka yang hanya saling tatap. Akhirnya Joan berdehem dan memutuskan pandangannya. Ditepuknya pundak Jegar dengan pelan dan berjalan mendahului lelaki itu setelah berkata, "Ayo, pulang."

***

Tolong tandain kalo ada typo, yaa!

tbc.

Stay Here || JohnTenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang