Ketika Ten datang dengan Joan di hari berikutnya, tentu menjadi berita mengejutkan. Joan tak sadar bahwa sejak hari dia pertama di sekolah, dia sudah menjadi sorotan dan topik pembahasan kaum hawa. Pun terseret dalam pembicaraan sesama lelaki.
"Anjir, Joan ngapain sama si miskin itu?"
"Kebanting banget, Joan nggak pantes jalan sama cupu itu."
Telinga Ten panas mendengar ocehan itu sepanjang perjalanan menuju kelasnya. Ia bahkan mempercepat langkah dan meninggalkan Joan untuk berjalan sendiri di belakangnya.
Baru saja Ten duduk di bangkunya, Jegar sudah menarik kerah bajunya untuk berdiri. Matanya menyala seakan ada api dalam manik itu. Melihaf Jegar yang begitu seram, membuat Ten jauh lebih takut daripada hari-hari sebelumnya.
Dia ditarik keluar kelas, dibawa menuju gudang terbengkalai seperti kemarin. Tubuh Ten dihempas begitu saja ke lantai yang keras. Dengan teganya Jegar menendang kencang perut Ten, tangannya, dan seluruh tubuhnya.
Penampakan Ten sudah begitu kacau. Tak peduli dengan bel masuk yang berbunyi, Jegar terus melampiaskan marahnya pada lelaki malang yang sudah tak bertenaga itu.
"Gar, udah! Lo nggak niat bunuh dia 'kan?" Hanzo ngeri melihat pribadi Jegar yang seperti monster, dengan cepat dia menahan tubuh sobatnya itu agar tak menyakiti Ten lebih jauh.
Napas Jegar memburu, dia berjongkok di hadapan Ten, dan memaksa lelaki itu duduk bersandar pada lemari di belakangnya.
"Lo harus jauhin Joan. Sadar diri anjing, lo cuma pembawa sial! Lo mau bunuh orang lagi, hah?"
Seruan dengan nada tinggi itu menusuk relung hati Ten yang paling dalam. Segala mimpi buruk hari itu kembali memenuhi pikirannya. Ten takut, ia tercekat tanpa bisa bicara, sampai air mata mengalir deras dari pelupuk matanya.
"Lo udah ambil Jayden, bangsat! Lo mau ngambil Joan juga? Gue muak liat pembunuh kaya lo masih bisa bernapas gini." Bukan hanya Ten, tapi kini Jegar juga mengeluarkan bulir kristal dari pelupuk matanya.
"Jauhin dia. Gue suka dia, gue mau Joan." Jegar bangkit setelah mengucapkan hal itu. Dia menghapus air matanya dengan kasar dan melangkah keluar gudang.
Hanzo hanya bisa menghela napas. Persoalan antara Jegar dan Ten begitu pelik untuk bisa dia masuki. Hal terpenting hanya dirinya yang harus terus berada di sisi Jegar selama sisa hidupnya.
Begitu Hanzo juga meninggalkan Ten dalam gudang itu, ia menangis semakin keras. Bukan karena sakit yang diberikan Jegar pada tubuhnya, tetapi rentetan perkataan Jegar yang menusuk hatinya.
Pembunuh?
Ten kembali memikirkan bagaimana proses pemberian gelar itu pada dirinya. Di masa lalu, Jegar bukan lelaki dengan hobi memukul seperti sekarang, meski dulu pun dia tidak begitu ramah.
Kakak laki-laki Jegar—Jayden yang disebut Jegar tadi—cukup dekat dengan Ten. Semester pertama kelas sepuluh adalah masa paling tenang bagi Ten. Sebelum kejadian naas itu menghancurkan segalanya.
Saat itu liburan semester ganjil, Ten diajak untuk ikut bersama Jayden dan Jegar berlibur ke pantai. Mereka bertiga menghabiskan waktu dengan baik dan membuat kenangan yang indah. Namun, kebahagiaan yang berlebihan itu juga tidak baik.
Ten dengan polosnya berjalan semakin jauh dari bibir pantai, hingga dirinya terbawa ombak. Jayden dengan rasa peduli yang tinggi tentu saja menceburkan dirinya ke lautan dan menolong Ten dengan sekuat tenaga. Sayangnya, yang berhasil kembali hanya Ten.
Jayden begitu mementingkan nyawa orang lain, hingga rela mengorbankan nyawanya sendiri. Kecelakaan itu menjadi alasan Jegar membenci Ten sampai detik ini. Ten tidak mempermasalahkan itu, sebab ia menganggap sudah sepantasnya ia mendapatkan hal itu.
Dada Ten selalu sesak setiap sekali mengingat kenangannya bersama Jayden. Terlebih ketika kemarin Joan mengajaknya ke pantai yang membuat Ten sadar bahwa ia tak pernah lupa dengan kejadian di masa lalu.
"Maafin gue, Jay."
***
"Kenapa bisa muka lo begini?" Ten membisu. Ia tak berniat menjawab pertanyaan lelaki yang berdiri di hadapannya.
Ten susah payah berjalan keluar gudang dan memilih untuk pulang agar tidak bertemu Joan, tapi sayangnya semesta sedang tidak berpihak kepadanya. Ia bertemu Joan di mini market dekat sekolah, dan lelaki itu langsung menyerbunya dengan rentetan pertanyaan.
"Preman itu lagi? Di mana mereka mukulin lo? Sini, gue obatin dulu." Ten menepis tangan Joan dengan kasar.
Mata keduanya beradu pandang. Melalui matanya Joan meminta penjelasan atas tindakan yang baru Ten lakukan. Namun, Ten sama sekali tidak berniat menjelaskan. Tatapannya tak bersahabat dan terkesan sinis.
Tanpa mengucapkan apapun lagi, Ten meninggalkan Joan di depan mini market itu. Membiarkan lelaki kekar satu itu berkecamuk dengan pikirannya sendiri.
"Salah gue apa, bangsat?" Joan berdecih, tak mengerti dengan apa yang baru dia dapatkan hari ini.
Lelaki itu kembali ke sekolah dan mengikuti pembelajaran seperti biasa. Satu hal yang berbeda dari hari lainnya adalah seorang Jegar yang menghampirinya ke kelas.
"Ngapain lo? Mau mukulin gue?" Joan bangkit dengan tas yang tersampir di bahu kanannya. Melihat Jegar yang diam menatapnya, Joan memilih untuk berjalan keluar kelas.
"Gue mau ngajak lo jalan." Ucapan Jegar membuat Joan berhenti di depan pintu kelas. Untungnya kelas sudah kosong, jadi ucapan Jegar tak mengundang banyak mata.
Jegar mendekati Joan dan berdiri tepat di hadapan lelaki tinggi itu. "Gue mau temenan sama lo," jelasnya.
Joan terkekeh mendengar penuturan itu. Tak pernah dia sangka seorang preman macam Jegar akan mengucapkan kata-kata seperti itu.
"Apa untungnya buat gue?"
"Gue bisa ngasih apapun yang lo mau. Temenan sama gue nggak ada ruginya." Jegar menjawab dengan penuh percaya diri. Bukannya terkesan, Joan malah menganggap itu sebagai suatu hal yang lucu.
Dia menepuk pundak Jegar dengan pelan. "Kita temenan, asal lo nggak nyentuh Tenzi lagi." Ucapan itu diakhiri dengan senyum lebar dari Joan.
Jegar berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk setuju. "Kalo gitu, malam ini lo ikut gue. Gue traktir makan malam sebagai teman baru." Penawaran yang tidak begitu buruk bagi Joan. Dia langsung mengacungkan jempol dan berbalik pergi meninggalkan Jegar.
"Kalo gue nggak bisa nekan Ten buat jauhin lo, gue bakal bikin dia inisiatif sendiri buat menjauh dari lo, Jo." Jegar tak main-main dengan perasaannya.
***
So, sejauh ini, apakah kalian menilai Joan itu sebagai green flag? atau justru red flag?
tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay Here || JohnTen
RomanceTenzi yang selalu dirundung, pertama kali merasa dibela oleh si anak pindahan, Joan. Mengapa Joan begitu baik? Mengapa Joan mau memperhatikannya? Ten takut, ini semua akan hilang. ⚠️bxb lokal