04. Kecewa Kecil

786 92 35
                                    

“Gue mau futsal, lo mau ikut?” Sembari membereskan barang-barangnya sebelum meninggalkan kelas, Rasyi bertanya pada kembarannya yang sudah lebih dulu menyandang tas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Gue mau futsal, lo mau ikut?” Sembari membereskan barang-barangnya sebelum meninggalkan kelas, Rasyi bertanya pada kembarannya yang sudah lebih dulu menyandang tas. Bahkan sudah berdiri di depan pintu kelas untuk segera melangkah keluar.

“Hari ini gak dulu. Gue pulang duluan ya.”

“Loh sama siapa?”

“Gampang, naik gojek atau sama Sadam.”

Rasyi mengangguk singkat. Sedikit heran sebab Rasya tidak tertarik pada tawarannya. Namun mungkin anak itu punya agenda sendiri yang akan dia lakukan bersama temannya yang lain.

Dikenal sebagai kembaran seorang Rasya Aksawijaya yang terkenal aktif dan mempunyai teman hampir dari seluruh kelas di sekolah, tak lantas membuat Rasyi ikut terbiasa dan berbaur dengan teman Rasya. Banyak orang yang mengenal Rasya dan Rasya juga banyak mengenal mereka. Sedangkan Rasyi, banyak orang yang mengenal dan menggilai keahlian futsal yang dia miliki, tetapi dirinya tidak begitu mengenal mereka.

Dari sekilas saja sudah dapat dilihat bahwa Rasya terlihat lebih ekstrovert. Dapat berteman baik dengan semua orang walau baru kenal beberapa jam. Sedangkan Rasyi sangat menghindari berteman dengan orang banyak. Menurutnya manusia adalah makhluk yang harus dihindari. Pertama, akan ada banyak sekali masalah yang timbul akibat terlalu banyak manusia. Kedua, energinya bisa terkuras habis jika banyak berinteraksi dengan manusia.

“Adek lo mau ke mana?” Rasyi reflek menoleh saat bahunya disenggol pelan oleh seseorang.

Lantas dia mengendikkan bahu tanpa mengeluarkan sepatah kata pun pada Varo. Membuat anak lelaki yang jauh lebih pendek dari itu itu menatapnya sinis dengan bibir sudah siap untuk menghujat.

“Dih! Abang macam apa lo? Adeknya mau ngapain aja gak tau. Fagh kata gue teh.”

“Bacot, Burik.” Rasya dengan tanpa permisi langsung melenggang pergi, meninggalkan Varo yang masih mendongak sebab perbedaan tinggi mereka yang sangat kentara.

Melihat tubuh Rasyi yang kian menjauh, Varo segera mengejar. Tidak dipungkiri bahwa Rasyi menjadi pemain futsal dengan larian tercepat di dalam klubnya sebab hanya berjalan normal saja sudah membuat Varo kewalahan.

“Eh, eh, bentar! Si Rasya ngapain nanya ke gue tempat beli sabun cuci mobil? Mau ngapain tu anak?” tanya Varo di sela langkah kakinya yang kewalahan mengejar Rasyi.

“Hah?” Rasyi berhenti mendadak. Langsung dia mendekat pada Varo lalu memaksa anak itu menjelaskan lebih rinci hanya dari tatapan matanya yang tajam.

Varo berdecak. Sejujurnya sudah ada perjanjian antara dirinya dan Sadam kepada Rasya. Bahwa tidak ada obrolan atau percakapan apapun yang boleh mereka bocorkan pada Rasyi. Kecuali jika keadaan sedang gawat. Tetapi memang menaruh kepercayaan pada Varo adalah hal terlarang. Bukan bermaksud berkhianat, memang dasar mulutnya tidak bisa menyimpan rahasia.

Elegi Langit Malam | Fourth NattawatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang