07. Dianggap Beban

876 78 23
                                    

"Tapi masa iya, sih, ini cuma keracunan biasa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tapi masa iya, sih, ini cuma keracunan biasa?"

"Kan Mas Nara udah bilang, Sya. Orang-orang yang minum lemon tea siang tadi juga sakit perut."

"Tapi gak separah lo, Ras. Masa lo sendiri yang hampir mati begini?"

"Gak hampir mati juga kali, tapi emang sakit banget."

"Ya berarti aneh, kan? Kata Mas Nara yang lain cuma sakit perut biasa. Gak sampe masuk rumah sakit."

"Ya namanya badan gue lagi mau sakit, gimana sih."

Rasya melipat tangannya di dada. Wajahnya mengeras duduk di bangku empuk yang berada di sebelah ranjang rawat Rasyi. Melirik selang intravena yang masih melekat pada punggung tangan sang kembaran.

Seumur hidupnya, Rasya hanya melihat tiga kali Rasyi di rawat di rumah sakit seperti ini. Pertama, saat anak itu tumbang setelah tujuh hari tournamen futsal. Kedua, saat Rasyi cidera. Yang ketiga adalah detik ini, saat ini. Kembarannya dinyatakan keracunan bahan makanan kadaluwarsa oleh dokter.

"Yaudahlah, jangan diributin. Udah dikasih peringatan juga penjual esnya." Rama datang dari ruang tunggu keluarga. Informasi saja, ruang rawat ini sudah seperti sebuah rumah kecil yang lengkap dengan perabotan rumah tangga. Ruang rawat kelas paling atas yang diberikan pelayanan terbaik sebab yang dirawat adalah anak dari Produser Film ternama dan Aktris terkenal.

Rasya masih berkeras. Tak mengajukan perlawanan, tetapi wajahnya terlihat tak terima. Memang saat ini Naratama sedang mengurus masalah 'Lemon Tea' tersebut. Namun, Rasya merasa penjual es tersebut harus mendapat hukuman yang lebih berat dari sekadar sebuah peringatan. Sebab hal tersebut sudah membahayakan beberapa nyawa, termasuk kembarannya.

"Hellow my friend!!"

Rasya memejam matanya sendiri dengan geram. Siapa yang mengizinkan anak lelaki dengan mulut lebar itu masuk ke dalam ruang rawat Rasyi?

"Masa iya lemon tea doang bisa buat jagoan tepar?" Varo sudah berdiri di sebelah ranjang perawatan Rasyi. Sedangkan sang pasien hanya bisa memutar bola mata, tak berniat menanggapi.

"Tolol!" Rasya melirik dengan sinis dua orang manusia -Varo dan Sadam- yang masih mengenakan pakaian sekolah di waktu yang sudah menjelang malam ini.

"Gue liat ada polisi tadi, anjir!"

"Iya, cok! Serem banget sampe bawa polisi!"

"Ada itu juga, Var, apa namanya? Wartawan? Reporter?"

"Iya, iya itu. Rame deh pokoknya. Gila, kita temenan sama anak artis anjir, Dam."

"WOY ANJER!" Rasya dengan gerakan cepat berdiri. Membuat tak hanya Varo dan Sadam, tetapi juga Rama yang hampir terlelap di sofa itu terlonjak kaget. "Keluar aja dah, yok. Gak boleh ribut, ada orang sakit," ucapnya, kemudian melenggang keluar. Diikuti oleh Varo dan Sadam yang sudah seperti anak kucing.

Elegi Langit Malam | Fourth NattawatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang