01. Mama dan Papa

1.2K 117 7
                                    

"Udah enakan belum, Sya?" Suara tersebut sontak menginterupsi Rasya dari pejamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udah enakan belum, Sya?" Suara tersebut sontak menginterupsi Rasya dari pejamnya. Anak itu tengah bersandar di jok mobil dalam keadaan berpeluh. Dadanya terlihat masih naik-turun dengan tempo yang agak cepat.

"Diem dulu, Bego. Gue masih atur napas." Masih dengan mata yang terpejam, membuat Rasyi yang duduk di sebelahnya terkekeh.

Tidak ada kepanikan, asma adalah teman baik Rasya. Anak itu tidak panik bahkan saat penyakit langganannya itu menyerang tiba-tiba. Yang harus dia lakukan hanya tetap tenang dan atur napas dengan sebaik mungkin, maka semuanya akan terlewati dengan baik.

"Kata Mas Nara lima menit lagi kita harus keluar. Bisa nggak?" Rasyi tengah merapikan jas hitam yang dikenakannya, berkaca pada spion kecil di depan untuk menata sedikit rambut yang berantakan.

Sedangkan yang satu lagi kini sudah membuka matanya. Napasnya jauh lebih normal dari beberapa saat yang lalu. Kini anak itu menatap jengkel pada sang kembaran, sebab dirinya merasa tidak dipedulikan. Padahal sepuluh menit yang lalu rasanya dia akan mati kehabisan napas.

"Sabar, dong. Nggak ada kasihan-kasihannya sama adek sendiri. Heran gue." Kali ini anak itu juga ikut menata rambutnya yang lepek akibat peluh. Kemudian memakai sepatu yang sempat ditanggalkan dan memakai kembali jas hitamnya yang senada dengan milik Rasyi.

"Udah siap, kan? Ras? Sya?" Tiba-tiba saja Mas Nara muncul, membuka pintu mobil dan menggiring mereka berdua untuk turun setelah keduanya mengangguk mantap.

Tiga lelaki itu berjalan melewati beberapa staf pengaman memasukin auditorium tempat acara tersebut diadakan. Terlihat mewah dan elegan dengan layar yang begitu lebar di depannya, menghadap kepada begitu banyak kursi-kursi tamu undangan.

Naratama menggiring dua adiknya untuk bergabung dengan Ajirama yang sudah tiba lebih dulu. Duduk melingkar di meja bundar dengan taplak meja berwarna merah maroon baldu. Siapapun pasti dapat menebak bahwa mereka berempat adalah saudara sebab pakaian yang mereka kenakan sangat seiras.

Seperti hari-hari yang lalu, hari ini adalah hari spesial untuk Mama. Film baru yang dibintangi oleh wanita berusia tidak lagi muda itu akan melakukan launching. Dan seperti biasa pula, Mama akan meminta seluruh anak-anaknya untuk datang memenuhi undangan.

"Loh? Diproduksi sama Wijaya Pictures? Berarti ada Papa dong?" Rasya menatap layar besar di depannya. Berisi poster film Mama dengan jajaran nama pemeran, produser, sutradara, serta perusahaan yang menggarap film tersebut.

"Kalau pun iya, kayanya Papa nggak dateng deh." Kali ini Ajirama membuka suara. Sembari melahap beberapa camilan yang tersedia di meja.

"Kenapa?"
"Pasti ada perwakilan lain."

Rasya manggut-manggut. Benar juga, memang Papa adalah pemimpin perusahaan. Namun belum tentu lelaki itu akan hadir di setiap acara yang membawa nama perusahaannya. Bisa jadi ada perwakilan.

Elegi Langit Malam | Fourth NattawatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang