LiS (14) || Gaya Kehidupan

25 4 9
                                    

Belajar dari semuanya. Mulai dari zaman dahulu, sebelum terbentuknya teknologi terbaru mengganti perabot lama yang kuno. Zaman pertengahan, mulai menyukai teknologi demi kelancaran dalam berbisnins dan zaman sekarang, yang begitu mudahnya menghasut sebagian orang agar bisa hidup lebih baik.

Model-model sering dilihat di TV, menunjukkan gaya hidup manusia agar bisa langsing itu sangatlah berlebihan. Bagaimana tidak, makannya pun harus dijaga dan makanan harus berupa sayur-buah bukanlah daging yang bisa membuat gemuk. Oh, astaga!

Ini bukan acara perang-perangan, menentukan mana baik dan buruk. Gaya hidup bukanlah dengan cara meniru gaya orang lain agar bisa tetap cantik seperti seorang artis. Tidak, itu tidak perlu.

Untuk apa?

Buang-buang waktu.

Banyaknya gaya hidup terinspirasi penuh dengan gaya centil, gaya anggun, gaya mewah dan macam-macam. Sesering ini pula mengguncang semuanya, termasuk meniru gaya seseorang yang tidak bagus sesuai gaya khas-nya sendiri sebelum mengagumi orang itu.

Hal ini seperti ini mengakibatkan semua anak-anak begitu termotivasi apa dilihatnya. Ingin tampil sesuai menurutnya paling bagus, biar semua orang menatapnya kagum dan memberi pujian manis.

Sesungguhnya sesuatu yang ngaco tak seharusnya ditampilkan di depan, memberi gambaran seakan itu menurut mereka. Sampai usia pun, mereka ingin merasakan namanya jatuh cinta padahal usia belum beranjak ke pendewasaan.

***

Dengan seribu langkah, Satria menggerutu dikarenakan sahabatnya meninggalkan dirinya. Apa nasib hidupnya selalu telat bangun padahal tadi malam, mereka bersama-sama begadang.

"Kamu kejam, Gin!"

Sebelum berangkat, Satria mengawasi Sariasha yang tenggelam pada lamunan. Arah tujuan adalah apa yang ditayangkan di TV. Di sana, ada wanita berpakaian anggun layaknya model. Benar-benar menyakitkan mata bagi Satria tak suka wanita menor, kelebihan kurus.

"Kamu kenapa nonton begituan?" tanya Satria mematikan TV. Sariasha mendongak, siap menangis. "Meski kamu nangis, Kak Satria tidak membiarkanmu menonton yang bukan sesuai usiamu, Sari. Kamu mengerti?"

"Sari 'kan, cuman mau nonton. Apa tidak boleh?" rengeknya.

"Boleh nonton, tapi usiamu belum mencukupi untuk nonton gituan." Masih dalam kekeras kepalaan, Satria tak mau mengizinkan Sariasha. "Untung Kak Satria ada. Jika tidak, kamu pasti mengikuti gaya dia tidak pantas buat seusia kamu."

Sariasha menangis kencang, berlari masuk dalam kamar. Mengunci pintu sebelum Satria terlanjur mengikutinya. Satria menghela napas kasar, duduk di sofa sambil memijat kepalanya yang pening. Berusaha menekan tombol ponsel supaya mengabarkan pada Gintara bahwa dirinya berhalangan hadir.

"Oke, aku tidak masuk. Jangan salahkan aku juga karena siapa!" protesnya keras pun menutup sambungan secara sepihak.

***

Alleara mengamati perilaku ngambek di antara adik-kakak. Karena belum terjaga di pagi hari, Alleara masih bergelung selimut, tak tahu menahu apa yang dilakukan adik-kakak ini semenjak dirinya bangun dan membuatkan makan siang.

"Kalian kenapa? Kok, muka Sari jadi ditekuk begitu?" tanya Alleara mengelus dagu Sariasha terus manyun. "Bertengkar lagi dengan Kak Satria, ya?" tebaknya tepat sasaran.

Kini, Sariasha berkaca-kaca. Ditunjuk Satria yang menggeleng kepala jengah akibat tuduhan tak berdasar, jelas-jelas itu bukan kesalahannya tetapi menyelamatkan masa kecil Sariasha.

"Kak Satria kenapa?"

Alleara masih bertanya karena tak mendapat jawaban.

"Kak Satria enggak mengijinkan Sari nonton orang bergaya," sahutnya lirih tergagap. "Malah Kak Satria matiin TV-nya."

Life is Simple ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang