Mobil yang berisi Grace, Gaby, Gizel dan Gissa perlahan memasuki pintu gerbang KLINIK TUA PENINGGALAN BELANDA. Mereka memerhatikan gedung tersebut dengan seksama.
Dari berbagai sudut, gedung Klinik Tua Peninggalan Belanda itu nampak terkesan suram dan angker.
Di sudut lain gedung, tak jauh dari pos jaga, terlihat seorang pengunjung bernama YUDA (cowok usia 19 tahun) sedang duduk memegang gelas berisi air putih, kepalanya tertunduk.
LIA (cewek 17 tahun, pacarnya Yuda), duduk di samping Yuda sambil memijit leher bagian belakang Yuda.
Grace, Gizel, Gaby Dan Gissa menemui KANG DADANG di pos jaga.
Kang Dadang (47 tahun, tegas, cukup ramah, kurus, kulit gelap, pandangan mata tajam dan misterius, percaya mistis ~ mengenakan pakaian serba hitam) adalah kuncen atau penjaga gedung Klinik Tua Peninggalan Belanda tersebut.
Kang Dadang mengajak mereka masuk ke dalam gedung.
"Mari, neng. Saya antar ke dalam."
Kang Dadang menemani mereka berjalan ke arah pintu masuk klinik yang terletak di sisi samping gedung.
Mereka berjalan beriringan.
"Orang yang di pos jaga itu tadi Kenapa, kang?" tanya Gaby pada Kang Dadang.
"Tadi kesurupan, neng. Baru saja sadar." Jawab Kang Dadang.
Mereka kaget mendengar hal tersebut.
"Serem ih. Kok bisa, kang?" tanya Gizel
"Mereka tadi pasti udah ngelakuin sesuatu yang bikin makhluk di sini terganggu. Dari awal, akang udah kasih tau, tapi, ya susah juga kalau pada bandel seperti itu." Jawab Kang Dadang lebih lanjut.
"Trus, yang ngobatin siapa?" tanya Grace.
"Akang, neng." Jawab Kang Dadang dengan nada merendah.
"Wah, hebat." Kata Gissa kagum.
Kang Dadang terlihat senang dengan pujian Gissa.
Mereka tiba di depan pintu masuk. Kang Dadang lalu membuka pintu dan berjalan masuk dengan diikuti oleh Grace, Gizel, Gaby dan Gissa.
Mereka berjalan menyusuri koridor satu di lantai satu Klinik Tua Peninggalan Belanda tersebut.
Koridor yang merupakan awal petualangan Grace, Gizel, Gaby, dan Gissa menjelajahi mistisisme Klinik Tua Peninggalan Belanda itu terkesan suram.
Sambil menyusuri koridor, Kang Dadang menjelaskan tentang aturan wisata horor di tempat itu dan menceritakan kisah mengenai keberadaan makhluk-makhluk astral di klinik tua itu.
"Yang paling penting di sini, hanya ngikutin pesan-pesan akang, neng. Jangan mindahin barang-barang yang ada di sini. jangan ngomong sembarangan. Dan, kalau bisa... nggak usah foto-foto."
"Kenapa nggak boleh foto-foto, kang?" tanya Gissa penasaran.
"Bukannya nggak boleh. Hanya saja sebaiknya nggak usah, neng. Soalnya, hantu yang ikut kefoto bisa ngikutin sampai ke rumah." Jawab Kang Dadang dengan santun.
"Ah, yang bener, kang?" Gizel mulai khawatir.
"Akang bicara bener, neng. Kalau nggak percaya, boleh dicoba."
"Tenang, hantu di sini takutnya sama miss gothic, kang." Gaby berseloroh sambil nunjuk ke Grace.
Gissa dan Gizel tersenyum geli mendengar candaan Gaby. Sedangkan Grace pasang sikap cuek.
"Awal mulanya tempat ini bisa jadi angker kenapa, kang?" Grace tiba-tiba berkeinginan untuk menanyakan hal ini.
Kang Dadang menghentikan langkahnya.
"Sebenarnya nggak ada cerita khusus kenapa tempat ini jadi angker, neng. Hanya karena udah lama kosong, maka jadi tempat tinggal makhluk-makhluk gaib. Makanya, tidak diijinkan masuk setelah maghrib."
Grace, Gizel, Gaby dan Gissa mengangguk-angguk sambil memerhatikan sekeliling koridor.
Mereka lalu berjalan kembali hingga sampai di lobby.
"Nah." Kata Kang Dadang, "Sampai di sini saja akang nemeninnya. Akang mau balik lagi ke pos jaga, siapa tau ada yang datang lagi. Ingat-ingat pesen akang ya, neng."
"Sip, kang." Jawab Gizel, Gissa, Grace dan Gaby hampir berbarengan.
Kang Dadang lalu meninggalkan mereka di lobby, menuju ke arah pintu masuk tadi yang juga merupakan pintu keluar.
Gizel, Gaby, Gissa dan Grace memperhatikan kembali sekeliling mereka.
"Nah, sekarang waktunya foto-foto nih." Kata Grace.
Grace nunjuk ke ruang resepsionis yang terdapat di sisi lain lobby.
"Mulai dari situ aja yuk."
Mereka kemudian menuju ke depan ruang resepsionis dan mulai berfoto selfie.
Grace, Gizel, Gaby dan Gisa berfoto selfie dengan berbagai gaya di beberapa lokasi di lantai satu. Beberapa pengunjung lain yang mereka temui juga melakukan foto selfie.
Setelah puas berfoto selfie di lantai satu, Mereka pun melanjutkan foto selfie di koridor luas yang merupakan koridor tunggu di lantai tiga.
Mereka memeriksa hasil foto selfie mereka secara bergantian di handphone masing-masing. Senyum, becanda dan tertawa-tawa saat melihat foto-foto itu.
Namun setelah selesai melihat semua hasil foto-foto selfie mereka, Grace pasang muka kecewa, lesu.
"Kenapa Grace?" tanya Gissa.
Grace menghela nafas.
"Nggak ada penampakan."
Gaby yang melihat ekspresi kecewa Grace pun ikut menghela nafas.
"Kayaknya harus dipancing deh biar pada keluar nih hantu."
Gaby lalu teriak kencang.
"Hoi.. Hantu-hantu di sini ternyata cuman bullshit! Palsu!"
Grace dan Gissa tertawa geli melihat ulah Gaby. Namun Gizel terlihat khawatir.
"Gaby! Apa-apaan sih? Kang Dadang kan udah pesen kalau..."
Gaby memotong ucapan Gizel.
"Aah, Kang Dadang mulu nih. Boring. Justru menurut gue, yang bikin serem tempat ini tuh justru Kang Dadang. Ya nggak sih."
Dengan nada panik Gizel mengingatkan Gaby.
"Sst, Gaby! Jangan ngomong sembarangan gitu. Ntar kalau ada penghuni tempat ini yang nggak suka gimana?"
"Udah." Gissa mencoba menenangkan Gizel, "Nggak usah terlalu kuatir gitu, Zel. Ini nggak jauh beda sama rumah hantu di pasar malam kok."
"Iya, gue pikir bakalan beda ternyata sama aja." Sahut Grace kesal.
"Cuman bedanya, di sini yang jadi hantu belum pada selesai make up, jadi belum pada nongol semua." Sambut Gaby.
Mereka tertawa. Kecuali Gizel.
Angin misterius menghembuskan debu di lantai salah satu sudut koridor. Dan tanpa mereka sadari, sesosok makhluk yang dikenal dengan sebutan SUSTER KROAK (sosok Suster Cantik, mengenakan seragam perawat yang putih bersih, tetapi memiliki rongga besar yang mengerikan di punggungnya) sedang berdiri memerhatikan mereka. Tatapannya dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH MAZE - Shadow of The Death
HorrorSekelompok anak muda terjebak dalam labirin kematian di gedung Klinik Tua Peninggalan Belanda di Bandung. Mereka harus menghadapi horor mengerikan yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.