MARY HAD A LITTLE LAMB

6 9 0
                                    

Gissa dan Gizel berada di lantai tiga. Mereka berjalan pelan menyusuri koridor dengan ketakutan. Gissa dan Gizel mengarahkan cahaya lampu handphone mereka ke segala sudut koridor yang suram itu.

"Gaby! Bintang!" teriak Gissa dan Gizel.

Tepat saat mereka ada di depan sebuah ruangan yang pintunya terbuka dan terpasang papan nama bertuliskan "BANGSAL PERAWATAN", tiba-tiba terdengar suara anak perempuan bernyanyi. Suara nyanyian itu berasal dari ujung lorong suram berbentuk letter-T di depan mereka.

"Mary had a little lamb, little lamb, little lamb.

Mary had a little lamb. Its fleece was white as a snow..."

Lagu itu dibawakan dengan tempo yang lambat dan nada yang terkesan menyeramkan.

Gissa dan Gizel tercekat.

"And everywhere that Mary went, Mary went, Mary went.

Everywhere that Mary went, the lamb was sure to... die."

Nyanyian itu pun kemudian berhenti. Suasana terasa sangat mencekam.

Gissa dan Gizel tegang ketakutan. Gissa buru-buru mengisyaratkan Gizel untuk tetap tenang dan tidak mengeluarkan suara berisik. Gissa menggenggam lengan Gizel dan menariknya masuk ke ruangan di dekat mereka yang mana ruangan itu tak lain adalah Bangsal Perawatan.

Gissa dan Gizel berdiri tegang. Mereka mengarahkan cahaya handphone ke sekeliling ruangan.

Beberapa ranjang pasien tertata rapi berjejer. Masing-masing ranjang tertutup oleh tirai warna hijau yang terpasang pada alumunium rel lengkung, sehingga tercipta bilik-bilik ranjang bertirai. Tirai-tirai yang menutup dan menjadi penyekat ranjang satu dengan yang lainnya didesain tidak penuh menutup hingga dasar lantai (terdapat celah setinggi ±30 cm).

"Ruangan apa ini, Gis?" tanya Gizel "Mirip bangsal rawat ya?"

Tiba-tiba pintu bangsal tertutup dengan sendirinya secara kasar. Suaranya keras.

Gissa dan Gizel kaget setengah mati. Mereka segera lari ke arah pintu dan mencoba membukanya, namun tidak berhasil.

Terdengar suara ranjang berderit dari salah satu bilik tirai. Gissa & Gizel terkejut. Mereka diam seribu bahasa dan tidak berani bergerak. Pandangan mata mereka tertuju pada bilik tirai tersebut.

Terdengar kembali nyanyian seram dari bilik tirai tersebut.

"It followed her to room one day, room one day, room one day..."

Ketegangan yang amat sangat menyelimuti Gissa dan Gizel. Keringat dingin membanjiri tubuh mereka. Jantung berdegub kencang dan nafas terasa sesak.

"It followed her to room one day, which was against the rules."

Nyanyian tersebut lalu berhenti dan kemudian nampak dari bawah celah bilik tirai itu terjuntai sepasang kaki sosok anak perempuan. Salah satu kakinya memakai sepatu dan kakinya yang satu lagi hanya mengenakan kaos kaki berenda. Dengan perlahan sepasang kaki itu menapak lantai dan mulai melangkah.

Gissa dan Gizel sangat ketakutan. Mereka melangkah mundur hingga punggung merapat menyentuh dinding pintu. Tubuh mereka serasa tegang dan tak mampu untuk bergerak.

Tirai itu tersibak. Nampaklah sosok NONIK BELANDA usia duabelas tahunan. Ia mengenakan gaun terusan putih berenda yang mana potongan gaun bagian bawahnya ada di atas lutut.

Wajahnya menunduk.

Gizel serasa susah bernafas hingga ia membuka mulutnya untuk bisa menghirup udara. Degup jantungnya yang kencang terdengar jelas. Satu tangannya mencengkeram erat lengan Gissa dan satu tangannya yang gemetar erat menggenggam handphone yang cahayanya terarah ke sosok Nonik Belanda itu.

Wajah Gissa dan Gizel pucat pasi. Tatapan mata mereka penuh ketakutan. Mereka berdua mengalami ketegangan akut.

Sosok Nonik Belanda itu melayang lalu melesat dengan cepat ke arah Gissa dan Gizel. Dalam sekejap mata Nonik Belanda itu telah berdiri tepat di hadapan mereka.

Wajah Nonik Belanda yang tertunduk itu terangkat. Ia memandang tajam pada Gissa dan Gizel. Ekspresinya penuh kemarahan. Mulutnya lalu terbuka dan keluarlah jeritan melengking panjang yang memekakkan telinga.

Tiba-tiba tubuh Gissa dan Gizel terangkat ke atas.

Gissa kemudian terhempas secara kasar ke arah pintu Bangsal. Dengan punggung terlebih dahulu ia menabrak pintu bangsal hingga jebol dan terlempar keluar ruangan. Tubuhnya diam tak bergerak, telentang di permukaan lantai koridor. Nafasnya terlihat lemah. Mulutnya sedikit terbuka dan mengalir darah segar.

Wajah Gizel menengadah ke atas. Matanya terbeliak. Sesuatu serasa mencengkeram lehernya sehingga ia kesulitan bernafas. Handphone terlepas dari tangannya. Gizel berusaha mencoba melepaskan sesuatu yang mencengkeram lehernya. Mulutnya terbuka mencari-cari udara. Kakinya menendang-nendang. Tubuhnya menggeletar. Suara tercekik yang parau keluar dari mulut Gizel.

Mendadak tubuh Gizel terlempar ke bilik tirai dan menghantam permukaan ranjang.

Gizel berusaha bangkit. Ia terbatuk sambil tangannya memegangi lehernya yang terasa sakit seperti habis dicekik.

Tiba-tiba, kain tirai membelit lehernya. Gizel berusaha melepaskan diri dari belitan kain tirai yang semakin erat itu. Namun, mendadak kain tirai yang membelit leher Gizel tertarik ke atas dengan kasar. Tubuh Gizel tergantung di udara dengan leher terjerat kain tirai. Gizel meronta-ronta berusaha membebaskan diri.

Sosok Nonik Belanda itu mendekati Gizel. Suasana mencekam.

Tubuh Gizel mulai melemas, pandangan matanya nanar.

Nonik Belanda itu berdiri tepat di depan Gizel yang mulai kehabisan nafas dan meronta lemah. Dengan senyuman yang mengerikan tersungging di wajahnya, Nonik Belanda itu menatap Gizel dengan tajam. Lalu dari mulut Nonik Belanda itu keluar nyanyian yang terdengar menyeramkan.

"It made the children laugh and play, laugh and play, laugh and play..."

Gizel berhenti meronta. Kedua tangannya terkulai.

Nyanyian itu terdengar hingga keluar ruangan. Menggema di sepanjang koridor lantai tiga.

"It made the children laugh and play, to see the lamb in pain..."

Gissa yang terkapar di lantai koridor mulai tersadar. Tubuhnya bergerak lemah. Ia berusaha bangkit. Namun tiba-tiba sesuatu yang tak terlihat mencengkeram kedua pergelangan kakinya. Kemudian secara kasar dan cepat, Gissa tertarik masuk ke dalam Bangsal Perawatan.

Secara tiba-tiba pula, pintu Bangsal Perawatan yang jebol beserta serpihannya yang berserak di lantai koridor melayang di udara, lalu melesat cepat kembali menempel kokoh ke kondisi semula.

Suasana koridor lantai tiga menjadi sunyi mencekam.

DEATH MAZE - Shadow of The DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang