Mereka masuk ke ruangan yang dimaksud oleh Grace tersebut. Ruangan itu ternyata adalah koridor tunggu yang luas. Di salah satu sisi koridor tersebut terdapat persimpangan berbentuk letter-T yang mana di langit-langitnya terpasang lampu pendar 5 watt yang menyala redup.
Spontan mereka menuju ke persimpangan tersebut. Mereka lalu tengok ke kanan dan ke kiri.
"Kanan apa kiri nih?" tanya Roy.
"Perasaan, tadi siang tangganya ada di situ deh." Grace menunjuk ke salah satu sisi koridor sebelah kiri mereka yang diyakini Grace terdapat tangga menuju ke lantai dua.
"Yakin?" tanya Bintang.
"Gue juga nggak inget, hun." Sahut Gaby.
Mereka terdiam sesaat.
Grace, Gaby, Gizel dan Gissa mencoba mengingat kembali letak tangga ke lantai dua. Sesekali mereka saling berpandangan.
"Coba ke situ deh." Bintang menunjuk ke sisi koridor yang terlihat lebih suram.
Roy mengarahkan cahaya lampu handycam ke sisi koridor yang ditunjuk Bintang. Handycam tersebut masih dalam status merekam. Kemudian sambil menatap layar handycam, Roy berjalan ke arah sisi koridor yang ditunjuk oleh Bintang. Yang lainnya langsung mengikuti Roy.
"Roy, matiin aja lampu handycam nya." Pinta Bintang.
"Jangan. Biarin aja! Biar terang." Sahut Gizel.
"Hemat baterai, Zel." Kata Bintang lebih lanjut.
"Tenang aja, gue bawa cadangan baterai. Dua." Kata Grace.
"Lu oke banget deh, Grace." Kata Roy dengan masih menatap layar handycam.
"Cie, cie..." seru Gissa dan Gizel kompak.
Mereka kemudian ketawa cekikikan.
"Shhhh... jangan berisik. Ntar kang Dadang denger." Kata Gaby mengingatkan.
Lampu pendar 5 watt yang terdapat di tengah persimpangan letter-T mendadak berkedip-kedip seolah mau mati.
Mereka terkejut. Seketika itu juga mereka menghentikan langkah, menoleh ke belakang dan menatap lampu tersebut. Tak lama kemudian lampu itu kembali menyala normal.
Mereka kemudian kembali berjalan tanpa mengeluarkan sepatah pun kata-kata.
Gaby bergelayut erat pada Bintang. Roy berjalan di barisan depan, sesekali menatap layar handycam yang sedang merekam. Grace yang berada di belakang Roy berpegangan pada ujung belakang kaos Roy. Gizel yang berjalan di samping Gissa, menggamit lengan Gissa. Suasana mencekam.
Hingga sampai di depan pintu salah satu ruangan yang terbuka, mereka berhenti. Mereka tidak memerhatikan papan nama bertuliskan "RUANG UGD" yang terpasang pada pintu ruangan yang terbuka itu. Pandangan mereka terfokus pada ujung koridor yang ternyata buntu dan tidak nampak adanya tangga ke lantai dua.
Tiba-tiba, terdengar suara tangis sesegukan seorang perempuan dari dalam ruang UGD itu. Sontak mereka menoleh.
Kemudian terdengar suara perempuan. Parau dan bernada lemah.
"Tolong..."
Mereka tercekat.
Gaby yang berada paling dekat dengan pintu ruangan UGD itu tiba-tiba menjerit. Ia nampak berusaha menarik salah satu kakinya yang tak bisa bergerak dan terlihat seperti dicengkeram sesuatu.
Mereka bingung dan panik.
"Gaby. Kamu kenapa?" tanya Gizel dengan panik.
Roy reflek mengarahkan handycam ke arah kaki Gaby. Wajah Roy terlihat berubah pucat ketakutan, matanya terbelalak saat melihat apa yang ada di layar handycam.
"F**k!" seru Roy.
Bintang, Grace, Gizel dan Gissa sontak menoleh ke Roy, sedangkan Gaby masih menjerit-jerit berusaha menarik kakinya.
Bintang dengan panik berteriak kepada Roy.
"Apa? Apa Roy?"
Sambil mempertahankan angle shot kamera pada kaki Gaby, Roy menggeser posisinya sehingga Grace, Gissa. Gizel dan Bintang juga bisa melihat apa yang dilihatnya di layar handycam.
"Oh my God." Jerit Gizel.
Nampak di layar handycam sesosok wanita hamil, berambut panjang dan lurus, wajahnya pucat menyeramkan (HANTU BUNTING). Sosok ini menggelesot di lantai. Salah satu tangan Hantu Bunting yang menyeramkan itu mencengkeram pergelangan kaki Gaby dan satu tangannya lagi menggapai-gapai Gaby. Bibir Hantu Bunting menyeramkan itu seperti mengucapkan kata tolong namun tanpa suara.
Gissa, Gizel, Grace dan Bintang makin panik. Bintang makin berusaha menolong Gaby melepaskan cengkeraman sosok hantu Bunting menyeramkan yang hanya terlihat di layar handycam itu.
Dalam momen menegangkan tersebut, tiba-tiba Grace teringat akan lomba foto selfie yang diadakan oleh majalah "M1st3ry".
Dengan sigap, Grace mengaktifkan kamera handphone nya dengan format front camera. Ia lalu mengambil posisi berfoto selfie dengan latar belakang Roy yang sedang merekam kejadian itu dengan penampakan hantu Bunting yang terlihat jelas di layar handycam, Gissa dan Gizel yang kebingungan, serta Bintang yang sedang berusaha keras melepaskan kaki Gaby dari cengkeraman sosok Hantu Bunting menyeramkan yang tak terlihat oleh mata telanjang maupun kamera handphone milik Grace.
Grace lalu melakukan beberapa jepretan foto selfie. Ia berhasil mendapatkan foto selfie penampakan hantu untuk lomba. Ia juga memiliki rekaman video bukti penampakan ini.
Grace tersenyum puas.
Bintang dan Gaby terjengkang jatuh ke lantai. Gaby akhirnya berhasil melepaskan kakinya dari cengkeraman sosok Hantu Bunting menyeramkan itu.
Bintang dan Gaby segera bangkit berdiri.
"Oke, cukup!" teriak Bintang. "Kita keluar sekarang!"
Mereka pun kompak lari tunggang langgang tak tentu arah.
Hingga di koridor berikutnya, kepanikan semakin memuncak ketika mereka tidak menemukan jalan keluar.
"Mana pintunya?" jerit Gissa.
Mereka toleh sana toleh sini, mencari pintu keluar.
Bintang memeluk Gaby yang menangis terisak-isak. Kemudian Bintang mencoba menenangkan dirinya sendiri dan teman-temannya.
"Oke... tenang... tenang!" suaranya bergetar karena masih shock. "Kalau kita tenang pasti ada jalan keluarnya."
Pelan-pelan, mereka mulai sedikit tenang meski kepanikan dan guratan ketakutan masih membayangi wajah mereka. Tubuh mereka gemetaran.
Roy melangkah pelan. Ia mengarahkan lampu handycam menyisir koridor itu. Kali ini handycam tidak dalam status merekam.
Bintang, Gaby, Gizel, Grace dan Gissa mengikuti Roy.
Roy mendadak berhenti. Bintang, Gaby, Gizel, Grace dan Gissa pun ikut berhenti.
Roy mengendus-enduskan hidungnya. "Kalian cium bau wangi juga nggak?"
Bintang, Gaby, Grace, Gizel dan Gissa terlihat gelisah. Mereka secara spontan ikut mengenduskan hidung mereka ke udara.
"Buset." Seru Bintang.
"Bau melati." Sahut Grace.
"Gimana nih?" Gizel gemetar ketakutan.
"Kita teriak minta tolong aja, siapa tau Kang Dadang denger." Seru Gissa.
Mereka saling berpandangan dan dengan kompak berteriak minta tolong.
"Tolooooong...!" teriak mereka sekeras-kerasnya.
Teriakan minta tolong mereka menggema di sepanjang koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH MAZE - Shadow of The Death
HororSekelompok anak muda terjebak dalam labirin kematian di gedung Klinik Tua Peninggalan Belanda di Bandung. Mereka harus menghadapi horor mengerikan yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.