Mobil Gaby berhenti di halaman warung mie ramen dekat Klinik Tua Peninggalan Belanda. Warung mie ramen itu sudah tutup.
Bintang dan Roy datang menghampiri mobil Gaby. Pintu mobil terbuka. Gizel, Gissa, Gaby dan Grace turun dari mobil.
Gaby heran Bintang dan Roy tiba duluan di tempat itu.
"Kalian kok cepet banget udah nyampai di sini?"
"Lewat jalan tikus." Jawab Bintang.
"Sekarang gimana, hun?" tanya Gaby yang nampak cemas.
"Tadi gue sama Roy udah sempat ke klinik minta ijin sama kang kuncen buat masuk ke dalam ambil hape kamu yang ketinggalan." Kata Bintang.
Gaby terlihat senang. "Trus, mana hapenya?"
"Kang kuncen nggak kasih ijin masuk. Katanya besok aja."
Jawaban Bintang itu langsung membuat Gaby kembali panik. "Kok nggak maksa sih!?"
"Yah, kita berdua udah maksa tapi kuncen sialan itu galak banget. Kita diancam mau dipanggilin warga setempat kalau maksa masuk." Jawab Bintang.
Gaby semakin panik. "Duh, gimana nih?"
Gaby lalu menarik Bintang menjauh dari Gizel, Gissa, Grace dan Roy yang mengelilingi mereka.
Gaby dan Bintang kemudian terlihat terlibat percakapan serius.
Tak lama kemudian Gaby dan Bintang kembali ke Gissa, Gizel, Grace dan Roy.
Bintang mengajak Roy ke tempat lain, sedangkan Gaby bersama Gissa, Gizel dan Grace, di dekat mobil Gissa.
Gaby nampak ragu, namun kemudian ia pun berkata. "Mmm... Grace, Gis, Zel, ada yang mau gue sampaikan ke kalian."
Grace, Gissa dan Gizel mengangguk.
"Hape itu harus ketemu malem ini juga. Soalnya... terus terang aja, hape itu isinya video ML gue sama Bintang." Kata Gaby.
"Oh my God." Seru Gissa, Gizel dan Grace.
Di sisi lain halaman warung mie ramen itu, Bintang juga sedang berbicara juga dengan Roy. Nampak Roy mengangguk-angguk.
Gaby meneruskan kalimatnya. "Bintang sama gue rencananya mau masuk ke klinik diam-diam. Kalian mau nemenin?"
Grace langsung menjawabnya tanpa ragu. "Oke.. Gue ikut."
"Kalian udah gila ya?!" seru Gizel. "Di dalam pasti serem banget. Gue nggak mau ikut masuk. Gue tunggu di mobil aja deh."
"Zel, dari pada lu nunggu sendirian di mobil, mendingan ikut masuk deh." Ujar Gissa. "Lebih aman kalau kita bareng-bareng. Nggak ada apa-apa kok di dalam. Gue jamin deh."
"Gue tuh beneran takut, Sa." Kata Gizel.
Gissa melanjutkan kata-katanya. "Setan tuh takut sama kumpulan orang banyak. Lagian kita kan berenam. Jadi, nggak mungkin ada setan yang berani deket. Udah yuk."
Kata-kata Gissa yang diucapkan dengan lancar dan tanpa ada nada-nada ragu sedikit pun membuat rasa takut Gizel menjadi berkurang. Gizel pun akhirnya bersedia untuk ikut masuk.
"Ya udah deh."
Gaby lalu berpaling ke Bintang dan memanggilnya. "Hunny!"
Bintang menoleh, lalu mengajak Roy ikut dia. Mereka pun segera menuju ke tempat Gaby, Grace, Gizel dan Gissa.
Bintang, Gaby, Grace, Gizel, Gissa dan Roy mulai menyusun rencana.
"Ada yang bawa senter nggak?" tanya Bintang.
"Nggak ada." Jawab Gaby. "Kan tadi kita nggak kepikiran bakalan masuk lagi ke dalam situ malam-malam gini."
"Oh, ya udah. Kalau gitu pakai hape aja buat ganti senter." Kata Bintang.
Grace teringat akan handycam miliknya yang kebetulan ia bawa. Handycam itu ada lampunya.
Grace langsung kasih tahu ke Bintang. "Gue kan bawa handycam. Ada lampunya tuh."
Bintang tersenyum senang. "Great. Kita bisa pakai hape plus lampu handycam."
Pada malam hari, bangunan Klinik Tua Peninggalan Belanda berwarna pink pucat dengan lumut-lumut di dindingnya itu terlihat seram. Pohon besar, yang daun-daunnya bergerak tertiup angin, menambah keangkeran.
Di dalam pos jaga, Kang Dadang tidur pulas di balai-balai. Tidurnya meringkuk berbalut selimut sarung. Lagu keroncong Sunda mengalun dari radio tua di dekat kepalanya yang terletak di meja di samping gelas besar berisi air teh celup yang tinggal seperempat gelas. Tas pinggangnya yang terlihat kucel tergantung di dinding.
Bintang, Roy, Gaby, Grace, Gizel dan Gissa melangkah dengan sangat hati-hati. Berjalan mengendap-endap melewati Kang Dadang yang tertidur pulas.
Lampu handphone maupun handycam tidak mereka nyalakan karena takut cahayanya akan bisa membangunkan Kang Dadang.
Mereka akhirnya sampai di depan pintu masuk ke dalam gedung Klinik Tua Peninggalan Belanda tersebut. Roy mengeluarkan pisau lipat serba guna dari sakunya. Ia lalu berjongkok dan berusaha membuka gembok yang mengunci pintu dengan menggunakan salah satu bagian dari pisau lipatnya itu yang memang difungsikan untuk membobol gembok.
Bintang membantunya dengan menyorotkan cahaya lampu handphone miliknya ke arah gembok.
Mereka berusaha untuk tidak berisik.
"Gimana, Roy, bisa?" tanya Bintang.
"Bentar lagi." Sahut Roy. "Sabar."
Tanpa disadari Roy, handphone nya yang disimpan di saku celana samping keluar menonjol. Karena terdesak gerakannya yang berpindah-pindah posisi jongkoknya dan pendeknya saku, sedikit demi sedikit makin keluar.
Gembok akhirnya berhasil terbuka. Roy segera berdiri dan membuka pintu.
Tanpa disadari Roy, handphone nya terjatuh. Teman-temannya yang lain pun tidak menyadari itu karena pandangan mereka terfokus pada pintu.
Setelah pintu terbuka, maka mereka pun masuk satu per satu.
Roy yang masuk belakangan lalu menutup pintu dengan hanya merapatkannya saja.
Di hadapan mereka kini adalah sebuah koridor yang suram. Ada sedikit cahaya di ujung koridor yang cukup lumayan membantu penglihatan mereka.
Grace memberikan handycam nya kepada Roy.
Roy lalu mengambil posisi ke depan mereka, kemudian menyalakan lampu handycam dan mengaktifkan program rekam di handycam itu. Koridor itu kini jadi nampak lebih terang. Mereka mulai berjalan menyusuri koridor yang nampak sangat suram itu.
"Lu rekam juga?" tanya Bintang.
"Iya, buat iseng aja. Baterai juga masih full kok." Jawab Roy.
Mereka kemudian sampai di lobby.
Sedikit cahaya di koridor masuk tadi ternyata dari penerangan sebuah lampu pendar 5 watt yang terpasang di langit-langit di tengah lobby.
Suasana lobby terkesan mistis. Hawa di ruangan itu lembab, membuat Gizel merasa pusing dan mual.
"Terus ke arah mana nih?" tanya Roy.
Grace menunjuk ke ujung koridor berbentuk letter-L di hadapan mereka. Ujung koridor tersebut cukup terang karena di langit-langitnya terpasang lampu pendar 5 watt yang menyala. Di salah satu sisi dinding yang tak jauh dari ujung koridor nampak cermin tua yang buram.
"Maju aja Roy, di situ nanti ada tangga ke atas." Kata Grace.
Mereka lalu berjalan perlahan menuju ke arah yang tadi ditunjuk oleh Grace.
Ketika sampai di depan cermin tua yang buram itu, mereka mempercepat langkah mereka. Tidak ada satu pun dari mereka yang berani menengok melihatnya. Dan tepat setelah mereka melewatinya, tanpa mereka sadari muncul bayangan sesosok suster cantik(SUSTER KROAK) di cermin tua yang buram tersebut. Ia memerhatikan mereka dengan tatapan yang amat sangat tajam sekali.
![](https://img.wattpad.com/cover/365013583-288-k728226.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH MAZE - Shadow of The Death
HororSekelompok anak muda terjebak dalam labirin kematian di gedung Klinik Tua Peninggalan Belanda di Bandung. Mereka harus menghadapi horor mengerikan yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.