Tak jauh dari tempat Alona, Justin menunggu didalam mobil. Ingin rasanya pria itu menghampiri Alona, memeluk dan memohon ampun pada wanita-nya itu. Namun, terlalu ramai. Justin tak ingin menambah masalah dengan memaksakan keadaannya yang justru membuat Alona semakin menjauh.
Tiga hari sudah kerjanya hanya seperti ini, datang pagi-pagi hanya untuk memantau Alona. Tapi, tiga hari ini usahanya sia-sia karena Alona tak datang. Dan malam saat ia kembali dan tak membuahkan hasil apapun ia akan kembali mengamuk.
Justin semakin terpukul ketika Alona mengirimkan surat pengunduran diri melalui aplikasi pengirim pesan. Pria itu terus berteriak dan menyiksa dirinya. Setiap hari ada luka baru yang ia buat sendiri sebagai bentuk hukuman untuk tindakan bodoh yang sudah pria itu lakukan.
Hampir empat puluh lima menit menunggu, Alona keluar dari dalam restoran seorang diri sambil menenteng plastik. Wanita itu memilih berjalan kaki entah kemana. Justin terus mengikuti Alona dari dalam mobilnya, hingga berhenti pada sebuah rumah kecil yang Justin yakini adalah rumah Alona.
Dengan cepat pria itu turun dari mobilnya, melangkah kearah rumah.
Saat Alona hendak menutup pintu, Justin menahan. Membuat Alona kembali membuka pintu. Seketika tubuhnya menegang saat melihat Justin yang berada didepan pintu.
"Pergi!" Teriaknya membuat Justin terkejut dan merasa sedih.
Alona berusaha menutup pintu namun kembali ditahan. Justin sedikit mendorong pintu membuat Alona mundur.
"Maaf ...." Justin maju selangkah mendekat.
"Jangan mendekat!"
"Alona ... maaf, aku tak sengaja."
"Tak sengaja kata mu? Mudah sekali." Alona memejamkan mata membuat air mata nya lolos begitu saja.
Justin semakin mendekat namun langkah nya tercekat karena teriakan Alona. "Ku bilang jangan mendekat."
"Maaf, aku tak tau harus berkata apa selain maaf." Ucapnya dengan wajah penuh penyesalan.
"Pergi! Pergi sekarang, arghh!!" Alona berteriak histeris dan tak terkendali.
Alona beranjak mengambil lampu yang terletak diatas meja kemudian ia lempar hingga mengenai pelipis pria itu.
Justin meringis sambil menyeka darah yang keluar dari pelipisnya sebelah kanan.
"Sakit? Bahkan itu tak seberapa dengan apa yang kau buat padaku." Desis Alona sambil terus melemparkan barang lain.
"Maaf ...."
Tubuh Alona meluruh ke lantai dengan tangan menutup wajah, ia terus terisak dan mengamuk. Saat Justin berjongkok dihadapannya dan menarik tangan Alona untuk membawa wanita itu ke dalam pelukan, ia justru semakin menangis.
"Jahat ...." Katanya sambil terus memukul tubuh Justin.
"Maafkan aku, sayang." Justin terus mengecupi dahi Alona, menghilangkan rasa bersalah yang terus ia rasakan.
"Aku membenci mu."
Justin menaruh kepalanya diatas kepala Alona, pria itu menggeleng kecil. "Jangan bicara seperti itu."
"Pergi, aku tak mau melihat mu." Kata Alona lirih.
"Jangan menyuruh ku pergi, aku tak bisa."
Justin melepaskan pelukan, menggapai wajah Alona lalu diusapnya dengan lembut. "Aku minta maaf, berhentilah menangis."
Alona menggeleng keras. "Pergi ...."
Justin merapihkan rambut Alona yang menutupi wajah wanita itu. "Berhenti menangis, maaf telah membuat mu terluka. Aku janji tak akan melakukannya lagi."
Justin menaruh tangannya diantara kaki Alona, lalu mengakat tubuh wanita itu dalam gendongan. Ia membuka pintu kamar Alona, lalu ditutupnya dengan kaki, dan dikuncinya dari dalam. Ditaruhnya tubuh lemah Alona diatas ranjang dengan pelan dan lembut, kemudian pria itu mengitari ranjang dan ikut naik keatas ranjang.
Justin membuka bajunya lalu ditaruh dilantai, kini pria itu bertelanjang dada. Alona yang melihat Justin membuka baju langsung bergeser dengan badan yang bergetar.
"Jangan takut, aku hanya kepanasan."
Alona bergeser ke ujung ranjang hingga hampir terjatuh, dengan posisi memunggungi Justin wanita terus menangis. Dia lelah, namun air matanya tak bisa dikendalikan. Dia pikir setelah tiga hari menangis air matanya akan mengering, nyatanya air matanya masih tersisa banyak.
"Jangan memunggungi ku." Justin mendekat, memeluk Alona dari belakang.
"Lepas."
"Aku tak suka dipunggungi." Katanya, lalu mengecupi pipi Alona.
"Berhentilah menangis, kau akan demam jika terus menangis."
"Aku--menangis--juga--karena mu!" Ucapnya sambil sesegukan.
Justin bergeser ketengah ranjang, merapihkan bantalan, lalu bersandar. Pria itu membalik tubuh Alona lalu ditariknya pelan hingga masuk kedalam pelukannya, kepala Alona diletakan di dadanya yang telanjang. Tangannya yang besar tak berhenti mengelusi surai rambut Alona yang lembab.
"Jangan menangis lagi, sudah cukup menangisnya." Justin mencium dahi Alona. "Kau akan demam."
Alona tak menjawab dan hanya suara sesegukannya yang terdengar.
"Tidurlah, setelah kau tidur aku akan pulang."
Alona menggeleng.
"Tak mau ditinggal?" Goda Justin.
Alona mendangak menatap Justin sinis dengan matanya yang sembab. Kemudian menarik puting susu Justin dan dicubitnya hingga pria itu berjengit.
"Biar putus."
Justin terkekeh pelan. "Maafkan aku, Alona. Jangan pergi. Jangan tinggalkan aku sendiri."
Alona menggeleng keras. "Aku mau pergi, biar saja kau mati."
"Jahat sekali. Aku berjanji itu pertama dan terakhir." Justin mengeratkan pelukannya. "Aku tak akan membela diri, karena aku tahu itu murni kesalahan ku. Mau memaafkan ku?"
"Jangan harap semudah itu."
"Hukum aku jika itu membuatmu senang, asalkan jangan pergi, jangan menghilang. Aku takut." Katanya dengan raut wajah memelas.
Kali ini Alona tidak mencubit, melainkan menggigit puting susu Justin dengan gemas. Pria itu yang kecintaan dan takut ditinggal, tapi tingkahnya membuat Alona kesakitan.
"Aww... ada apa lagi? Kenapa digigit?" Katanya sambil mengusap-usap putingnya. "Lihatlah, bentuknya berubah. Sudah tidak bulat lagi."
Alona melepaskan pelukan, berbalik dan kembali memunggungi Justin.
"Aku lelah."
Justin menghembuskan napas, ikut berbaring sambil memeluk Alona dari belakang, memasukan kepalanya keceruk leher Alona sambil mengecupi pipi wanita itu.
"Aku tak suka dipunggungi." Katanya memelas.
Alona berbalik hingga berhadapan dengan Justin. Pria itu membuka tangannya lebar dengan senyum yang mengembang, mengajak Alona untuk masuk kedalam pelukan tubuhnya yang hangat. Justin menjauhkan wajahnya sejenak saat wajahnya berhadapan langsung dengan wajah Alona. Memandang kagum lalu dikecup bibir Alona gemas.
"Tidur atau ku usir. Aku lelah."
Justin terseyum kecil. "Selamat tidur." Katanya sebelum ikut terlelap.
~○°🦋🦋🦋°○~
TO BE CONTINUE
Jangan lupa vote dan commentnya ya, karena setiap support yang kalian beri sangat berharga 💛
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN DESIRE [SELESAI] ✔️
Romance(21 +) MATURE CONTENT Justin Xander merupakan pewaris tunggal salah satu perusahaan layanan kesehatan terbesar di Amerika, Xanders Medical Corporation. Namun dibalik kesempurnaannya Justin merupakan seorang gynophobia atau phobia terhadap wanita. Na...