𓍢ִ໋🌷͙֒01𓍢ִ໋🌷͙֒

1.7K 77 2
                                    

» [朝木ゆう - 繭籠り] «
0:02 ─〇───── 5:56
⇄ ◃◃ ⅠⅠ ▹▹ ↻ 

Sudah beberapa hari berlalu sejak pemakaman, dan aku masih belum pernah keluar dari kamar. Rasanya seperti baru kemarin aku tertawa bersama Lilian. Ibu, mengapa kau pergi dan meninggalkanku?

Mengapa kau hanya pergi bersama Fleatho? Mengapa tidak membawa aku bersamamu? Aku tahu kau mencintainya, tapi apa kau tidak mencintaiku juga?

Sekali lagi air mata mengalir, mengenang bayangan Lilian yang biasanya akan mengetuk pintu kamarku jika aku terlalu lama di dalam kamar. Sekarang hanya kehampaan yang menyambutku, tanpa ada yang peduli jika aku tidak keluar.

Aku merasa seperti orang asing di sini tanpa Lilian, tanpa ikatan darah dengan keluarga ini. Seharusnya aku mempersiapkan diri untuk pergi sebelum mereka mengusirku. Tetapi mengapa rasanya hatiku semakin sakit saat membayangkan meninggalkan rumah ini?

Setiap sudut rumah ini penuh dengan kenangan, kenangan manis yang kini hanya menjadi bayang-bayang kesedihan. Aku membalik lemari yangterlihat ada beberapa pakaian Lilian, mencium bau parfum kesayangannya yang masih terasa di udara. Suara langkah kakinya yang biasanya mengisi ruangan, kini digantikan oleh sunyi yang menyakitkan.

Apakah aku bisa melupakan semua yang telah terjadi? Apakah aku bisa melupakan rumah ini, tempat dimana aku telah merasa aman dan dicintai? Entahlah, tapi satu hal yang pasti, kepergian Lilian telah merobek hatiku menjadi dua.

Banyak kenangan di rumah ini yang membuatku enggan meninggalkannya. Kehangatan keluarga dan rasa kasih sayang yang mereka berikan seolah fatamorgana yang akan segera lenyap. Aku ingin kau kembali, Ibu. Aku berharap semua ini hanyalah mimpi atau ilusi semata, tapi tanpamu di sini, aku yakin semua ini adalah kenyataan.

Mengapa kebahagiaanku sesingkat ini? Mengapa semua kesialan kembali menimpa? Mengapa hidup bahagia bersama Ibu sesingkat itu? Apakah ini bagian dari karma? Aku tidak tahu, dan sebenarnya aku juga tidak ingin tahu. Yang aku inginkan hanya Lilian kembali, mendekapku dengan hangat.

"Aku hanya ingin ibuku."

Di sudut kamar yang remang, bayangan Lilian tampak terpatri di dinding, mengingatkan akan kehadiran yang pernah begitu memenuhi kekosongan di dalam hati. Sentuhan hangatnya, suara lembutnya, semuanya terasa begitu jauh sekarang. Aku menatap foto ibu di meja rias, menyentuh permukaannya yang dingin, menginginkan kehadiran nyata di sampingku.

Hari-hari berlalu begitu lambat, tanpa keceriaan yang biasanya hadir bersama Lilian. Segala aktivitas seakan kehilangan makna, terasa kosong tanpa kehadiran yang begitu berarti. Setiap malam, aku terjebak dalam kebingungan dan kehampaan, memohon agar Lilian kembali menerangi jalan kehidupanku yang gelap.

Aku mendengar ketukan pintu, seperti biasa, ketiga kakak tiriku selalu datang untuk menemaniku dalam beberapa hari terakhir ini. Dengan malas, aku beranjak dari tempat tidur dan membuka kunci kamar. Saat aku membuka pintu, Theo membawa sarapan di tangannya.

"Ahh, sudah pagi, ya?" tanyaku sambil mempersilakan Theo masuk.

"Kau bahkan tidak ingat siang dan malam?" Theo menatapku tidak percaya.

Tentu saja, karena jendela kamar selalu tertutup dan aku hanya ingin berada dalam kegelapan. Theo meletakkan nampan berisi sarapanku dan miliknya. Ia segera mendorongku masuk ke dalam kamar mandi dan melepas semua pakaianku. Ia kembali mendorong tubuhku tepat di bawah shower dan mulai memandikanku.

Air hangat menyentuh kulitku, mengusir sejenak kedinginan yang telah merajai hari-hariku belakangan ini. Theo dengan lembut menggosok-gosok punggungku, seperti ibu biasanya melakukannya dulu. Aku menatap lantai kamar mandi, terbayang bayang sosok ibu yang biasa ada di sini, tersenyum dan menyeka air mataku.

My StepBrothers ObsessioNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang