𓍢ִ໋🌷͙֒17𓍢ִ໋🌷͙֒

537 30 0
                                    

» [Two Feet - Quick Musical Doodles and Sex] «
0:02 ─〇───── 4:11
⇄ ◃◃ ⅠⅠ ▹▹ ↻

"Theo," panggil Grace dengan nada lirih, mencoba mencerna kata-kata yang baru saja disampaikan Theo. Matanya menatap kakak tirinya itu, mencari pemahaman di balik tatapannya yang tajam.

Theo mendekati Grace, wajahnya serius. "Kau tak pernah berpikir, bukan? Tentang bagaimana perasaan kami, bagaimana kami merasa terikat padamu?"

Dalam kesunyian yang berat, setiap kata Theo terasa seperti pukulan, menusuk ke dalam hati Grace. Wajahnya mengambarkan kebingungan dan pertanyaan yang menghantui. Bagaimana ia bisa begitu buta akan perasaan orang-orang di sekitarnya? Bagaimana bisa ia begitu egois sampai melupakan kepentingan orang lain demi keinginannya sendiri?

"Aku tidak bermaksud seperti itu, aku menyayangi kalian, aku mencintai kalian, aku ... aku tidak ingin kehilangan kalian!" ujar Grace dengan penuh rasa frustrasi.

Dalam kata-kata itu terdapat kebingungan yang amat dalam, suara yang terdengar hampir putus asa. Grace ingin mereka memahami, tapi bagaimana caranya? Bagaimana bisa ia menyampaikan rasa bingung, rasa takut, dan cinta yang juga membuatnya terluka?

Theo memperhatikan ekspresi wajah Grace. Dia bisa melihat getaran emosi yang bertarung dalam diri Grace, memperjuangkan rasa cintanya, tetapi juga memahami kebingungan yang membelenggunya.

"Aku tahu kau menyayangi kami, Grace," ujar Theo, suaranya tenang meskipun penuh dengan rasa. "Tetapi adakalanya menyayangi bukanlah cukup, terutama ketika perasaan kita tidak sejalan."

Grace menelan salivanya, mencoba merangkai kata-kata yang dapat memahamkan Theo dan juga meredakan kegelisahan dalam dirinya. Akan tetapi, di antara kerumunan pikiran yang berkecamuk, dia tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat. Dia hanya diam, matanya memandang kosong ke ruang kosong, mencoba menemukan jawaban dari kegelisahan yang melanda hatinya.

"Grace, tatap mataku," ujar Theo dengan lembut, suaranya seperti sentuhan hangat di tengah dinginnya keheningan. Dengan pelan, ia menarik Grace ke dalam pelukan, membuat gadis itu mendongak dan menatap wajahnya.

"Aku mencintaimu, kau mencintaiku. Hubungan kita kan jauh lebih baik daripada saat sekarang, terimalah kami dalam hatimu, Grace," ujar Theo dengan tatapan yang mulai melembut.

Grace akhirnya hanya bisa mengangguk, membiarkan kata-kata dan kehangatan pelukan Theo membanjiri pikirannya yang mulai bercabang. Tanpa sadar, tangan kanan Theo mengelus punggung Grace, berhenti di tengkuk leher gadis itu.

Wajah Theo perlahan mendekat, menyatukan bibir mereka berdua. Kali ini Grace tidak memberontak. Ia membiarkan Theo mengeksplorasi bagian mulutnya dengan lembut. Kedua tangannya dia kalungkan ke leher Theo, memberikan akses pada tubuhnya. Setiap sentuhan, setiap hembusan napas, membangkitkan kehangatan yang terpendam di antara mereka.

Ketika ciuman mereka berlangsung, suasana di sekitar mereka terasa begitu hening. Grace merasakan detak jantungnya berdegup kencang, setiap getaran hati memenuhi ruang antara mereka. Theo memeluknya dengan erat, seolah ingin menyatukan dirinya dengan Grace secara utuh.

Saat bibir mereka berpisah, Grace merasakan kelembutan Theo dalam setiap sentuhan. Seakan memahami keraguannya, Theo menatapnya dengan penuh pengertian, lalu mengusap lembut pipi Grace.

"Kita akan mengatasi semua ini bersama, Grace," ucap Theo dengan suara yang penuh keyakinan.

Grace mengangguk, tatapannya menyiratkan perasaan campur aduk di dalam dirinya. Meskipun masih dipenuhi kebingungan, ia merasa lega karena Theo berada di sampingnya. Dalam pelukan Theo, ia merasakan adanya ketenangan yang lama ia cari.

Mereka duduk berdampingan, berbagi kehangatan dan kebersamaan. Di dalam hati Grace, masih terbersit pertanyaan dan keraguan, tetapi untuk saat ini, ia memilih untuk menikmati momen ini, bersama Theo, dalam keintiman yang mereka bagikan.

Setelah beberapa saat berpelukan, Theo kembali mencium lembut bibir Grace, dan kali ini ciumannya penuh dengan gairah yang tak terbendung. Grace merasakan getaran yang memenuhi seluruh tubuhnya saat ciuman mereka semakin dalam dan intens.

Saat mereka terus bergerak dalam keintiman, mereka merasakan keinginan yang tumbuh dalam diri mereka. Tanpa sepatah kata pun, perasaan mereka berbicara satu sama lain dalam bahasa kelembutan dan hasrat yang meluap-luap.

Theo dan Grace tenggelam dalam samudra gairah yang menggelora, di mana setiap hembusan nafas dan sentuhan menjadi seruan tak terucapkan dari jiwa mereka yang merindukan penyatuan. Dalam pelukan yang hangat, Grace merasa seperti bunga yang mekar di pelukan musim semi, dikelilingi oleh kelembutan dan kehangatan. Mereka berdua saling menjelajahi dunia satu sama lain, dengan Theo sebagai pelaut yang mahir yang memandu Grace melalui lautan biru tak terbatas.

Percakapan mereka bukanlah kata-kata yang diucapkan, tetapi lebih sebagai seruan jiwa yang bersatu, menyampaikan cinta dan keintiman tanpa batas. Theo menggenggam erat tubuh Grace, sebagai tanda keteguhan cinta yang mereka bagikan, sementara Grace menanggapi dengan kelembutan, seperti melodi yang membalas seruan hati yang dalam.

"Aku mencintaimu," bisik Theo di telinga Grace.

Mereka bersama-sama membentuk lukisan yang indah, di mana gerakan tubuh mereka menjadi sapuan kuas yang menciptakan karya seni yang tak terlukiskan. Dalam dekapan satu sama lain, mereka merasakan getaran energi yang mengalir melalui tubuh mereka, mengikat jiwa mereka dalam ikatan yang tak terputuskan.

Dalam keintiman yang membara, mereka seperti dua bintang yang bertabrakan, melepaskan percikan cahaya yang menerangi malam gelap, menciptakan sinar yang tak terlupakan di langit. Dan dalam momen-momen itu, mereka merasakan takdir mereka yang terwujud, menyatu dalam cinta yang abadi dan tidak terlupakan.

Desahan-desahan nikmat terus menggema seisi ruangan, memperlihatkan betapa hebatnya Theo dalam memuaskan Grace. Suara senggama terdengar begitu intens, membangun ketegangan erotis di antara keduanya.

Theo tidak melepaskan tatapan tajamnya, matanya terus mengarungi pemandangan sensual di depannya. Meski Grace sudah mencapai klimaksnya berkali-kali, Theo masih terus menggerakkan tubuhnya dengan penuh semangat. Baginya, puncak kenikmatan adalah tujuan yang harus dicapai dengan penuh pengabdian.

Suara kenikmatan yang melengking terus terdengar, memenuhi ruangan dengan keintiman yang mendalam. Setiap gerakan Theo diiringi dengan desahan kenikmatan dari Grace, menciptakan simfoni gairah yang memikat.

Tubuh Grace terus merasakan getaran erotis, meski kelelahan mulai merayap. Akan tetapi, kehangatan tubuh Theo dan getaran gairahnya membuatnya terus terbuai dalam aliran kenikmatan yang menghanyutkan.

"Theo ... aku lelah, akh!" desis Grace dengan suara serak karena kelelahan.

"Baiklah, aku akan mengeluarkannya di dalam dirimu," jawab Theo sambil tersenyum penuh gairah, membawa mereka menuju puncak kenikmatan bersama.

Theo menggerakkan tubuhnya lebih cepat, membuat tubuh grace bereaksi kembali untuk klimaks yang kesekian kalinya.

"Akh ... Theo," desah Grace yang sudah hampir sampai.

"Ugh!" Theo menahan geramannya saat mencapai klimaksnya.

Setelah mencapai puncak kenikmatan bersama, mereka berdua terkulai lemas di atas ranjang yang hangat. Napas mereka saling beradu, tubuh mereka terasa seperti satu, menyatu dalam kehangatan pasca-kenikmatan.

Theo memeluk erat tubuh Grace, sementara Grace membenamkan wajahnya di dada bidang Theo, merasakan denyutan jantung yang tenang. Tatapan mereka bertemu dalam kedamaian, penuh dengan rasa puas dan kehangatan.

"Terima kasih, Grace," bisik Theo lembut, mencium lembut ubun-ubun Grace.

Grace hanya tersenyum lembut sebagai balasan, merasakan kebahagiaan yang mendalam di dalam hatinya. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dalam pelukan hangat, menikmati kebersamaan setelah momen intim yang mereka bagikan. 


~To be Continue~

Untuk apresiasi silakan yang mau kasih jajan author ke link berikut ya https://saweria.co/Furaferra

My StepBrothers ObsessioNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang