14. Tamu🗻

395 33 1
                                    

.
.
.
.
.

Malam yang kami habiskan benar-benar terasa sangat singkat. Aku merasa mataku benar-benar lengket seperti ada nasi ketan yang menempel di sana. Aku baru saja tidur saat ayam hutan jantan berkokok dari belakang rumah, sekitar pukul enam pagi.
Saat itu aku masih menemukan keberadaan Wang Yibo yang juga ikut tidur di sisiku, tapi ketika aku membuka mata dan menguap, aku tidak menemukan keberadaannya lagi.

"Yibo..." Aku memanggil Wang Yibo beberapa kali dengan suara serak dan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya. Beban di kepalaku terasa seperti ribuan kilogram.

Meraba selimut, tapi tidak menemukan apapun. "Ke mana Wang Yibo?"

Ketiadaan Wang Yibo membuatku kalut, takut melewatkan sesuatu dalam tidurku yang teramat panjang. Sekarang sudah pukul dua belas siang, dan siapa yang tahu apa yang terjadi beberapa waktu ke belakang? Congkel saja mataku kalau sampai ini mimpi lagi.

Aku mendarat tidak seimbang di lantai, bergegas pergi --hampir berlari-- memeriksa seluruh rumah, hingga sudut mataku menangkap nenek yang sedang memasak makan siang di dapur. Aku langsung menyembur pertanyaan kepadanya, tidak sengaja menjadi sedikit tidak sopan. "Nenek, dimana Yibo?"

Air muka nenek keruh selagi aku menuju kepadanya, "Xiao Zhan. Jangan berlarian di rumah." Aku baru menyadari kegaduhan yang kutimbulkan siang bolong begini membuatnya menegurku. Peraturan, etiket. Aku pun meminta maaf dan mendekat kepadanya. "Maafkan aku, Nek. Dimana Yibo? Di mana dia?"

"Tenanglah, HanGuang-Jun tidak kemana-mana. Dia hanya pergi ke kota. Katanya ada sesuatu yang harus diurus di sana jadi dia buru-buru pergi. Tunggulah di ruang tengah, nanti kita akan makan siang bersama dengannya."

"Kenapa nenek tidak membangunkanku? Aku bisa menemaninya. Memangnya apa yang menjadi urusannya itu?" Penjelasan nenek membuatku kesal. Seharusnya Lan Zhan bisa sabar menungguku bangun, sedikit saja. Memangnya dia terbiasa dengan Gusu Lan?

Sialnya aku tersadar bahwa dia memang Giok Gusu Lan. Tidak ada alasan untuknya tersesat.

"HanGuang-Jun meminta nenek untuk tidak membangunkanmu, katanya kau sedang lelah." Nenek kembali mengaduk sup labu di panci, sementara aku mulai melangkahkan kakiku ke ruang tengah dengan malas. Wang Yibo benar-benar. Padahal aku bisa menemaninya, tapi dia malah pergi sendirian.

Tidak lama kemudian nenek datang dengan semangkuk sup labu yang lezat. Beberapa piring dan gelas serta nasi yang cukup sudah tertata rapi sejak tadi. Sup labu adalah yang terakhir mengisi sisa tempat kosong di meja.

Nenek kemudian duduk di sampingku, menunggu kepulangan Wang Yibo dari pusat kota. Bibirnya bergerak mengucapkan sesuatu sembari mengaduk sup labu supaya bumbunya semakin melekat lezat, "Nenek menyuruhnya menginap beberapa hari lagi di sini, sepertinya HanGuang-Jun benar-benar kelelahan. Apa kau tidak lihat tas ransel miliknya masih ada di dalam? Dan pakaiannya juga sedang di jemur di halaman belakang."

Ia berbicara seakan-akan tahu persis apa yang sedang aku pikirkan.

Aku sangat mencemaskan Wang Yibo. Aku takut dia pergi begitu saja ke Yunmeng Jiang tanpa berpamitan padaku. Aku buru-buru memastikan, pergi menuju kamarku dan memonitor tas ransel miliknya.

Ada. Tas ransel itu masih tergantung di dekat jendela. Saat aku melenggang pergi ke halaman belakang, kemeja miliknya juga masih menggantung di tali tambang kecil, sudah setengah kering.

Cloud RecessesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang