16. Wei WuXian🗻

362 34 4
                                    

.
.
.
.
.

Beberapa tablet memorial* berjajar di altar leluhur. Warnanya kelabu karena tertutup lapisan debu. Warna cokelat plestur mengkilap muncul kemudian setelah aku menyapu debu-debu itu dengan tanganku. Tertulis beberapa nama pemuka sekte dalam setiap memorial; Lan Qiren, Lan XiChen, dan dua nama terakhir.

*Tablet memorial : Semacam prasasti pengingat orang yang sudah mati.

Namaku ditulis pada salah satu tablet memorial dengan tinta emas. Ada perasaan aneh saat membersihkannya. Dalam hati aku tertawa pahit. Rakyat Gusu mengenang seorang Wei WuXian setelah membunuhnya. Ini sedikit lucu, juga menyedihkan. Ukiran indah dan rumit di tablet memorialku seakan-akan dibuat dari setumpuk penyesalan.

Tablet memorial milik Lan Zhan bersandingan dengan milikku, ukirannya juga dibuat megah dan serupa. Begitu dingin saat disentuh. Jika saja Wang Yibo adalah orang lain, mungkin lututku sudah mati lemas bersimpuh di depan tablet memorial dingin ini.

Aku berlutut sejenak untuk melakukan penghormatan. Jauh dalam lubuk hatiku, aku telah memaafkan segala perlakuan sekte Lan di bawah pengaruh hasutan keji itu. Aku tidak pernah benar-benar membeci orang lain.

Paman Qiren bagaimanapun adalah paman Lan Zhan, yang berarti dia adalah pamanku juga. Aku dididik dengan keras olehnya ketika menjadi murid tamu. Meskipun mungkin ketika melihatku dia akan sakit kepala tujuh hari tujuh malam, tetapi dia tetap mengajariku juga pada akhirnya. Berkat itu, ada banyak pelajaran berharga yang aku dapatkan. Tatakrama, sopan santun, dan pengetahuan tentang kultivasi pedang.

Aku menghormatinya tulus. Walaupun dia adalah orang yang sangat keras menolak pernikahanku dengan keponakan kesayangannya, pada akhirnya dia yang menjadi wali pernikahan kami berdua.

Aku bangkit, sedikit membersihkan lutut. Jin Qi dan Jin Wu masih tidak bergerak melihat aktivitasku. "Bukankah di tempat seperti ini seharusnya seseorang menunjukkan respek?"

Jin Wu terlonjak, perlahan mulai berlutut dengan canggung. Aku memandang tajam ke arah Jin Qi yang masih belum bergerak. Tangannya ia silangkan di depan dada. "Kau juga."

"Aku tidak perlu menghormati orang-orang ini. Bukankah mereka juga tidak menjaga kehormatan diri mereka sendiri? Seingatku mereka sudah membunuh orang. Apa aku salah?"

Aku mengejang, "Tanah yang kau pijaki sekarang tetaplah milik orang-orang ini. Kalau kau tidak mau menghormati, turun sekarang juga."

Sudut bibir Jin Qi berkedut, dia berlutut dan kemudian bangkit secepat kilatan cahaya. "Sudah."

Gadis ini benar-benar.

"Seperti yang sudah kalian lakukan, para anggota sekte Lan juga melakukan penghormatan di Aula Leluhur, mengenang mereka yang telah meninggal dengan membuat tablet-tablet memorial seperti ini." Aku mulai menjelaskan.

"Area ini paling luas dibanding bangunan yang lain. Selain sebagai tempat mengingat dan melakukan penghormatan, tempat ini juga digunakan untuk berlutut kepada langit dan bumi, meminta restu pernikahan dan mengharapkan kebaikan."

"Itu saja." Aku menutup penjelasanku.

Jin Wu mendekatiku, mencondongkan wajahnya ke wajahku dengan curiga. Keningnya berkerut samar. "Lao Xiao*, apa kau tidak melewatkan sesuatu?"

*Lao : Sapaan kesopanan

"Tidak."

"Benarkah? Bagaimana dengan tempat penghukuman? Bukankah di sini itu tempat penghukuman sekte Lan?"

Relung Awan tidak hujan, tapi petir baru saja menyambar kepalaku. Seluruh wajahku mendadak dingin.

Cloud RecessesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang