Chapter Tiga

33 2 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit yang kian kelabu tak menghentikan sedikit pun langkah kaki Naya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Langit yang kian kelabu tak menghentikan sedikit pun langkah kaki Naya. Hembusan angin sore hari ini cukup menusuk kulit putihnya yang tidak terbalut apapun selain kaos hitam dan jas almameter bewarna biru dongker yang masih melekat di tubuh nya. Kaki jenjangnya melangkah dengan yakin diantara gundukan-gundukan tanah pemakaman pertanda bahwa di tanah itu sudah ada raga yang tidur dengan tenang.

Naya berjongkok di sebuah pusara dan tak lupa meletakkan tiga tangkai krisan bewarna putih gading. Kesukaan sahabatnya—Langit Meghantara. Setelah menaburkan bunga di atas makam dan mengirim doa untuk sahabatnya. Gadis itu mengusap pelan nisan yang tertuliskan nama lengkap sahabatnya dengan tatapan nanar.

"Langit, gimana kabar lo disana?" Tanya Naya pelan.

"Udah lima tahun, ya.."

"Banyak hal yang pengen gue ceritain ke, lo. Termasuk Biru.."

Naya terdiam sejenak. Mencoba untuk tidak menjatuhkan air mata disini. Ia tak mau Langit sahabatnya sedih ketika melihatnya lemah seperti ini.

"Langit, gue butuh lo. Gue butuh bahu untuk bersandar. Bahu gue terlalu rapuh untuk menyangga beban sendirian.."

Naya menatap kosong gundukan tanah di hadapannya.

"Gue nggak tau harus gimana? seorang Biru yang udah gue percaya, kemarin bener-bener buat gue kecewa.." lanjut Naya yang dadanya terasa sesak mengingat kejadian yang baru saja menimpanya.

"Nggak ada satu orang pun yang memihak, gue.." tangisan pun pecah. Ia tak bisa lagi menahan tangisan yang sedari tadi ia bendung.

Sebelum kepergian sahabatnya—Langit. Naya di perlakukan layaknya seorang adik perempuan yang selalu dilindungi kakaknya. Laki-laki itu selalu sigap jika gadis itu membutuhkanya. Ia selalu, menemani, menguatkan, bahkan memberi perlindungan jika Naya dalam marabahaya sama seperti perlakuan Biru kepada Naya. Langit tidak akan membiarkan siapapun orang menyakiti Naya-gadis yang sangat ia sayangi.

Jadi, tak heran jika Naya selalu membahasnya dan menjadikan sebuah prioritas utama dalam hidupnya. Sesayang itu Langit kepada Naya.

Suara guntur yang tiba-tiba berbunyi begitu keras membuatnya tersentak kaget, manik matanya menengadah menatap awan pekat di atas sana. Pertanda bahwa sebentar lagi hujan akan mengguyur kota ini.

Naya salah, bahkan sekarang rintik hujan mulai turun membasahi tanah, dahan pohon yang kering dan tentu tubuhnya yang berbalut jas almamater.

Naya menatap pusara Langit, "Gue pulang dulu.."

"Langit, gue sayang sama lo," ucapnya pelan setelah mencium batu nisan Langit-sahabatnya.

Andai, saat itu aku menyadari kalau sebenarnya kamu mencintaiku dari hati. Mungkin saat ini aku tidak akan merasa sangat bersalah. Maafkan aku Langit Meghantara.

Bukannya berlari, Naya malah berjalan santai menuju keluar pemakaman. Air hujan yang membasahi seluruh badanya sama sekali tak ia pedulikan. Dengan santai Naya berjalan menuju motor matic milik kakak laki-lakinya yang terparkir rapi dipinggir jalan. Sekarang tujuannya hanya pulang ke rumah, kalau ia pulang terlalu telat pasti kedua orang tuannya akan mengkhawatirkannya.

🍀🍀🍀

"Kemana aja lo? Pulang kampus nglayap terus," sinis Kak Jo dari sofa saat melihat Naya baru saja memasuki pintu utama rumah. Kak Jo adalah kakak kandung Naya. Anak pertama dari kedua orang tuanya Reno dan Relin.

Naya bahkan tidak melirik Kak Jo. Gadis itu sepertinya mengabaikan keberadaan kak Jo. Ia tetap melangkah seolah-olah bahwa di rumah ini hanya ada dirinnya sebagai mahluk hidup, sisanya mahluk mati.

"Mampus, dicuekin gue. Gak moodnya ngajak-ngajak, dia" kesal Kak Jo.

Melihat keberadaan Naya yang basah kuyup. Kak Jo mengambilkan handuk tebal yang sudah terlipat rapi di lemari. ruang ganti.

"Cepetan ganti baju. Nanti bisa masuk angin.." Kak Jo membentangkan handuknya lalu dipakaikannya handuk itu kedalam tubuh Naya.

"Makasih.." tanpa menoleh kearah Kak Jo gadis itu segera naik keatas menuju kedalam kamarnya.

kak Jo yang melihat sikap Naya hanya menggeleng pelan.

"Abang sebaik gue ini di sia-sia' in.."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Laut BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang