Drrt... Drrt.. Drrt
Ponsel Biru bergetar menandakan ada telpon masuk dari ponselnya,
"Halo.." Ucap Biru setelah mengangkat telponnya.
"Halo, Bir. Lo dimana?" Tanya seseorang dari seberang sana.
"Gue di luar, Kak.."
"Lo, bisakan bareng Naya? Jaga adek gue ya. Udah malam, gue khawatir sama Naya"
"Aman, kak. Gue juga lagi cari Naya.."
"Okey, gue tutup dulu telponnya.."
Setelah memutuskan panggilan, Biru melanjutkan langkahnya—mencari keberadaan Naya.
Tepat jam menunjukkan pukul setengah delapan malam. Ia menemukan Naya sedang bercanda gurau di cafe belakang mall bersama teman-temannya.
"Bukannya menyelesaikan proposal, malah nongki.." gerutu Biru.
Biru sengaja duduk ditempat yang tak jauh dari tempat Naya dan memesan kopi americano kesukaannya.
Naya yang tak sengaja menyadari keberadaan Biru, segera menghampiri laki-laki itu dengan tatapan mengintimidasi.
"Nay, mau kemana?" Tanya Gheyna yang tiba-tiba melihat Naya beranjak dari tempat duduknya.
"Ngapain, lo disini?" Tanya Naya.
"Ya, pesen kopi lah." Jawab Biru santai.
Naya memutar bola matanya malas,
"Harus banget di cafe ini?" Tanya Naya lagi.
"Suka-suka gue lah.. emang ini cafe punya lo?"
"Bukannya biasanya lo dicafe seberang? Kenapa tiba-tiba kesini?"
"Serba salah, gue."
"Kalau gitu, gue yang pergi dari cafe ini."
"Eidss, mau kemana?" Biru mencengkal tangan Naya.
"Gue mau balik, lepasin, Bir." Naya berusaha memberontak namun kekuatan Biru lebih besar.
"Pulang sama gue, biar motor lo dibawa Gheyna. Dia nebeng Ann kan sebelumnya?!"
"Ogah banget, mending gue naik Taxi Online dari pada sama cowok brengsek kayak, lo.." bentak Naya.
"Nay, udah malam. Kak Jo suruh gue pulang bareng sama, lo."
"Lo itu, sekarang statusnya mantan. Lo bukan siapa-siapa gue." Ucap Naya kesal melihat sikap Biru yang terlalu protektif.
"Tapi gue calon kakak lo, Nay." Ucap Biru berhasil membuat Naya terdiam sejenak.
"Minggir.." dengan sekuat tenaga Naya melepas tangannya dari genggaman Biru.
"Gue ngga sudi punya kakak ipar kayak, lo." Naya berlari menuju ketempat seperti semula.
"Naya.." Biru tetap berusaha membujuk Naya agar pulang bersamanya.
Melihat keributan mereka dari jauh, hampir Serin menyusul mereka namun di tahan oleh Gheyna. Gheyna tidak ingin ada yang ikut campur urusan mereka, biar mereka sendiri yang menyelesaikannya, apalagi hubungan mereka sudah berjalan tiga tahun harusnya mereka bisa saling memahami dan mengerti sikap mereka satu sama lain.
Gheyna tidak ingin membela Naya dan memojokkan Biru seperti tadi saat di mall.
🍀🍀🍀🍀
Setelah Biru membujuk Naya dengan susah payah, akhirnya Naya mau pulang dengannya.
Biru memilih jalan pintas agar lebih cepat sampai rumah Naya. Karena pada malam hari jalan kota sangatlah padat.
"Naya, gue mampir di ke supermarket dulu. Lo tunggu dimobil." Biru langsung menghentikan mobilnya dan turun dari mobil.
Naya yang bosan didalam mobil memilih untuk keluar dan ikut Biru masuk kedalam supermarket.
"Lo mau belanja juga?" Tanya Biru namun tidak ada respon dari gadis yang ia ajak berbicara.
Melihat penampilan Naya dari ujung kepala sampai kaki. Laki-laki itu melepas jaketnya dan meletakkan di tubuh Naya.
Beruntung jaketnya agak besar, jadi bisa menutupi bahu Naya yang terbuka.
"Bir, apaan sih?" Kesal Naya melihat sikap Biru yang masih begitu peduli dengannya.
"Biasanya, cewek gue dulu paling ngga betah di ac supermarket. Katanya sih karena suhu ac di supermarket terlalu tinggi." Ucap Biru dengan nada menyindir.
Naya yang tau ucapan itu ditujukan ke dirinya memilih untuk diam dan memalingkan wajah. Menurut Naya meladeni seorang Biru hanya membuang-buang waktu—walaupun terkadang ia juga melakukannya.
Setelah membayar barang belanjaannya di kasir, akhirnya mereka melanjutkan perjalanannya sampai rumah milik orang tua Naya.
di sepanjang jalan tidak ada pembicaraan diantara mereka, suasananya sudah tidak seperti dulu yang hangat dan saling bercada gurau. satu tindakan di hari itu membuat hubungannya dengan Naya hancur, dan merubah hidupnya menjadi gelap dan tak bewarna lagi.
Sampai di depan rumah, Naya menoleh ke arah Biru yang sedang tersenyum kepadannya.
"Makasih, lo udah anterin gue sampai rumah dengan selamat." ucap Naya sambil mengeluarkan dompetnya, lalu memberikan uang senilain seratus ribu kepada Biru.
"Untuk apa, Nay? Nggak usah—"
"Anggap aja itu uang bensin, Bir.." tanpa sepatah kata lagi, gadis itu menutup pintu mobil Biru dan masuk kedalam rumahnya tanpa menunggu mobil Biru berjalan kembali.
🍀🍀🍀🍀
Biru's Pov
"Habis dari mana kelihatanya capek banget?" Tanya Mahesa—sahabat Biru
"Ngenterin mantan pulang." ucap Biru sambil menggantungkan jaketnya di gantungan baju belakang pintu kamar.
Biru membentangkan tubuhnya di atas kasurnya, ia menatap langit-langit atap kamarnya. Bahkan melihat leptop pun ia sudah tidak sanggup, padahal niatnya ia ingin bimbingan minggu ini. Biru tripikal orang yang tidak ingin memaksakan keadaan dirinya, saat ini suasana hatinya sedang tidak baik. Ia memilih untuk melakukan hal-hal yang ia sukai—konser contohnya atau main bersama teman-temannya.
"Gue butuh info konser, Bray. Lo punya nggak, Sa?"
"Lo nggak jadi bimbingan?" Mahesa menghentikan aktivitasnya—membaca buku kesukaannya—novel berlatar belakang kerajaan majapahit.
"lo kan tau sendiri suasana hati gue lagi berantakan. Yang ada nanti gue nggak fokus sama revisian dari dosen." ucap Biru yang diangguki oleh Mahesa.
"Lagian gue bingung sama jalan pikiran lo, Bir. Lo, udah dikasih tuhan cewek sebaik Naya di sia-siakan malah pilih cewek bekas orang.." ucap Mahesa heran kepada sahabatnya yang satu ini.
"Itu bukan keputusan gue, Sa. Gue sayang banget sama Naya?!"
"Terus keputusan siapa? bapak lo? udahlah gue bingung sama alur cerita lo, Bir."
Biru tersenyum lalu menghela napas panjang. Mungkin saatnya ia bercerita kepada sahabatnya agar suatu hari ini ia pergi, Mahesalah yang akan menjelaskan semuannya.