Chapter Enam

33 3 0
                                    

"Kalimat menyerah, hanya berlaku untuk seorang yang penakut, bukan?"

"Kalimat menyerah, hanya berlaku untuk seorang yang penakut, bukan?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Naya mengambil leptop dan ponsel dari dalam tote bagnya.

12 Kali Panggilan Tidak Terjawab

Naya, sontak menoleh kearah Gheyna, yang kini sibuk mencoret buku metode penelitiannya dengan stabilo warna.

"Lo, dari tadi nelpon gue?"

"Iya, tapi nggak lo angkat." Ucap Gheyna tanpa menatap lawan bicaranya—Naya.

"Gue buru-buru tadi. Makanya sengaja nggak gue angkat." Naya meletakkan kembali ponselnya lalu membuka leptopnya.

"Bay the way, thanks ya, lo udah jadi alarm gue selama ini." Naya memeluk Gheyna dari samping. Orang yang dipeluknya hanya memutar bola matanya malas.

"Nay, Ini di perpustakaan.."

"Terus kenapa? mereka paham kalau kita sahabatan. Masa iya mereka kita mikir lebih dari itu?" Tanya Naya dengan nada meledek dan dibalas tonyoran oleh Gheyna.

"Sinting ya, lo." Gheyna melanjutkan aktivitasnya kembali.

"Ghey, gue sekarang kok merasa jauh ya? Dari Narendra?" Tiba-tiba saja, Naya menanyakan laki-laki itu. Teringat soal Narendra yang jarang berinteraksi dengan mereka.

"Lo kan tau sendiri. Sekarang Narendra sibuk. Apalagi dia harus sering keyayasan dan panti asuhan."

"Iya gue tau, tapi dulu dia juga sering ke sana, kan?"

"Mungkin, dia punya kesibukan lain." Ucap Gheyna membuat Naya sedikit kecewa dengan jawaban Geyna.

Melihat ekspresi wajah Naya. Gheyna tersenyum dan meraih tangan gadis itu.

"Nay, walaupun sahabat, kita juga punya kesibukan masing-masing. Dia juga punya prioritas sendiri untuk mencapai tujuannya. Kita sebagai sahabat harus bisa support.."

Naya menghela napas pelan. Ia tidak membalas ucapan Gheyna sedikit pun dan melanjutkan aktivitasnya.

🍀🍀🍀

Pulang dari kampus, Naya menuju kearah dapur mengambil segelas air mineral dikulkas. Cuacanya sangat panas membuat gadis itu dehidrasi.

"Udah pulang, dek?" Tiba-tiba Jonathan alias kak Jo—kakak Naya menyusulnya ke dapur sambil membawa paper bags.

"Apaan itu, kak?" Tanya Naya basa-basi

"Tokek goreng.." Ucap kak Jo kesal. Udah jelas-jelas label namanya terpampang—McDonald masih saja bertanya.

"Iihh.. gue kan cuma tanya, kak."

"Kalau mau minta, bilang. Gak usah basa-basi segala.." kak Jo memberikan satu kotak nasi untuk Naya.

"Ambil aja, paket thigh and drumstick. Bisa buat dua minggu."

"Thanks, Kak Jo tercintaaa.." Naya mencium pipi kak Jo sekilas.

"Bocah prikk.." kak Jo menggeleng pelan lalu membawa piring dan makanannya kekamar.

Naya yang sedari tadi menahan rasa laparnya. Lalu menuangkan makanan pemberian Kak Jo diatas piring yang sudah ia sediakan.

"Akhirnya, gue makan.."

Saat menikmati makanannya. Ponsel Naya berdering membuat gadis itu menghentikan aktivitasnya dan mengangkat telponnya.

"Halo?"

"Halo, Nay. Jangan lupa besok bawa lembar proposalnya ya? Pak Toni suruh kita bimbingan besok pagi." ucap seseorang dari sebrang sana.

"Okey, Ann. Thanks infonya."

Naya segera memutus sambungan telponnya dan melanjutkan makannya.

"Berani-beraninya dia ganggu gue lagi makan.." gerutu Naya lalu melanjutkan aktivitasnya.

Setelah menyelesaikan aktivitasnya— makan.

Naya kembali kekamarnya dan melanjutkan aktivitasnya mengerjakan proposalnya sampai larut malam.

Disepanjang ia mengerjakan proposal, ia belum beranjak untuk makan, minum, bahkan mandi. Ia beranjak ke kamar mandi pun hanya untuk buang air kecil selebihnya tidak.

Ia sengaja menonaktivkan ponselnya agar aktivitasnya tidak terganggu.

Setelah menyelesaikan semua dedlinenya gadis itu, menghempas tubuhnya diatas kasur.

"Akhirnya, semua selesai. Semoga besok bapaknya baik hati, pengertian, belas kasih dan tidak sombong.." Naya memejamkan matanya dan memohon kepada tuhan agar permintaannya dikabulkan.

"Dulu, gue kira jadi mahasiswa semester akhir itu menyenangkan. Bebas, punya waktu luang yang banyak, SKS sedikit. Ternyata gue salah.." Naya menggerutu lalu melentangkan tubuhnya.

Di semester akhir ini ia merasa sangat lelah. Tidak hanya lelah fisik melainkan juga mental jasmani dan juga rohaninya. Belum lagi ia harus menghadapi dosen yang super killer dan galaknya tiada tanding.

Ingin rasanya ia menyesal saat ini. Namun, kembali lagi. Naya ingat masa depannya. Ia tidak mau jadi seorang pengecut karena takut melangkah lebih jauh lagi.

"Gak, gue gak boleh nyerah. Gue yang memutuskan untuk kuliah. Gue harus tanggung jawab akan resikonya.."

hallo, jangan lupa vote dan follow akunku ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

hallo, jangan lupa vote dan follow akunku ya

Thanks teman-teman semua, sehat selalu ya

Laut BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang