Kaisel terbangun dari mimpi panjangnya yang menyesakkan. Suara nafas pelan terdengar dari si kecil itu yang entah sejak kapan menyusup ke pelukannya.
Mata merahnya, yang awalnya memancarkan kesedihan, sekarang dipenuhi kehangatan. Dia membalas pelukannya sambil berusaha menenangkan dirinya dari mimpi buruk yang menghantui.
Kali ini, dia benar-benar harus melindunginya dengan segala cara, meskipun dia harus bersiap jika kesayangannya membencinya karena itu.
"Maaf, Yoru," bisiknya seraya mengingat beberapa hal yang telah dia rencanakan untuk ke depannya.
Dia tidak akan menjadi pemain pasif lagi yang menunggu kemalangan, tetapi dia akan duduk berhadapan langsung dengan dalang dan memainkan ronde terakhir permainan takdir terkutuk ini.
Untuk itu, Kaisel memilih jalan yang berbeda dari kehidupan pertamanya. Sekalipun dia harus membakar dirinya dan menjadi penjahat, selama kesayangannya tetap hidup, itu adalah harga yang pantas.
....
"Ung?" Yoru sama sekali tidak bermimpi buruk seperti yang dia sendiri perkiraan. Itu mengejutkan karena dia akhirnya bisa tertidur nyenyak dan bangun dalam suasana hati yang baik.
Saat dia setengah tersadar di tengah malam, dia merasa kedinginan dan mencari-cari kehangatan di sisinya. Lalu, kehangatan itu menariknya dan memeluknya, membuatnya merasa aman.
Yoru kecil memikirkannya sejenak sebelum menyadari sesuatu. Dia melirik ke sebelahnya, tetapi tidak menemukan siapapun di sana. Sisi tempat tidurnya kosong, tetapi dia tahu ada seseorang yang menemaninya sepanjang malam.
"Kakak...."
Dia bergegas turun dari tempat tidurnya dan berlari keluar kamarnya untuk mencari kakaknya.
Seperti yang dia duga, kakaknya sedang membuatkan sarapan untuknya dan kakak perempuannya juga ada di sana.
Reina, yang sedang membantu Kaisel untuk membuat kue kering, mendengar langkah kaki pelan dan menoleh. Dia tersenyum ke arah Yoru, lalu menunjuk ke meja makan, "Yoru kecil, duduklah dulu, tunggu sampai aku selesai memanggang kue ini."
Sementara itu, Kaisel sibuk menyiapkan sandwich dan tidak melihatnya. Itu terasa sedikit aneh, tetapi Yoru tidak ingin berpikir terlalu banyak dan hanya mengangguk.
Dia tidak langsung menuju ke meja makan, melainkan berbalik ke arah kamar mandi untuk mencuci wajahnya.
"Ehm...." Yoru lupa bahwa dia tidak mungkin mencapai wastafel kamar mandi dengan tubuh kecilnya.
Dia menatap tangannya yang kecil dengan frustrasi, lalu melihat ke shower dan bak mandi besar. Dia menyalakan kran air dan mengisi baknya.
Ketika airnya sudah setengah penuh dan dicampur dengan air hangat, Yoru menatap pantulan dirinya yang tersamarkan di permukaan air.
Pada saat itu, dia melihatnya. Sesuatu yang gelap yang berada di sekitarnya, itu ingin merasukinya, tetapi suatu kekuatan tertentu menghalanginya.
Yoru memejamkan matanya dan berhenti melihat pantulannya.
"Ini masih ada," gumamnya sedih.
Dia tahu apa itu dan justru karena dia tahu hal itu, jadi dia merasa tidak berdaya.
Setelah beberapa detik melamun, Yoru menepuk pipinya sendiri dan segera membasuh wajahnya. Dia tidak bisa terus seperti ini.
Selain harus mengubah takdirnya, dia juga harus menyembuhkan dirinya sendiri.
Setelah merasa segar, Yoru kembali ke dapur dan melihat mereka berdua masih menyiapkan sarapan.
Jam digital yang tergantung di dinding di sisi kanan dapur menunjukkan pukul 06.44 dan tanggal yang menunjukkan hari di mana Yoru diculik.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Became the Villain's Little Brother
FantasíaBrothership, kyut~ Menulis ini untuk penyembuhan hati dengan plot modern fantasi. Cerita Original! Bukan fanfic atau terjemahan! Deskripsi : Yoru membaca kisahnya sendiri dalam sebuah buku misterius yang dia temukan. Di kehidupan keduanya itu, di m...