Setelah kejadian kemarin mama Sarah mulai memperhatikan sikap Eshan, terutama jika pria itu berpapasan dengan Hanin. Tentu tingkah mama membuat Hanin bingung, karena mama terus menempel padanya.
"Kondisiku sudah membaik Ma, jangan khawatir lagi." Hanin berkata karena tidak tahu menahu alasan mama menempeli dirinya.
"Syukurlah, tapi meninggalkanmu sendiri seperti kemarin takut Mama."
Hanin juga bingung saat ia terbangun karena Eshan kemarin tak ada seorang pun di rumah bahkan adiknya juga tidak ada. Ah .... untung mama tidak melihat kakak iparnya, batin wanita itu.
"Kemarin itu....kamu ngapain saja?"
"Tidur," jawab Hanin. Ia baru melihat mama saat adzan Maghrib dan kata beliau dari rumah sebelah karena ada tamu.
"Ouh." mama bertanya lagi. "Enggak ada yang datang kan, maksud Mama tamu."
Hanin menggeleng. Memang tidak ada yang datang selain Eshan, tapi entah kenapa Hanin tidak memberitahu mamanya. Tanya yang sama timbul di benak mama, kenapa Hanin tidak memberitahu bahwa Eshan ada di rumah ini kemarin.
"Mama sempat pulang, tapi melihatmu masih tidur mama pergi lagi kebetulan ada tamu makanya baru balik Maghrib."
"Ouh, iya."
Begitu saja tanggapannya? Perlahan mama menarik napas dalam. Jika memang tidak terjadi sesuatu apa salahnya Hanin memberitahu bahwa Eshan ada di sini, kalau seperti ini bukankah semakin membuat beliau berpikir?
"Eshan...." mama menjeda sejenak, melihat wajah sang putri saat dia menyebut nama laki-laki itu, saat tak asa reaksi apa-apa beliau melanjutkan, "Anaknya sopan ya, rajin juga."
"Mungkin," respons Hanin sekenanya. Kejadian kemarin tidak dipikirkan oleh wanita itu lagi, walaupun sikap laki-laki itu membuatnya tersinggung tetap tak ingin dipikirkan Hanin.
"Waktu kamu dibawa ke rumah sakit tempo hari ada temannya yang datang langsung dari luar negeri, melayat suamimu."
Hanin mengangguk, mama Yasmin sudah memberitahunya.
"Teman wanita, cantik juga."
Sebentar, Hanin menatap mamanya lalu bertanya, "Kenapa Mama mengatakannya padaku?" ibu mertua sekadar memberitahu bahwa ada tamu di rumah salah satunya teman Eshan, tidak sedetail ini.
"Cuma ngasih tahu apa yang Mama lihat, cuma nggak sempat ngobrol." karena keadaan saat itu sudah panik dengan pingsannya Hanin. "Kayanya sih pacar, tapi enggak tahu juga. Mama dengar Eshan sendiri yang menjemput gadis itu."
Hanin tidak tertarik mendengarnya, kenapa dia perlu tahu dan kenapa mamanya jadi seperti ini?
"Tumben Mama suka dengan urusan orang."
Mama tersenyum lebar, seandainya dia tidak melihat tingkah Eshan kemarin dia tak akan bicara banyak hal seperti sekarang. Seperti kata Hanin, beliau memang tidak suka ikut campur dengan urusan orang lain apalagi membicarakannya di belakang. Tapi semua ini karena pegangan tangan Eshan kemarin, haruskah mama jujur saja? Mana tahu setelah beliau bertanya akan jadi terang. Tapi bagaimana kalau Hanin tidak nyaman?
"Assalamualaikum."
Itu suara Eshan dan Naya, keduanya datang membawa sarapan dari rumah sebelah. Setelah mama Sarah dan Hanin menjawab salam keduanya menghampiri adik-kakak tersebut.
"Bibi lagi sibuk banget jadi kami yang antar," kata Naya memberitahu mama Sarah dan Hanin.
Setiap pagi, siang dan malam ibu mertua mengantarkan makanan ke rumah menantunya dan itu permintaan beliau yang wajib diiyakan Hanin juga orang tuanya.