5

449 67 0
                                    

 Siang itu Naya dan suami akan pulang, setelah semalam gagal menemui adiknya ia berpikir akan berbicara dengannya sekarang. Sepuluh menit yang diperlukan Naya sebelum meninggalkan rumah orangtuanya.

"Udah siap ya?" Eshan menyapa kakaknya. Ia tidak tahu kalau Naya menghampiri untuk berbicara dengannya.

"Iya, kamu kapan main ke tempat Mba?"

"Nanti aku kabarin." karena Eshan sudah memasukkan ke dalam bisnya beberapa tempat yang ingin dikunjungi termasuk rumah kakaknya.

"Oh ya, sebelumnya Mba minta maaf."

Kening Eshan berkerut dengan tatapan fokus pada wajah cantik kakaknya, wajah yang tak bosan dipandang. Seiras dengan kecantikan beliau karena Naya memiliki sifat yang bagus.

"Ada apa?" wajah Eshan masih santai. 

"Semalam enggak sengaja Mba lihat Hanin mengantar makan malam ke kamarmu," kata Naya mulai masuk ke topik. "Kalian ada masalah?"

Ada senyum yang terbit dari bibir laki-laki itu namun Naya juga melihat wajah Eshan tidak sesantai tadi.

"Cuma salah paham," sahut Eshan lalu pria itu menyadari satu hal. "Mba temuin aku mau tanya itu?"

Naya mengangguk.

"Bukan cuma Mba, Ibu juga penasaran akhir-akhir ini kamu tampak diam saja."

"Ouh itu." tanggapan yang begitu singkat, ternyata kekesalannya pada Hanin menimbulkan efek seperti ini.

"Apapun masalahnya, jangan lupa Hanin istri almarhum dan perlakukan dia dengan baik. Dia masih berduka."

Eshan mengangguk tak ingin memperpanjang bahasan ini lagi, cukup dia tahu bahwa keluarga menyadari perubahan sikapnya.

"Hanin masih keluarga kita, dia sedang mengandung. Mba percaya masalah kecil itu bisa kamu akhiri."

Lagi Eshan mengangguk. Ia tidak terlalu memikirkan keresahan kakaknya. Banyak orang lain yang memperhatikan dan memperlakukan Hanin dengan baik.

"Jaga dia ya," titip mba Naya sebelum pamit menyusul suami yang lebih dulu keluar.

Eshan mengantar kakak dan keluarganya hingga ke depan, dia sempat melihat keberadaan Hanin yang juga ikut mengantar Naya. Lalu saat tatapannya kembali ke kakaknya Eshan melihat Naya menatap khawatir padahal wanita yang tengah mengandung keponakannya itu.

Mobil melaju keluar dari pekarangan, Eshan masuk lebih dulu meninggal orang tuanya juga Hanin di sana.

"Di sini dulu, Hanin. Nanti kalau mama Sarah balik baru pulang." Yasmin memegang tangan menantinya. "Atau mau Ibu temani di rumah?"

Hanin menggeleng, keadaannya semakin membaik dia bisa ditinggal sendiri tapi Hanin tidak mau membuat ibu mertuanya khawatir dan memilih masuk ke rumah mertuanya.

"Sepi lagi ya, kerabat pada pulang." Yasmin kembali dengan sepiring buah lalu, tidak lupa bumbunya.

Hanin sangat menyayangi mertuanya, beliau paling memahami dirinya sejak dulu. Contoh seperti sekarang, dia tidak meminta ibu mertua membawakannya buah.

Yasmin memotong Bengkuang yang sudah dibersihkan, ada mangga juga. Kali ini ia tidak memilih buah yang asam, asalkan ada bumbu rujak buahnya tetap kerasa.

"Coba dicicip, ini bumbunya Ibu yang bikin karena bibi lagi kurang sehat."

Hanin menurut, mengambil sepotong Bengkuang ia mencoleknya. Senyumnya terbit karena manis dan pedas bumbu terasa pas di lidahnya.

Ipar Sayang Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang